Sejarah Indonesia

Sosok yang Dulu Pernah Menampar Soeharto, Nasibnya Menjadi Tragis Kala Pak Harto Jadi Presiden

Sosok yang Dulu Pernah Menampar Soeharto, Nasibnya Menjadi Tragis Kala Pak Harto Jadi Presiden

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Soeharto saat melakukan latihan menembak dengan sang istri 

Banyak cerita yang menggambarkan perjuangan Soeharto sewaktu menjadi seorang prajurit TNI, dimarahi komandan hingga ditampar jadi makanan sehari-hari, namun bagaimana nasib orang-orang yang pernah menampar Soeharto.

TRIBUNJAMBI.COM - Tamparan keras dari tangan-tangan besar pernah menempel di wajah Soeharto.

Ada tiga orang yang pernah mempermalukan Soeharto, hingga nasib mereka kemudian hari 'mengenaskan'.

Itu diceritakan dalam buku memoar mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia di era 1960-an, Soebandrio, yang berjudul Kesaksianku Tentang G30S pada 2000.

Soeharto merupakan sosok yang ditakuti semasa pemerintahan Orde Baru. 

Soeharto
Soeharto (Tribun Manado)

Jauh sebelum dia memerintah, ada sosok yang pernah menempelengnya. 

Dalam buku tersebut, Subandrio melancarkan serangan balik ke Soeharto. Dia menuding Soeharto justru telah melakukan kudeta merangkak terhadap kekuasaan Soekarno.

Baca Juga:

Sedang Berlangsung! Live Streaming RCTI Liverpool vs Chelsea, Cek Untuk Nonton Juga di Metube.id

PASUKAN Kopassus Merayapi Sarang Kobra, Tumpas Bos Pemberontak di Kalimantan: Pistol Sempat Macet

Terbentur Dana, PPLP Jambi Bina 85 Atlet dari 11 Cabang Olah Raga

Perpanjang Kerjasama dengan RS, BPJS Kesehatan Masih Tunggu Proses Penyelesaian Hak dan Kewajiban

Menurutnya, Soeharto punya rekam jejak yang buruk, jauh sebelum peristiwa G30S.

Pertama, semasa di Divisi Diponegoro, Soeharto menjalin relasi dengan pengusaha Tionghoa, Liem Sioe Liong dan Bob Hasan.

Soebandrio menyebut orang-orang ini menjalankan bisnis penyelundupan berbagai barang.

Nasib Ahmad Yani dan AH Nasution

Kabar itu berhembus kemana-mana hingga ke telinga Jenderal Ahmad Yani.

Kabarnya, Ahmad Yani sangat marah. Sampai-sampai, dalam suatu kejadian, dia menempeleng Soeharto.

Soeharto dianggap mempermalukan korps Angkatan Darat (AD).

Bukan hanya itu, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal AH Nasution, juga dikabarkan pernah memecat Soeharto sebagai Pangdam Diponegoro secara tidak hormat.

Soeharto dianggap telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah.

“Sebagai Penguasa Perang, saya merasa ada wewenang mengambil keputusan darurat untuk kepentingan rakyat, ialah dengan barter gula dengan beras. Saya tugasi Bob Hasan melaksanakan barter ke Singapura, dengan catatan beras harus datang lebih dahulu ke Semarang,” demikian pengakuan Soeharto dalam Pikiran Ucapan dan Tindakan Saya (1989).

Namun, saat itu Soeharto diselamatkan Mayjend Gatot Subroto.

Menurut Gatot, Soeharto masih bisa dibina. Akhirnya Soeharto pun disekolah di Seskoad di Bandung.

Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, 1966. (Ade Sulaeman)
Bung Karno diapit dua jenderal Angkatan Darat, AH Nasution (kiri) dan Soeharto. Ketiganya tertawa lebar saat bertemu di Istana Merdeka, Jakarta, 1966. (Ade Sulaeman) 

Baca Juga:

Hadiri Kunker BRG, Bupati Masnah Sampaikan Terima Kasih Ke BRG, yang Bantu Masyarakat Muarojambi

Ricuh di Sydney, Ratusan WNI Tak Bisa Nyoblos, Kinerja KPU Jadi Sorotan

Sosok Yamaha NMAX 2019 Sudah Muncul, Makin Garang dengan Bodi Depan yang Lebih Tebal

7 Slogan Pasukan Khusus yang Disegani di Dunia, Kopassus 1 Diantaranya dengan Kata yang Menggetarkan

Akhir hayat Jenderal Nasution menyedihkan

Nasib Jenderal AH Nasution dan Jenderal Ahmad Yani berbeda saat terjadi peristiwa penculikan jenderal Angkatan Darat, 30 September 1965.

Ahmad Yani tewas, sementara AH Nasution berhasil melarikan diri.

Namun Jenderal Nasution harus kehilangan putrinya, Ade Irma Suryani.

Nasution masih hidup hingga 2000.

Selepas menjadi Ketua MPRS dan melantik Soeharto sebagai presiden ke-2 RI, kariernya meredup.

Di Orde Baru, Nasution nyaris tak kebagian peran mengurus negara. Yang terjadi malah ia dicekal orde baru.

Nasution juga tidak boleh muncul dalam acara kenegaraan, dimana ada Presiden Soeharto.

Bahkan, sampai urusan mobil Holden Priemer tua lungsuran dari Hankam yang dipakai Nasution sehari-hari, ikut ditarik dari kediamannya.

Sebuah cerita di penghujung hayatnya malah membuat banyak orang bersedih.

Kabarnya, dia tak mewariskan kekayaan materi pada keluarganya, kecuali kekayaan pengalaman perjuangan dan idealisme.

Rumahnya di Jalan Teuku Umar, Jakarta, tetap tampak kusam, tak pernah direnovasi.

Berstatus jenderal, tapi mengalami kesulitan air bersih sehari-hari di rumahnya. Kabarnya, ada yang memutus aliran air PAM ke rumahnya.

Untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari, Nasution terpaksa membuat sumur di belakang rumah.

Sumur itu masih ada sampai sekarang.

Nasib Kolonel Kawilarang

Dalam sejarah dunia militer Indonesia, sosok Alex Evert Kawilarang merupakan nama yang tak asing lagi dikenal.

Pria kelahiran Batavia (kini Jakarta), 23 Februari 1920 ini pernah menempeleng Presiden kedua Indonesia, Soeharto.

Penempelengan tersebut terjadi ketika Kawilarang menjabat sebagai Panglima selaku atasan dari Letkol, Soeharto.

Sekira 1950-an, sebagai Panglima Wirabuana, Alex E Kawilarang melaporkan kepada Presiden Soekarno bahwa keadaan di Makassar sudah aman.

Namun, Soekarno justru menyodorkan sebuah radiogram yang baru saja diterimanya, yang melaporkan bahwa pasukan KNIL Belanda sudah menduduki Makassar.

Alex Evert Kawilarang
Alex Evert Kawilarang (grid)

Baca Juga:

Kampus Berprestasi Bhakti Wijaya Kediri Buka Pendaftaran Calon Mahasiswa Baru Tahun 2019

Baru 11 Persen Sampah di Kota Jambi Dikelola Dengan Baik, Ini Upaya yang Dilakukan Walikota Jambi

Detik-detik Kader Demokrat Teriak Keluar Koalisi, Hingga AHY Buat Pernyataan Sikap Soal Pemimpin

Ahok BTP Sempat Dilarang Nyoblos di Osaka, Cekcok dengan Saksi 02, Petugas: Jadi Pembelajaran

Brigade Mataram, pasukan yang seharusnya mempertahankan kota Makassar saat itu juga dilaporkan telah mundur ke Lapangan Udara Mandai.

Mendengar radiogram tersebut, Kawilarang marah besar dan segera kembali ke Makassar.

Setibanya di lapangan udara Mandai, dia langsung memarahi Komandan Brigade Mataram, Letkol Soeharto, sambil menempelengnya.

Siapakah Alex Kawilarang?

Alex E Kawilarang merupakan putera dari keluarga dengan latar belakang militer.

Ayahnya AHH Kawilarang merupakan seorang mayor KNIL asal Tondano. Dia lahir dari ibu bernama Nelly Betsy Mogot, yang berasal dari Remboken. 

Alex E Kawilarang merupakan sepupu dari Pahlawan Nasional, Daan Mogot.

Dia meninggal di Jakarta, pada 6 Juni 2000, di usia 80 tahun.

Selain sebagai perwira militer yang termasuk dalam Angkatan '45, Alex E Kawilarang juga merupakan mantan anggota KNIL.

Alex E Kawilarang mengawali karier sebagai Komandan Pleton Kadet KNIL di Magelang, pada 1941-1942.

Kariernya melaju cepat

Pada 11 Desember 1945, dia telah menjadi perwira dengan pangkat mayor dan bertugas sebagai penghubung dengan pasukan Inggris di Jakarta.

Sebulan kemudian, tepatnya pada Januari 1946, dia menjabat sebagai Kepala Staf Resimen Infanteri Bogor Divisi II Jawa Barat, dengan pangkat letnan kolonel.

Tiga bulan setelah itu, pada April-Mei 1946, dia diangkat menjadi Komandan Resimen Infanteri Bogor.

Tiga bulan selanjutnya, yakni pada Agustus 1946 hingga 1947, Alex mendapat kepercayaan sebagai Komandan Brigade II/Suryakencana - Divisi Siliwangi di Sukabumi, Bogor dan Tjiandjur.

Pada 1948-1949, Kawilarang menjabat sebagai Komandan Brigade I Divisi Siliwangi di Yogyakarta.

Di tahun yang sama, tepatnya pada 28 November 1948, dia juga menjabat sebagai Komandan Sub Teritorium VII/Tapanuli, Sumatera Timur bagian selatan.

Setahun selanjutnya, pada 1 Januari 1949, pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dia dipercaya sebagai Wakil Gubernur Militer PDRI untuk wilayah Tapanuli dan Sumatera Timur bagian selatan.

Di penghujung 1949, tepatnya pada 28 Desember, dia dipercaya sebagai Gubernur Militer wilayah Aceh dan Sumatera Utara merangkap Wakil Koordinator Keamanan dengan pangkat kolonel.

Dua bulan kemudian, pada 21 Februari 1950, dia mendapatkan kepercayaan tambahan sebagai Panglima Tentara dan Territorium I/Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan.

Pada 15 April 1950, dia diangkat sebagai Panglima Operasi Pasukan Ekspedisi.

Saat itu, dia ditugaskan untuk memimpin Pasukan Ekspedisi dalam Operasi Penumpasan Pemberontakan Andi Azis di Makassar, pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku, dan Pemberontakan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan.

Pada 1951-1956, Kawilarang diangkat sebagai Panglima Komando Tentara dan Territorium VII/Indonesia Timur (TTIT) di Makassar dan pada November tahun yang sama menjadi Panglima TT III/Siliwangi yang di kemudian hari diubah namanya menjadi Kodam III/Siliwangi.

Salah satu jasanya yang hingga kini sangat terasa kehadirannya adalah saat ia merintis pembentukan pasukan khusus TNI pada April 1951, dengan nama Kesatuan Komando Territorium III (Kesko TT-III) Siliwangi di Batujajar, Jawa Barat.

Kesatuan ini merupakan cikal bakal dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sekarang.

Pada 10 November 1951 hingga 14 Agustus 1956, Alex Kawilarang diangkat menjadi Panglima Komando Tentara dan Territorium III/Siliwangi yang berkedudukan di Bandung. 

Kisah-kisah militer, pasukan elite TNI AD dan sejarah dapat dibaca di Tribunjambi.com. (*)

Baca Juga:

Pesan ke Muncikari, Oknum Anggota TNI Ajak Hubungan Intim Dua Siswi SMP di Rumah Kosong

7 Slogan Pasukan Khusus yang Disegani di Dunia, Kopassus 1 Diantaranya dengan Kata yang Menggetarkan

Miliki Baret Merah Seperti Kopassus, Pasukan Elite Wanita Rusia Ini Dikenal Fatal Beauty Garang

Sejarah Loreng Darah Mengalir Kopassus Dirintis Kolonel Moeng Danjen Garang Pernah Telan Telur Sanca

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved