Indonesia Tak Kena Dampak Badai Matahari, Ini Negara yang Akan Merasakan Fenomena Alam Itu Besok
Indonesia Tak Kena Dampak badai Matahari, Ini Negara yang Akan Merasakan Fenomena Alam Itu Besok
TRIBUNJAMBI.COM - Akibat badai matahari besok, Jumat, 15 Maret 2019 diperkirakan dapat mengganggu satelit dan berbagai bentuk komunikasi elektronik, mematikan pasokan listrik, dan memicu aurora yang menakjubkan.
Berdasarkan data Space Weather Information and Forecast Service Lapan, kondisi navigasi masih normal dalam 24 jam terakhir.
Probabilitas kesalahan penentuan posisi navigasi dalam 24 jam ke depan diprediksikan dalam kondisi terganggu skala ringan.
Baca Juga:
Badai Matahari Hari Jumat Besok Akan Ganggu Sinyal Ponsel, BMKG Pastikan Indonesia Tak Kena Dampak
Caleg PKS Asal Sumbar DPO, Diduga Cabuli Anak Sejak Kelas 3 SD Hingga Umur 17
Spesifikasi, Harga, dan Tanggal pesan Oppo F11 dan Oppo F11 Pro
Indonesia Tidak Terkena Dampaknya
Adanya kabar rusaknya teknologi berbasis satelit saat badai matahari yang terjadi di hari Jumat, 15 Maret 2019 pastinya memunculkan kepanikan bagi masyarakat di dunia.
Ya, badai matahari memang akan terjadi besok, ini setidaknya bisa mempengaruhi satelit pada orbitnya, serta menyebabkan kurang tepatnya navigasi GPS, sinyal ponsel dan mempengaruhi TV satelit.
Akan tetapi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan badai angin matahari yang diprediksi akan sampai ke Bumi dalam waktu dekat, tidak berdampak langsung bagi wilayah Indonesia.
Badai tersebut terjadi akibat lubang korona di sekitar ekuator matahari yang bisa melepaskan gelombang magnetik.
Diperkirakan badai geomagnetik yang akan sampai ke Bumi terjadi pada skala kecil yakni G1.
Akan ada aurora menakjubkan usai badai matahari?

Aurora Bakal Terlihat di Amerika Serikat dan Inggris.
Sementara itu mengutip dari space.com, Badai matahari kecil akan mencapai Bumi Rabu (15 Maret) dan dapat memperkuat aurora planet itu, membuatnya terlihat dari bagian paling utara AS, kata otoritas setempat.
Negara-negara di "bagian utara" Amerika Serikat, seperti Michigan dan Maine, dapat melihat cahaya utara.
Badai juga dapat memicu fluktuasi di beberapa jaringan listrik yang lemah tetapi hanya akan berdampak kecil pada satelit di ruang angkasa, kata pusat itu.
Ilmuwan SWPC meramalkan bahwa badai geomagnetik minggu ini akan menjadi kelas G1, peristiwa kecil, dan berlangsung dari Rabu hingga Kamis (15 Maret).
Badai matahari berasal dari apa yang oleh para ilmuwan disebut lubang koronal, sebuah wilayah di matahari yang memungkinkan partikel berkecepatan tinggi mengalir ke luar angkasa.
Dikutip dari Wikipedia, Aurora adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetik yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari (angin surya).
Di bumi, aurora terjadi di daerah di sekitar kutub Utara dan kutub Selatan magnetiknya. Aurora yang terjadi di daerah sebelah Utara dikenal dengan nama Aurora Borealis, yang dinamai bersempena Dewi Fajar Rom, Aurora, dan nama Yunani untuk angin utara, Boreas.
Ini karena di Eropa, aurora sering terlihat kemerah-merahan di ufuk utara seolah-olah Matahari akan terbit dari arah tersebut.
Aurora borealis selalu terjadi di antara September dan Oktober dan Maret dan April.
Fenomena aurora di sebelah Selatan yang dikenal dengan Aurora Australis mempunyai sifat-sifat yang serupa.
Tapi kadang-kadang aurora muncul di puncak gunung di iklim tropis.
Negara-negara Eropa yang akan lebih merasakan dampak badai matahari
Tribunjambi.com mengutip dari laman Express pada Rabu (13/3/2019), badai matahari terjadi minggu lalu oleh ledakan besar di atmosfer matahari yang dikenal sebagai suar matahari.
Sesuai laporan, kedatangan badai itu bertepatan dengan pembentukan 'celah equinox' di medan magnet Bumi, yang diyakini para ahli terbentuk di sekitar titik balik pada 20 Maret dan 23 September setiap tahun.
Badai geomagnetik adalah gangguan sementara dari medan magnet Bumi yang disebabkan oleh radiasi dan aliran partikel bermuatan dari Matahari.
Baca Juga:
Badai Matahari Berdampak Negatif Bagi Manusia, Tapi Tidak Seburuk di Tayangan Film Fiksi Ilmiah
Gara-gara Utang dan Caci Maki, Pertengkaran Ibu-ibu Pindah ke Pengadilan
Akan Ada Aurora yang Menakjubkan di Langit Usai Munculnya Badai Matahari Hari Jumat, 15 Maret 2019
Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) mengatakan dalam sebuah pernyataan,
"Sebuah arloji geomagnetik minor sekarang berlaku untuk 14 dan 15 Maret 2018. Aurora mungkin terlihat di garis lintang tinggi."
Di masa lalu, peristiwa geomagnetik skala besar telah mengganggu satelit komunikasi dan mematikan pasokan listrik.
Badai geomagnetik dinilai pada skala G1 hingga G5, dengan yang terakhir menjadi yang paling ekstrem.
Acara Carrington pada tahun 1859 dianggap sebagai badai geomagnetik terkuat yang pernah tercatat.
Nah, Inggris menjadi satu diantara negara yang merasakan dampak badai matahari.
Express mengutip dari Met Office yang merupakan lembaga layanan cuaca Inggris memberikan peringatan jika Jumat, 15 Maret 2019, akan terjadi ledakan besar sinar kosmik dari Matahari menuju Bumi.
Akibatnya, badai Matahari itu dapat melumpuhkan GPS, sinyalponsel dan TV digital.
Baca Juga:
KPU Tanjab Timur Mulai Sortir dan Lipat 134 Ribu Surat Suara
LAKI-LAKI Ini Dijuluki Kanibal Gila, Menjual Daging Manusia untuk Bisnis Barbeque di Restorannya
Selain IPK Tinggi, Lulusan Perguruan Tinggi Harus Punya Skill
Ogah Ribet dan Pusing, Prajurit TNI Lebih Nyaman Pakai Bahasa Jawa Ketika Bahas Teknis Senjata AK-47
Ketularan Ngomong Manjah, Syahrini Akui Kebiasaan Ini Jika Reino Barack Bangun Pagi
Badai Matahari Dahsyat Hantam Bumi 2.700 Tahun Lalu
Para peneliti baru saja menemukan bukti adanya badai mataharidahyat yang pernah terjadi sekitar 2.679 tahun yang lalu.
Menurut para peneliti, peristiwa purba ini bisa menjadibadai matahari terbesar yang pernah menerjang planet ini.
Temuan ini menjadi penting bagi ilmu pengetahuan.
Sebab jika sampai terjadi hal yang serupa di era modern, ledakan plasma dan radiasi elektromagnetiknya berpotensi berdampak serius pada kehidupan di Bumi.
Sinyal radio dan komunikasi satelit terganggu, jaringan listrik tak aktif, dan seluruh sistem modern bakal rusak, mulai perbankan hingga transportasi.
"Jika badai matahari itu terjadi hari ini, bisa memiliki efek parah pada masyarakat beserta teknologi tinggi kita. Itu sebabnya kita harus meningkatkan perlindungan masyarakat terhadapbadai matahari," kata Raimund Muscheler, salah satu peneliti dari Lund University di Swedia.
Bukti adanya badai matahari super tersebut didapatkan para peneliti dalam bentuk partikel radioaktif yang tersembunyi di bawah lapisan es Greenland.

Para peneliti mengggunakan inti es yang diekstraksi dan memperkirakan adanya peningkatan kadar isotop berilium-10 dan klorin-36 pada es tersebut.
Kedua reaksi kimia ini membuktikan aktivitas matahari yang mencapai magnet Bumi.
Dalam peristiwa ini, para ilmuwan berpendapat jika badai yang terjadi merupakan jenis badai matahari yang sangat intens, di mana partikel yang dilepaskan termasuk proton berenergi tinggi atau disebut sebagai peristiwa proton matahari (SPE).
Sebelumnya, para peneliti telah melihat SPE yang mempengaruhi Kanada pada tahun 1989 dan Swedia pada tahun 2003.
"Ini merupakan partikel energi tinggi yang langsung mengenai Bumi dan juga menghasilkan badai geomagnetik," tambah Muscheler.
Peneliti juga sebelumnya telah menemukan kejadian serupa pada 774-775 Masehi dan 993-994 Masehi.
Ini menunjukkan jika badai matahari teratur terjadi.
Baca Juga:
Hasil Survei Elektabilitas Capres Pilpres 2019, Prabowo vs Jokowi Versi 10 Lembaga Survei,
Apa itu Badai Matahari? Ini Penjelasan Ferry Simatupang Dosen Astronomi ITB
Nikita Mirzani: Gw Lawan Lakinya Deh Ketimbang Istrinya, Rekan Aisyahrani Duga Akan Jambak Rambutnya
Ini 21 Tanda Kiamat dan Apa Kata Ustaz Abdul Somad, Isu Ini Bikin Puluhan Warga Ponorogo Ngungsi
Ini Serangan Aisyahrini & Nikita Mirzani di Medsos, dari Jambak Rambut, Hancurin Mimpi & Mirip Homo
Memahami peristiwa tersebut sekaligus mendapatkan banyak data tentu akan membantu untuk memprediksi ancaman badai mataharidi masa depan dengan lebih tepat, termasuk juga memberikan waktu untuk mengembangkan sistem serta peralatan yang sesuai untuk menghadapi badai matahari.
"Kita harus lebih siap jika hal yang serupa kembali terjadi," ungkap Musheler. Penelitian ini telah dipublikasikan di PNAS.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK;