Misteri Supersemar - Kontroversi hingga Tiga Salinan Supersemar yang Beredar, Mana yang Asli?
Ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 di Istana Bogor, Jawa Barat.
Hari itu, ribuan mahasiswa dan pelajar menutup ruas-ruas jalan menuju Istana guna membatalkan sidang kabinet itu.
Namun, upaya itu gagal karena para menteri sudah mengantisipasinya.
Akan tetapi, suasana berubah menjadi tegang ketika di antara para mahasiswa dan pelajar yang sedang berdemonstrasi itu hadir pasukan yang tidak dikenal (pasukan yang tidak memakai identitas kesatuannya).
Anggota pasukan pengamanan presiden, Tjakrabirawa, yang sedang berjaga-jaga segera melaporkan kehadiran pasukan tidak dikenal di antara para mahasiwa dan pelajar itu kepada Komandan Tjakrabirawa Brigjen Sabur, yang memberikan nota kepada Amir Machmud sebagai Pangdam Jaya.
Namun, Amir Machmud hanya memberikan tanda kepada Sabur agar tidak perlu khawatir.
Baca: Ayah Buruh Bangunan dan Ibu Petani, Ini Keinginan Rina Muharrami Setelah Lulus Dari UIN Ar-Raniry
Kepanikan muncul ketika beberapa anggota Tjakrabirawa itu menginformasikan kepada Sabur bahwa mereka mengenal beberapa personel pasukan tidak dikenal itu sebagai anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD), yang kini bernama Komando Pasukan Khusus AD (Kopassus).
Merasa tidak mendapatkan tanggapan yang memadai dari Amir Machmud, Sabur langsung mengontak Soekarno dan menyarankan kepadanya untuk meninggalkan Istana Merdeka dan menuju Istana Bogor.
Saat berjalan ke helikopter, Soekarno bertanya kepada Amir Machmud, "Mir, ada apa lagi ini?"
Amir Machmud menjawab, "Itu tentara di luar tidak banyak paling-paling 50 orang. Bapak pergi saja ke Istana Bogor."
Presiden Soekarno didampingi ketiga Wakil Perdana Menteri (PM), yaitu Subandrio, Chairul Saleh, dan Johannes Leimena.
Belakangan, pada 1995, Letjen (Purn) Kemal Idris mengungkapkan, dialah yang memimpin pasukan tidak dikenal itu.
Ia diperintah Menteri/Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto untuk menangkap Subandrio, Wakil PM I/Menteri Luar Negeri Subandrio.

Galau
Kepergian Soekarno secara terburu-buru ke Istana Bogor itu membuat Amir Machmud galau.
Ia menganggap itu dipicu oleh kekhawatiran Sabur yang berlebihan.
Ia kemudian berbincang-bincang dengan Brigjen M Yusuf dan Mayjen Basuki Rachmat.