RUU Permusikan

Isi RUU Permusikan, Penjelasan Kenapa Ditolak dan Kontroversi Pasal 5, Dianggap Membatasai Ekspresi

RUU Permusikan pasal inilah yang ditentang dan hal-hal yang dianggap membatasai ruang gerak dan ekspresi bermusik dari para musisi.

Editor: bandot
Instagram/Endah N Rhesa
Poster penolakan para artis musik terhadap RUU Permusikan.(Instagram/Endah N Rhesa) 

Plis mas pliss @jrxsid Kapan bisa kabarin ya," tulis Ashanty.

Perdebatan keduanya pun masih berlanjut di sosial media masing-masing.

Komentar Anang Sambut Soal Kritikan RUU Permusikan 

Anang Sambut Kritik RUU Permusikan

Sejumlah pihak mengkritik beberapa substansi materi Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan yang saat ini masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019.

Inisiator sekaligus Anggota DPR RI Anang Hermansyah menanggapi sejumlah kritik dari publik soal substansi materi yang tertuang dalam RUU Permusikan.

Ia menyambut positif kritik dan tanggapan atas RUU Permusikan.

Ashanty Beri Peringatan ke Jerinx SID, Sang Musisi Sindir Anang: Wakil Rakyat yang Harus
Ashanty Beri Peringatan ke Jerinx SID, Sang Musisi Sindir Anang: Wakil Rakyat yang Harus (Tribunnews)

“Saya bersyukur atas respon dan kritik terhadap RUU Permusikan. Ini berarti ada kepedulian dari stakeholder atas keberadaan RUU ini," ujar Anang dalam rilis yang diterima Parlementaria, Jumat (01/2/2019).

Anang menyebutkan kronologi keberadaan RUU Permusikan yang bermula dari Kaukus Parlemen Anti Pembajakan yang ia inisiasi bersama politisi lintas fraksi pada enam bulan pertama saat menjadi anggota DPR RI pada Maret 2015.

"Saat itu kita keliling ke berbagai pihak. Mulai Presiden, Kapolri, Jaksa Agung termasuk on the spot ke Glodok terkait dengan pemberantasan pembajakan di ranah musik," ungkap Anang.

Dalam perjalanannya, imbuh Anang, efektivitas patroli pemberantasan bajakan oleh aparat kepolisian tidak efektif di lapangan.

Kondisi tersebut, Anang menyebutkan, memunculkan ide urgensi regulasi terkait dengan eksistensi musik di Indonesia.

"Berawal dari masukan dan diskusi dengan melibatkan banyak pihak memunculkan ide dibutuhkan regulasi berupa RUU Tata Kelola Musik. Namun pada akhirnya nomenklatur yang dipilih adalah RUU Permusikan," tambah Anang.

Baca: Deretan Artis yang Bakal Merayakan Tahun Baru Imlek 2570, Gong Xi Fat Cai 2019, Pesta Besar-besaran?

Baca: Paus Fransiskus Injakkan Kaki Pertama Kali di Uni Emirat Arab, Ini Daftar Agenda Selama di Sana

Baca: Link Live Streaming Peluncuran Sepeda Motor yang Bakal Digunakan Rossi dan Vinalez di MotoGP 2019

Pada pertengahan Juni 2017, Anang menyebutkan komunitas musisi dan stakeholder yang tergabung dalam Konferensi Musik Indonesia (KAMI) datang ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengusulkan keberadaan regulasi di bidang musik.

"Saat itu, 10 fraksi di DPR bulat mendukung keberadaan RUU Permusikan. Tidak hanya mendukung, DPR berkomitmen sebagai pihak yang menginisiasi RUU Permusikan. Momentum itu membuktikan, musik menyatukan sekat-sekat perbedaan politik," urai Anang.

Setahun berikutnya, Anang menuturkan perjalanan RUU Permusikan mengalami kemajuan.

Kala itu memunculkan diskusi apakah RUU Permusikan muncul dari Komisi X atau dari Baleg DPR RI.

Seiring keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) Pasal 105 ayat (1) huruf d yang isinya memberikan kewenangan kepada Baleg DPR RI untuk mengusulkan sebuah RUU. 
Sebelumnya, kewenangan mengajukan RUU hanya dimiliki Komisi, Anggota DPR dan DPD RI.

"Akhirnya RUU Permusikan diusulkan oleh Baleg melalui Badan Keahlian Dewan (BKD) yang terdiri dari para ahli dan birokrat DPR," jelas Anang.

Menurutnya, BKD meminta pendapat dari berbagai stakeholder terkait dengan materi yang terkandung dalam RUU tersebut.

"Meski tentu tidak semua pihak diminta pendapat dan masukan. Maklum saja, itu baru draft, baru rancangan," imbuh legislator PAN ini.

Anang menuturkan, RUU Permusikan tertanggal 15 Agustus 2018 yang saat ini beredar di publik merupakan usulan inisiatif DPR yang berasal dari BKD DPR RI dan diusulkan secara resmi oleh Baleg DPR RI sebagai inisiatif DPR dalam sidang paripurna DPR pada 2 Oktober 2018.

"Nah, pada sidang paripurna DPR pada 31 Oktober 2018, RUU Permusikan resmi masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2019," terang Anang.

Musisi asal Jember ini menyebutkan penyampaian kronologi perjalanan RUU Permusikan ini penting disampaikan agar publik mengetahui secara detail proses perjalanan sebuah RUU.

"Jika dicermati, perjalanan RUU Permusikan ini tergolong cepat. Saya melihat kuncinya terletak pada kesamaan ide antara stakeholdermusisi bersama DPR RI. Teorinya, ini tidak mudah, karena DPR merupakan lembaga politik, tapi kenyatannya semua dimudahkan," jelas Anang.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) sekaligus musisi, Anang Hermansyah, saat ditemui di Balai Kota, Senin (11/4/2016). (KOMPAS.com/Kurnia Sari Aziza)
Adapun terkait dengan materi RUU Permusikan yang saat ini menimbulkan respon dari publik, Anang justru menyambutnya dengan positif.

"Saya sungguh senang, saat ini semua pihak berkomentar atas materi RUU ini. Partisipasi masyarakat memang menjadi unsur penting dalam pembuatan sebuah UU, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Anang.

Sejumlah materi yang dikritisi oleh sejumlah pihak di antaranya yang tertuang di Pasal 5 RUU Permusikan yang dinilai akan mengengkang kreativitas para musisi dan dinilai sebagai pasal karet.

"Saya bisa memahami kegelisahan teman-teman terkait dengan pasal 5 RUU Permusikan ini, itu bisa didiskusikan dengan kepala dingin," cetus Anang.

Hanya saja, kata Anang, dalam pembuatan sebuah UU yang baik, harus berlandaskan pada tiga landasan yakni landasan filosofis, yuridis dan sosiologis.

Isu kebebasan berkekspresi yang disandingkan dengan norma di Pasal 5, kata Anang, harus dikembalikan pada ketentuan tentang HAM sebagaimana diatur dalam UUD 1945.

"Isu kebebasan berkespresi dan berpendapat, pada akhirnya dihadapkan padal Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 bahwa kebebasan itu dibatasi dengan UU yang mempertimbangkan nilai moral, agama, keamanan dan ketertiban umum dalam bingkai negara demokrasi," urai Anang.

Kendati demikian, Anang juga memiliki catatan terkait Pasal 5 RUU Permusikan, khususnya di huruf f yang isinya "membawa pengaruh negatif budaya asing". 

Dalam penilaian Anang, ketentuan ini yang justru berpotensi menjadi pasal karet karena tidak jelas ukuran yang dimaksud.

Adapun terkait dengan persolaan uji kompetensi dan sertifikasi, Anang menyebutkan isu tersebut semata-mata untuk menjadikan profesi ini mendapat penghargaan dan perlindungan oleh negara.

"Belum lagi syarat sertifikasi yang harus dimiliki jika musisi hendak tampil di pentas internasional. Tapi, apa pun masukan dari stakeholder sangat berarti dalam proses pembahasan RUU ini," tandas Anang.

Ia menuturkan persoalan sertifikasi telah menjadi kebutuhan merujuk keberadaan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang merupakan hasil ratifkasi dari Regional Model Competency Standard (RMCS) dari International Labour Organization, Organisasi Buruh Internasional di bawah PBB.

"Memang tampak absurd mengukur karya seniman dan musisi melalui uji komptensi dan sertifikasi. Namun globalsiasi dan perdagangan bebas menuntut situasi seperti ini. Tapi semua harus kita diskusikan lebih detail kembali," ungkap Anang.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved