Ketika Orang Jawa Kuasai Dibagian Kecil Amerika Selatan 'Suriname', Berawal dari Janji Manis Belanda
Tahu Suriname di Amerika Selata? Sebagian besar penduduknya keturunan Jawa Asli loh bahkan bahasa sehari-hari yang digunakan disana adalah bahasa Jawa
Usaha mencari buruh di Jawa yang bersedia diangkut ke Suriname rupanya bukan pekerjaan mudah. Selama setahun, mereka akhirnya baru mampu mengumpulkan 61 pria, 31 wanita dan 2 anak-anak. Jadi carma 94 orang.
Rombongan buruh Jawa pertama ini diberangkatkan pada tanggal 9 Agustus 1890 dengan kapal laut. Mereka tiba di perkebunan di Marienburg sekitar bulan Oktober 1890.
Rombongan awal ini sesungguhnya merupakan uji coba, apakah buruh Jawa cocok dipekerjakan di Suriname atau tidak. Baru setelah 4 tahun, kompeni rupanya menganggap mereka cukup memuaskan.
Sehingga tahun 1894, diberangkatkan lagi rombongan kedua dengan jumlah hampir enam kali lipatnya.
Baca: Dokter Angkat 2000 Batu Empedu dari Wanita Ini, Penyebabnya Ternyata karena Gaya Hidupnya
Baca: Jelang Bebas Pekan Depan, Begini Rekam Jejak Abu Bakar Baasyir Kasus Terorisme Hingga Vonis 15 Tahun
Mulutnya komat-kamit
Sejak itulah dimulai arus imigrasi tenaga murah Jawa ke Suriname. Puluhan ribu buruh Jawa kemudian diangkut ke sepetak noktah kecil di daratan Amerika Selatan yang amat luas itu.
Untuk mendapatkan tenaga murah itu, di Jawa, Belanda menyebar sejumlah werek, calo tenaga kerja, untuk menjaring calon kuli kontrak sebanyak mungkin.
Upah para werek ditentukan berdasarkan banyaknya kuli kontrak yang berhasil dikumpulkannya. Karena itu tidak aneh kalau mereka lalu menggunakan segala cara untuk bisa mengumpulkan calon kuli kerja sebanyak mungkin.
Caranya bisa berupa tipuan, rayuan gombal, penculikan atau bahkan dengan menggunakan ilmu sirep. Seperti yang pernah dialami seorang wanita Jawa di Suriname.
"Pada suatu hari, saya sedang berjalan kaki pulang dari kota ke desa saya. Di tengah jalan saya berjumpa dengan seorang pria asing dan lalu kami mengobrol. Mula-mula dia bertanya soal hasil sawah sampai soal apa yang saya kerjakan di kota.
Lalu dia bertanya, apa saya mau punya uang banyak? Pria itu mengaku bisa mengurus supaya saya bisa diterima bekerja di 'tanah sabrang' selama dua tahun dengan upah yang besar.
"Tapi saya bilang, saya tidak bisa meninggalkan keluarga saya di desa. Lalu tiba-tiba dia menginjak kaki saya dan mulutnya komat-kamit melafalkan mantera berbahasa asing. Sesudah itu tiba-tiba saya tak ingat lagi kepada keluarga. Sehingga saya menyetujui tawarannya untuk pergi ke 'tanah sabrang'.
Orang asing itu membawa saya ke sebuah barak yang sudah penuh dengan orang-orang Jawa. Setelah jumlah kami dianggap cukup, kami lalu dibawa ke kapal. Setiap orang diberi kartu pengenal dari logam yang bertuliskan nomor kami.
Kartu pengenal itu digantungkan di leher. Kapal pun berangkat. Ketika kapal mulai beranjak beberapa meter saja, saya tiba-tiba tersadar. Pengaruh sihir itu rupanya cuma berlaku di tanah Jawa.
Saya lalu menangis, begitu pula orang-orang yang ikut bersama saya juga pada menangis. Namun, semuanya itu sudah terlambat „...." Kisah itu konon pengakuan seorang wanita Jawa di Suriname pada antropolog Belanda, Prof. De Waal Malefijt, tahun 60-an.