Hanya Kekuatan Kopassus & Raider yang Dianggap Mampu Tumpas Kelompok Sipil Bersenjata Ali Kalora
Seperti Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, hingga terbaru Kelompok Sipil Bersenjata pimpinan Ali Kalora di Poso.
TRIBUNJAMBI.COM - Belakangan ini banyaknya muncul kelompok bersenjata yang meresahkan Indonesia dengan aksinya yang terkadang menghilangkan nyawa banyak orang.
Seperti Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua, hingga terbaru Kelompok Sipil Bersenjata pimpinan Ali Kalora di Poso.
Munculnya mereka belakangan ini membuat pihak bersenjata Indonesia, TNI dan Polri bekerja keras.
Merujuk kejadian kekerasan yang menghilangkan nyawa banyak orang, khusus untuk Kelompok Sipil Bersenajata dari Ali Kalora, Kopassus dan Raider digadang-gadang jadi pemburu yang pas buat mereka.
Baca Juga:
Mantan Danjen Kopassus Doni Monardo Resmi Dilantik Jokowi Jabat Kepala BNPB, Ini Karir dan Profil
Identitas Ali Kalora dan 10 MIT yang Dikejar, Tinggal Turunkan Raider Atau Kopassus, Selesai
8 Januari 1996, 26 Peneliti Disandera OPM di Mapenduma, Operasi Kopassus dan Kostrad Bebaskan Korban
Apalagi kekuatan kelompok Ali Kalora, diungkap Peneliti The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya sangatlah berbahaya.
Menurut informasi, kelompok Ali Kalora hanya terdiri dari 10 orang, namun mereka memiliki militansi dan daya survival tinggi.
Mereka mampu bertahan hidup di hutan dengan berburu ditambah sokongan logistik dari para simpatisan yang bermukim di bawah pegunungan Poso.

Harits menjelaskan, mutilasi RB (34), warga Desa Salubanga, Parimo, Sulawesi Tengah, pada 28 Desember 2018, kemudian disusul penembakan atas dua anggota kepolisian pada 31 Desember 2018 lalu, memberikan pesan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) masih eksis.
Tak menyoal pimpinan terdahulunya Santoso tewas, kemudian penerusnya Basri juga tertangkap, kelompok yang kini dipimpin eks anak buah Santoso, Ali Kalora, itu masih bisa leluasa bergerilya di pegunungan tropis Poso.
Belum diketahui pasti dari mana sumber persenjataan mereka.
Baca Juga:
Ramalan Zodiak Kamis, 10 Januari 2019, Aquarius Keberuntungan Menghampirimu, Scorpio Punya Penggemar
Inilah 5 Zodiak Setia dan 7 Zodiak yang Suka Selingkuh, Cek Punya Pasangamu di Sini
Sering Dilaporkan Warga, Oknum Perwira Polisi Lampung ini Sering Bawa Wanita Bukan Istrinya ke Rumah
Mahasiswi Alami Pelecehan Seksual oleh Dosen
Tarifnya Lebih Rendah dari Vanessa Angel, Nikita Mirzani Merasa Heran & Jawab Soal Prostitusi Online
Harits Abu Ulya menilai, penanganan Ali Kalora dkk oleh aparat keamanan Indonesia terkesan berlarut-larut.
Seharusnya, aparat keamanan langsung sigap menuntaskan riak sekecil apa pun yang ditimbulkan Ali cs.
"Usulan saya, kalau memang mau ingin cepat tuntas dengan pendekatan keamanan yang kini jadi pilihan dominan, maka seharusnya kirim saja pasukan TNI dari unit Raider atau Kopassus untuk memburu Ali Kalora dan kawan-kawannya, selesai," ujar Harits dilansir Surya.co.id dari Kompas.com , Kamis (3/1/2019).
Bahkan, semestinya setelah sukses melumpuhkan Santoso dan Basri, Operasi Tinombala tidak dihentikan hingga seluruh generasi penerusnya ditangkap habis.
Harits melanjutkan, Ali Kalora cs memang sudah lama bergerilya di pegunungan Poso.

Mereka pun hampir pasti menguasai medan di sana.
Baca: Suami Berguru ke Dimas Kanjeng, Istri Kepala Desa Ini Kesepian Hingga Berselingkuh, Ini Pengakuannya
Namun, melihat pola serangan Ali Kalora yang hit and run, dapat dipastikan ketersediaan amunisi mereka tidak terlalu banyak.
Harits mengatakan, ini dapat menjadi celah bagi aparat keamanan untuk terus memukul mundur dan memaksa mereka menyerah.
Apalagi, jika keputusan menurunkan pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) tersebut ditambah dengan memutus suplai logistik ke kelompok mereka dari para simpatisan, Harits yakin eksistensi Ali Kalora cs akan terhenti.
"Ketahanan eksistensi mereka sangat bergantung kepada suplai logistik. Suplai ini bisa saja didapat dari simpatisan atau jejaring mereka di bawah," ujar Harits.
Baca Juga:
Serah Terima Tugas Pemimpin Perusahaan Tribun Jambi Erniwaty Kepada Arfiansyah
Ratusan Personil Polresta Jambi, Diperiksa Bid Propam Polda, Ini Kata Kapolresta
Dikabarkan Dekat dan Jadi Calon Istri Sule, Artis Cantik Naomi Zaskia Angkat Bicara Soal Kabar itu
Walikota Sy Fasha Sedih, Ada Pelaku Usaha, Larang Karyawannya Pakai Hijab. Ini Upaya Pemkot Jambi
Begini Reaksi Ifan Seventeen Saat Diceritakan Satu Perilaku Dylan Sahara Oleh Sahabat Sekolahnya
TNI-Polri juga dinilai jauh lebih unggul dari sisi jumlah personel, logistik, alat utama sistem persenjataan (alutsista), dan pengetahuan di bidang strategi tempur, terutama pertempuran teknik gerilya di hutan.
"Jadi, memang ini memerlukan keputusan politik yang tegas, agar tidak berlarut-larut dan Operasi Tinombala juga tidak berlangsung berjilid-jilid. Ingat, operasi militer terlalu lama itu juga dapat kontra produktif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan psikologi masyarakat," lanjut dia.
Diketahui, Satgas Tinombala Polda Sulawesi Tengah mengejar 10 anggota MIT di pegunungan Poso.
Jumlah ini bertambah 3 orang dari yang sebelumnya hanya 7 orang.
Tujuh orang di antaranya bernama Ali Kalora alias Ali Ahmad, Qatar alias Farel, Abu Ali, Kholid, M. Faisal alias Namnung, Nae alias Galug dan Basir alias Romzi. Adapun, identitas tiga orang lainnya belum diungkap kepolisian.

Pengejaran ini terkait dengan kelompok yang diduga dipimpin Ali Kalora menembaki aparat yang sedang membawa jenazah RB, warga sipil korban mutilasi.
Dua aparat kepolisian terluka akibat peristiwa tersebut, yakni Bripka Andrew dan Bripda Baso.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, perburuan Ali Kalora cs diperluas tidak hanya dilakukan di pegunungan Poso, melainkan juga sampai ke wilayah Parigi Moutong.
"Satgas Tinombala sudah memiliki pola pengejaran. Selain fokus di Poso, juga tentunya pelarian mereka di Parigi Moutong menjadi titik pengejaran Satgas," ujar Dedi.

Presiden Perintahkan Kapolri Evaluasi Operasi Pengejaran Kelompok Ali Kalora
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk mengevaluasi kerja Operasi Tinombala di Poso, Sulawesi Tengah.
Hal itu diungkapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menanggapi serangan kelompok teror bersenjata pimpinan Ali Kalora yang diduga membunuh warga sipil dan melukai aparat, akhir Desember 2018 lalu.
"Perintah (Presiden kepada Kapolri), Operasi Tinombala masih berjalan. Hanya saja Presiden itu kemarin menekankan perlunya evaluasi lagi bagaimana cara menghadapi mereka," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (3/1/2019).
Moeldoko pun yakin Kapolri akan segera melaksanakan perintah Presiden itu kemudian melakukan langkah-langkah strategis dan taktis untuk menuntaskan aktivitas kelompok Ali Kalora di Poso.
"Pokoknya enggak ada toleransi, enak saja. Tugas negara menciptakan rasa aman. Kalau memang ada yang mengganggu, harus dihabisi," ujar Moeldoko.
Baca Juga:
Dugaan Pelanggaran Anies Baswedan, Bawaslu Simpulkan Dalam 14 Hari Ini
Diduga Frustasi karena Penyakit Ini, Seorang Pegawai Dishub Gantung Diri di Tempat Kerjanya
Ditolak Istri Berhubungan Badan, Pria Ini Tunggu Istrinya Tidur Baru Aniaya, Tulis Surat Sudah Puas
Saat ditanya pengalamannya sebagai Panglima TNI dalam memburu kelompok teror di pegunungan Poso, Moeldoko mengatakan bahwa operasi gabungan TNI-Polri saat itu sebenarnya telah berhasil memaksa mereka menyerah.
Namun, terdapat momen-momen dan lokasi-lokasi tertentu di mana membutuhkan kemampuan militer, bukan Polri.
"Karena di sana memang medannya itu gunung dan bersaf-saf, jadi memang bagi kepolisian itu ya enggak gampang. Waktu itu kami mainkan TNI karena menurut saya, itu memang area operasinya TNI," ujar Moeldoko.(Fabian Januarius Kuwado)
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Inilah Kekuatan Ali Kalora Cs, Hingga Raidar atau Kopassus Disebut-sebut Diperlukan Untuk Memburunya
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: