Menguak di Mana Keberadaan Soeharto di Saat Para Jenderal Dibunuh Dalam Tragedi Mengerikan G30S PKI
Soeharto duduk di kursi kekuasaan menggeser posisi Presiden RI Soekarno, tak lepas dari dua momen penting, sebagai batu loncatan
Sang peramal mengaku tak akan memaksakan Bu Tien untuk mempercayai ramalannya.
Justru yang ia perlukan adalah imbalan jasa ramalannya. Ibu Tien kemudian bertanya, berapa bayarannya.
Sang pria itu menjawab, "Forty thousand (empat puluh ribu rupiah)." Akan tetapi Ibu Tien menangkapnya lain. Ia mengira sang peramal itu meminta imbalan forteen thousand (empat belas ribu).
Gara-gara itu, Bu Tien kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil uang. "Madam, not forteen but forty." Sebenarnya Ibu Tien sendiri merasa menyesal. Sebab, biaya atau ongkos meramalnya terlalu tinggi.
"Mengapa untuk hal begini saja, cuma sekedar iseng-iseng kok harus merogoh saku empat puluh ribu yang pada waktu itu tergolong jumlah yang banyak. Padahal gaji suami pas-pasan saja," kenang Ibu Tien.
Setelah uang diberikan, sang peramal itu lalu pergi.
Sejak itu Ibu Tien mengaku tak pernah lagi bertemu dengan sang peramal itu, meski Soeharto pada akhirnya menjadi seorang tokoh bangsa yang tampil pada 1 Oktober 1965, menghadapi kudeta PKI, lalu dipercaya menjadi presiden menggantikan Soekarno.
Baca Juga:
Hidup Bergelimang Harta dan Nyaris Miliki Segalanya, Ini yang Diinginkan Nia Ramadhani Tahun 2019
Ditanya Soal Wakilnya, Fachrori : Belum Saya Pikirkan Itu
Lantik 63 Pejabat Sungaipenuh, Walikota AJB: Jangan Asal Kerja
***
SOEHARTO terlihat risau. Hatinya gundah gulana. Sejumlah prajurit Kostrad tak henti-hentinya mendatangi Soeharto meminta pendapat. Namun, Soeharto tetap diam.
"Saya sering risau karena didatangi anak buah yang meminta pendapat dan penilaian saya. Mereka menunjukkan tarikan muka seperti mendesak ingin mendapat keterangan mengapa saya diam. Saya jawab, bahwa saya tidak buta! Saya telah melapor kepada atasan tentang keadaan. Situasi memang serius, tetapi saya tidak mendapat reaksi apa-apa. Apalagi yang dapat saya lakukan lebih dari itu," kata Soeharto.
Soeharto pada saat detik-detik menjelang meletusnya peristiwa berdarah, sedang menduduki posisi strategis sebagai Panglima Kostrad. Pangkatnya Mayor Jenderal.
Ny Siti Hartinah Soeharto --istri Soeharto-- pada saat itu sedang berkumpul di kantor Persit bersama pimpinan dan pengurus Persit tingkat pusat dan tingkat Jakarta Raya.
Ibu Tien --panggilan akrabnya-- sengaja berkumpul di markas Persit untuk mendengarkan penjelasan dari Menteri/Panglima AD Achmad Yani.
"Pak Yani dalam pertemuan tersebut menjelaskan situasi politik pada waktu itu yang makin gawat. Selama saya menjadi istri prajurit, baru pertama kali itulah saya menerima uraian politik yang menyangkut nasib negara dan bangsa. Biasanya seorang istri prajurit itu tidak diberitahu hal-hal yang bersifat rahasia," kenangnya.
Seusai mengikuti acara itu, Ibu Tien pulang ke rumahnya di Jalan H Agus Salim. Melihat ibunya pulang, anak-anaknya meminta dibuatkan sup kaldu tulang sapi.
Baca Juga:
Walikota Sungaipenuh Lantik Puluhan Pejabat, AJB: Jabatan Itu Mahal dan Tidak Mudah
Pembelaan, PH Sebut Kerugian Negara DD Desa Batang Aburan Tebo, Harusnya Dikurangi Rp112,4 Juta
Pemkot Gelar Upacara HUT Pemprov Jambi Ke 62, Sy Fasha Minta Pemprov Perhatikan Aset