TRIBUNNERS
Potret 'Kondisi' Perempuan Milenial di Provinsi Jambi dalam Data, Ternyata Kerja Lebih Berat
Syaeful Muslih, Statistisi Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, memaparkan kondisi perempuan milenial di Jambi, lengkap dengan data.
Mereka melakukan pekerjaan seperti mencuci, memasak, beres-beres rumah,dan semua kegiatan rumah tangga lainnya.
Bandingkan dengan laki-laki yang hanya 53,68 persen yang bekerja dan tetap melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga tersebut.
Mengerjakan pekerjaan rumah tangga ternyata tidak hanya dilakukan perempuna milenial yang sudah menikah, yang belum menikah pun ternyata hampir selalu mengerjakan pekerjaan rumah tangga.

Masih dari sumber data yang sama, diperoleh gambaran dimana 82,22 persen perempuan milenial yang bekerja dan berstatus belum menikah tetap melakukan kegiatan atau pekerjaan rumahtangga, sementara yang sudah menikah hampir semuanya (98,92 persen) melaksanakan dua pekerjaan tersebut.
Jam kerja
Secara umum memang jam kerja perempuan milenial lebih rendah daripada laki-laki, dimana perempuan milenial rata-rata bekerja selama 31 jam per minggu, sedangkan untuk laki-laki selama 37 jam per minggu.
Ketimpangan jam kerja ini bisa disebabkan oleh besarnya proporsi pekerja perempuan yang statusnya sebagai pekerja keluarga atau tidak dibayar, biasanya pekerja keluarga ini mempunyai jam kerja yang rendah karena sifatnya hanya membantu pekerja utama.
Data Sakernas Februari 2018 menunjukan hal menarik dimana rata-rata jam kerja perempuan milenial yang tidak melakukan pekerjaan rumah tangga ternyata lebih tinggi daripada rata-rata jam kerja laki-laki.
Hal ini bisa saja terjadi karena perempuan milenial yang mempunyai jam kerja lebih panjang maka perempuan tersebut tidak sempat mengerjakan pekerjaan rumahtangga, atau bisa juga karena mempunyai jam kerja lebih banyak akan sejalan dengan pendapatan yang diterima menjadi lebih tinggi sehingga akan mengeluaran biaya untuk memperkerjakan orang lain untuk mengerjakan pekerjaan rumahtangga.
Peran ganda perempuan tersebut, ternyata hanya dicatat dalam suatu statistik saja, para ekonom belum sampai pada menghitung nilai ekonomi dari mengerjakan pekerjaan rumahtangga. Hanya karena mereka tidak mendapatkan upah atau gaji dari apa yang mereka kerjakan didalam rumahnya. Berbeda halnya ketika yang mengerjakan pekerjaan rumahtangga tersebut adalah seorang asisten rumahtangga (pembantu) maka kegiatan tersebut dihitung nilai ekonominya.
Jisoo BLACKPINK Hari Ini Ulang Tahun, Berikut 10 Fakta Dirinya, Bisa Tiga Bahasa Hingga Bisa Basket
Baru 11 Jam Dibuat, Akun Instagram Kang Daniel Eks WANNA ONE Langsung Miliki Satu Juta Follower
Bisa dibayangkan ketika perempuan milenial melakukan pekerjaan rumahtangga selama 3 jam per hari, maka angka itu setara dengan 9 ribu orang perempuan milenial bekerja sebulan tanpa gaji.
Kesempatan Kerja
Ironi muncul ketika perempuan milenial telah bekerja dengan berperan ganda, ternyata tingkat kesempatan kerjanya pun lebih kecil dibandingkan laki-laki.
Data Sakernas Februari 2018 menunjukan bahwa tingkat kesempatan kerja perempuan milenial sebesar 95,68 persen, sedangkan laki-laki sebesar 96,58 persen.
Tingkat kesempatan kerja untuk laki-laki dan perempuan milenial tersebut seolah-seolah memang tidak ada perbedaan jauh.
Namun, apabila ditelaah lebih dalam menurut pendidikan akan sangat terlihat jelas perbedaannya, tingkat kesempatan kerja perempuan milenial yang berpendidikan tinggi ternyata juga lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 91,11 persen berbanding dengan 94,86 persen.
Dilema perempuan milenial dalam menentukan apakah bekerja atau mengurus rumahtangga juga terkihat dari angka Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang begitu timpang dibandingkan dengan laki-laki, TPAK ini Mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah.