Sudah Dipenjara Tanpa Diadili, Ini Alasan Moh Roem Tetap Tak Membenci Soekarno
Setelah satu setengah bulan ditahan di Jakarta, pada Maret 1962 kami berenam dimasukkan ke penjara
Bagaimana sikap saya sendiri? Saya belum pernah memikirkannya.
Pandangan itu juga merangsangsaya untuk bertanya-tanya di dalam hati, "Bagaimana pandangan Ibu Sastrosatomo sendiri terhadap Soekarno?
Apakah ia membela Soekarno? Apakah ia seorang Indonesia suku Jawa yang mengkultuskan Soekarno? Mengapa ia berpesan agar putranya memohon pada Tuhan untuk memaafkan Soekarno?”
Saya menarik kesimpulan, Ibu Sastrosatomo tidak membela Soekarno.
Ia meminta putranya mengucapkan kalimat yang diajarkannya agar Subadio jangan hidup dengan membenci seseorang, sekalipun orang itu Soekarno yang menjebloskannya ke tahanan.
Hal ini dilakukannya terutama demi kesejahteraan batin putranya sendiri.
Secara tidak sengaja, saya merasa tertolong. Saya terbawa untuk tidak membenci Soekarno sebab benci tidak ada gunanya.
Walaupun demikian, saya merasa tidak perlu memintakan maaf untuknya.
Agustus 1967, saya dan istri tiba di bandara Schiphol, Belanda. Saya tercengang karena ditunggu sekitar 30 wartawan.
Baca: Bantah Isu Keberpihakannya, Agus : Saya Komitmen Jaga Netralitas
Padahal, kedatangan saya itu hanya sebagai orang biasa yang ingin mengumpulkan data untuk keperluan pribadi.
Rupanya mereka ingin mendengar komentar dari orang yang belum lama dikeluarkan dari tahanan Soekarno, setelah Orde Lama digantikan Orde Baru.
Saya ditanyai perihal kemungkinan PKI berkuasa kembali dan kemungkinan Soekarno berkuasa kembali.
Menjelang akhir wawancara, ketika saya akan bangkit dari kursi, seorang wartawan yang sudah berumur, mendekati saya dan bertanya, "Meneer Roem, waarom haat U Soekarno niet?" (Bapak Roem, kenapa Anda tidak membenci Soekarno?) Saya tertegun.
"Siapa bilang saya tidak membenci Soekarno?" saya balik bertanya. "Saya ditahan empat tahun empat bulan tanpa diadili."
Wartawan itu tertawa. "Nou ja, Anda tadi menjawab pelbagai pertanyaan perihal Soekamo tanpa ada tanda-tanda Anda membencinya."
"Saya tidak mempunyai cukup waktu untuk membenci Soekarno," jawab saya.
Saya tidak bisa menjelaskan kepadanya bahwa hal ini disebabkan oleh falsafah seorang perempuan yang bijaksana. (Mohamad Roem, SH. – Intisari September 1972)