Yang Gede Siap, Bagaimana yang Kecil? Transaksi Tunai di Atas Rp 100 Juta akan Dilarang (Bag-2)
BERBEKAL semangat untuk menekan transaksi tunai di dalam negeri, pemerintah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan
Selain sektor pertanian, RUU PTUK juga bakal merugikan para pelaku usaha di pasar tradisional. Abdullah Mansuri, Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), menyampaikan, aturan ini kurang relevan dengan kondisi di lapangan.
Terlebih, jika diterapkan di pasar tradisional klasifikasi B dan C. Khusus untuk klasifikasi A, sudah tidak ada yang melakukan transaksi tunai untuk transaksi di atas Rp 100 juta.
“Saat ini, di pasar tradisional masih gunakan tunai. Kalau pasar tradisional klasifikasi A tidak perlu diatur juga sudah berlaku, terlalu berisiko kalau bayar tunai, apakah selip, dicuri, atau lainnya,” tutur dia.
Meski transaksi pasar tradisional klasifikasi B dan C masih tunai, nilainya memang tidak besar. Abdullah bilang, tidak boleh semua berasumsi modern, sebab pasar tradisional ada untuk mengakomodasi kelas menengah bawah.
Di pasar tradisional sekarang banyak pembeli dan penjual berusia lanjut yang sulit beradaptasi dengan kemajuan teknologi.
“Kalau mau cashless di pasar tradisional, maka akan membutuhkan waktu yang sangat-sangat lama. Pedagang dan pembeli di pasar tradisional konvensional dan rata-rata sudah berumur,” lanjut Abdullah.
Agus Muharram, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, membenarkan, masih banyak pengusaha kecil dan menengah yang kerap menggunakan uang tunai dalam bertransaksi.
Makanya, pemerintah harus mensosialisasikan rencana pembatasan transaksi tunai seperti tertuang dalam RUU PTUK secara gencar, khususnya ke para pelaku UKM.
Aturan main tersebut, Agus menegaskan, tidak bisa langsung diterapkan begitu saja. “Harus bertahap, disosialisasikan dulu,” katanya.
Di luar negeri sekalipun, Agus menambahkan, proses transaksi jual beli belum sepenuhnya secara nontunai, dengan menggunakan bantuan mesin electronic data capture (EDC).
Mengakomodasi kekhawatiran tersebut, tim penyusun RUU PTUK telah membuat pengecualian khusus. Misalnya, tetap boleh melakukan transaksi tunai di atas Rp 100 juta di daerah yang belum tersedia penyedia jasa keuangan (PJK). Atau, sudah ada PJK tapi belum memiliki infrastruktur sistem pembayaran yang memadai.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Erwin Rijanto menilai, kebijakan pengecualian itu masih perlu diperjelas. “Prinsipnya, harus dipastikan bahwa tidak terdapat unsur atau klausul dalam RUU PTUK yang bisa mengganggu kegiatan perekonomian,” ujarnya.
Jadi, dalam pembahasan RUU PTUK masih terbuka peluang untuk perubahan, kok.
◆ Meski Baru RUU, Pemerintah Tetap Harus Gencar Melakukan Sosialisasi
Rencana pemerintah membatasi transaksi tunai maksimal sebesar Rp 100 juta sudah tepat. Begitu pandangan Direktur Penelitian Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Piter Abdullah.