Yang Gede Siap, Bagaimana yang Kecil? Transaksi Tunai di Atas Rp 100 Juta akan Dilarang (Bag-2)
BERBEKAL semangat untuk menekan transaksi tunai di dalam negeri, pemerintah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pembatasan
Pasalnya, seluruh transaksi konsumen dengan pengembang sudah nontunai. “Fenomena ini sudah berlangsung lama, ya, jadi tidak ada masalah,” katanya.
Saat ini, sudah tidak ada konsumen yang menenteng koper berisi uang dalam jumlah ratusan juta rupiah untuk membayar properti yang mereka beli. Kalau pun ada yang membeli secara tunai, pembayarannya melalui transfer via bank.
Memang, sih, masih ada beberapa konsumen yang membawa uang tunai, tapi dalam jumlah sedikit. Misalnya, untuk keperluan membayar uang muka (DP) properti yang mereka beli. “Jumlahnya jauh di bawah Rp 100 juta, tapi itu pun sangat jarang, ya,” kata Wibisono.
Baca: Penjualan Mobil Meningkat Jelang Lebaran, Suzuki Promo DP dan Angsuran Murah Hingga Hadiah
Baca: Melaju Makin Kencang, IHSG ke Level 6.088,79. Berikut Top Gainers dan Top Losers
Baca: IHSG Menghijau Lagi, Inilah 10 Saham LQ45 dengan PER Terkecil
Buat pengembang, transaksi nontunai lebih menguntungkan. Soalnya, perusahaan properti tidak perlu lagi menghitung uang pembelian dari konsumen. Pengembang juga lebih merasa aman menerima uang dalam bentuk nontunai. “Transaksi tercatat jelas, tak ada yang kurang-kurang,” bebernya.
Segendang sepenarian, Sutanto Tan, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI), bilang, pelaku usaha yang tergabung dalam AP3MI sudah lama melakukan transaksi bisnis secara nontunai.
Selain lebih aman, metode ini jadi pilihan karena membuat catatan pemasukan dan pengeluaran lebih transparan serta bisa dipertanggungjawabkan. “Kami sudah nontunai, sudah pakai giro. Sekarang juga sudah sistem online, transfer langsung ke rekening,” ujar dia.
Transaksi nontunai, Sutanto menambahkan, sekarang sudah menjadi tren di kalangan pengusaha, seiring terus berkembangnya infrastruktur perbankan yang banyak menawarkan kemudahan dalam bertransaksi.
“Ini tren di pasar modern yang bisa ditiru di pasar tradisional. Kami belajar dari perkembangan teknologi, sekarang sudah cashless di supermarket di luar negeri, orang tidak bayar tunai tetapi scan barcode bahkan hanya scan kartu identitas saja,” ungkap Sutanto.
UKM yang kena
Kendati banyak sektor usaha yang sudah terbiasa dengan transaksi nontunai, tetap ada yang bakal terkena dampak negatif dari penerapan RUU PTUK. Beberapa sektor bisnis yang berpotensi terganggu adalah usaha kecil dan menengah (UKM).
Selama ini, pelaku UKM masih terbiasa menggunakan transaksi tunai di kampung-kampung dan desa-desa.
Contohnya, sektor pertanian di pedesaan yang selama ini belum terbiasa dengan perbankan. “Mereka juga tidak terbiasa dengan pendaftaran tertulis dan penulisan anggaran keuangan yang baik, sehingga belum mau mencoba fasilitas perbankan,” jelas Danang.
Baca: Kabar Gembira! Tenaga Honorer K2 Bakal Divalidasi untuk Diangkat jadi PNS
Baca: Matahari Lippo Plaza Jadi Serbuan - Ini Item Pakaian Favorit Pria Milenial dan Wanita
Baca: Tetapan Zakat Fitrah Antar-kota/kabupaten di Jambi Berbeda. Ini Alasan Kemenag
Baca: Soal Diskon untuk Konsumen, 2 Departmen Store Ini Bantah Harga Dinaikkan Terlebih Dahulu
Padahal, ada banyak petani yang sekali melakukan transaksi di atas Rp 100 juta. Menurut Danang, hal semacam ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Terlebih, jika batas transaksi tunai benar-benar diturunkan menjadi Rp 25 juta, sesuai usulan dari KPK.
Ahmad Kholid, pelaku bisnis jual beli padi di daerah Lampung Selatan, mengaku keberatan dengan aturan pembatasan transaksi tunai maksimal Rp 100 juta. Selama ini, ia selalu membayar gabah petani dengan cara tunai. “Nilainya bervariasi tapi banyak juga yang sampai ratusan juta sekali transaksi dengan petani,” bebernya.
Menurut Kholid, banyak petani lebih senang dibayar tunai karena belum terbiasa melakukan transaksi lewat bank. Bila dilarang melakukan transaksi secara tunai di atas Rp 100 juta, ia khawatir akan berdampak terhadap bisnis yang sekarang dia geluti. “Jadi faktanya di daerah seperti itu,” cetusnya.