Ini Kalimat Satir Ki Hajar Dewantara Yang Bikin Merah Kuping Penjajah Belanda, Tajam

Bersama dr Cipto Mangunkusumo dan Deuwes Dekker, pada 13 September 1913, Ki Hajar Dewantara dibuang ke Negeri Belanda hampir enam tahun.

Penulis: Duanto AS | Editor: Duanto AS
Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara. (kolase) 

Banyak yang tidak mengetahui, namanya diabadikan sebagai nama kapal perang Indonesia, KRI Ki Hajar Dewantara. Selain itu, potret Ki Hajar Dewantara diabadikan pada uang kertas pecahan 20.000 rupiah tahun edisi 1998.

Ki Hajar Dewantara dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang ke-2 oleh Presiden RI, Sukarno, pada 28 November 1959. Itu berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959, tanggal 28 November 1959.

Pengasingan

Dalam pengasingan di Belanda, Soewardi aktif dalam organisasi para pelajar asal Indonesia, Indische Vereeniging (Perhimpunan Hindia). Pada 1913, dia mendirikan Indonesisch Pers-bureau, "kantor berita Indonesia". Ini adalah penggunaan formal pertama dari istilah "Indonesia", yang diciptakan tahun 1850 oleh ahli bahasa asal Inggeris George Windsor Earl dan pakar hukum asal Skotlandia James Richardson Logan.

Di sinilah ia kemudian merintis cita-citanya memajukan kaum pribumi dengan belajar ilmu pendidikan hingga memperoleh Europeesche Akta, suatu ijazah pendidikan yang bergengsi yang kelak menjadi pijakan dalam mendirikan lembaga pendidikan yang didirikannya. Dalam studinya ini Soewardi terpikat pada ide-ide sejumlah tokoh pendidikan Barat, seperti Froebel dan Montessori, serta pergerakan pendidikan India, Santiniketan, oleh keluarga Tagore. Pengaruh-pengaruh inilah yang mendasarinya dalam mengembangkan sistem pendidikannya sendiri.

Mendirikan Taman Siswa

Soewardi kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Ganti Nama Pada Usia 40

Saat berusia 40 tahun, menurut hitungan penanggalan Jawa, dia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Baca: 7 Hal Penting Terkait Kartu SIM Prabayar Belum Diregistrasi, Perhatikan!

Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. ("di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan"). Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah Perguruan Tamansiswa.

Masa Indonesia merdeka

Dalam kabinet pertama Republik Indonesia, KHD diangkat menjadi Menteri Pengajaran Indonesia (posnya disebut sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan) yang pertama. Pada 1957 ia mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada.

Suwardi Suryaningrat meninggal dunia di Yogyakarta, pada 26 April 1959. Doa dimakamkan di Taman Wijaya Brata.

Baca: Paling enak itu kalau sudah pake daster Wajah Dewi Perssik Tanpa Make Up

Baca: Wajar Puluhan Miliar per Bulan! Merinci Pemasukan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Yang Moncer

Baca: Pengumuman Kelulusan SMA 2018 Hari Ini Kemendikbud Sudah Serahkan Hasil UN 30 April

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved