Ini Kalimat Satir Ki Hajar Dewantara Yang Bikin Merah Kuping Penjajah Belanda, Tajam
Bersama dr Cipto Mangunkusumo dan Deuwes Dekker, pada 13 September 1913, Ki Hajar Dewantara dibuang ke Negeri Belanda hampir enam tahun.
“…Seandainya aku orang Belanda, aku protes peringatan yang akan diadakan itu…
Tapi aku bukan bangsa Belanda. Aku hanya putra bangsa kulit coklat warga negara jajahan Belanda.
Karenanya, aku tidak protes…
Sudah sebagai kewajibanku sebagai penduduk tanah jajahan Belanda untuk memperingati dengan sepenuhnya hari kemerdekaan Negeri Belanda, negara yang kami pertuan.
Aku akan minta pada segenap kawan sebangsa dan sependuduk jajahan kerajaan Belanda untuk ikut merayakannya…
Dengan demikian, kami akan mengadakan ‘demonstrasi kesetiaan’.
Alangkah besar hati dan gembiraku… Syukur alhamdulillah bahwa aku bukan orang Belanda…”
Reaksi Belanda atas pamflet itu pun tak kalah galaknya.
Bersama dua rekannya, dr Cipto Mangunkusumo dan Deuwes Dekker, pada 13 September 1913, Ki Hajar Dewantara dibuang ke Negeri Belanda selama hampir enam tahun.
Terlahir sebagai bangsawan
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (ejaan lama) atau Suwardi Suryaningrat (ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan). Dia lahir di Pakualaman, 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun.
Seperti dituliskan di wikipedia, Suwardi Suryaningrat merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.
Perlu diketahui, dia merupakan pendiri Perguruan Taman Siswa. Lembaga pendidikan itu memberikan kesempatan bagi pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Ki Hajar Dewantara menciptakan semboyan yang terkenal. Tut wuri handayani, menjadi slogan Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia.
Baca: Kesaksian Pembeli Pertama Orang yang Membeli Robot Seks, Disebut Duda dan Orang Cacat Terbanyak