Nasib 2 Jenderal Mantan Bareskrim yang Dulu Paling Berani Obok-obok KPK, Petani dan Cuci Mobil
Dua sosok yang pernah menjabat Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri dikenal kontroversial. Pertama, Susno Duadji
Di bawah kepemimpinan Budi, Bareskrim juga menangani kasus yang menjerat aktivis antikorupsi, antara lain Denny Indrayana dan dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo serta Emerson Yuntho.
Budi Waseso Vs Buya Syafii
Proses hukum dua pimpinan KPK di Bareskrim Polri sempat diwarnai adu pendapat antara Budi dan mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, yang biasa disapa Buya Syafii.
Buya menuding Budi telah melakukan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.
Oleh sebab itu, ia layak dicopot.
Harapan agar Budi dicopot tak hanya sekali dilontarkan Buya.
Ia kembali mengungkapkannya saat Bareskrim Polri menetapkan dua komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri dan Suparman Marzuki ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik hakim Sarpin Rizaldi.
Menanggapi pernyataan Buya, Budi mengatakan, "Beliau (Syafii) kan bukan orang bodoh. Dia pasti mengerti mana penegakan hukum yang benar. Apa kapasitasnya beliau? Enggak usahlah berkomentar dan mencampuri penegakan hukum kalau dia tidak mengerti penegakan hukum itu sendiri," ujar dia.
Baca: Cek Endra Bakal Intervensi Angaran untuk Antisipasi Narkoba, Ini Langkah-langkahnya
Baca: Ayah Kandung Bejat, Merudapaksa Anak Sendiri dan Mengonsumsi Narkoba di Bungo
Kasus Kondensat Hingga Sapi
Beberapa kasus yang diusut Bareskrim di bawah kepemimpinan Budi di antaranya dugaan korupsi penjualan kondensat, dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS), dugaan penimbunan sapi, dan dugaan korupsi mobile crane pada PT Pelindo II.
Kasus-kasus tersebut diduga melibatkan sejumlah nama besar sehingga Bareskrim Polri menjadi sorotan saat memanggil dan memeriksa mereka.
Namun, Bareskrim dikritik karena dari sejumlah kasus yang ditangani itu, belum ada yang masuk ke pengadilan alias P-21, kecuali kasus UPS.
Merespons kritik ini, Budi memastikan kasus-kasus itu tak ada yang mandek.
"Semua berjalan, tinggal menunggu saja. Jika ada kendala, bukan berarti berhenti semuanya kok. Yang penting kita berjalan apa adanya saja," ujar Budi.
LHKPN
Pernyataan kontroversial juga pernah dilontarkan Budi pada medio Mei 2015 saat laporan harta kekayaannya dipertanyakan.
Budi tak memenuhi kewajibannya sebagai pejabat negara dalam hal pengisian laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada KPK.
Ia mengatakan, lebih baik KPK sendiri yang datang untuk menelusuri harta kekayaannya.
Menurut Budi, hal itu lebih obyektif dan jujur ketimbang sang pejabat negara yang mengisi formulir LHKPN sendiri.
"Saya tidak mau saya yang melaporkan. Suruh KPK sendirilah yang mengisi itu. Malah lebih obyektif dong kalau begitu. Kan dia punya tim sendiri, cek sendiri, dan sebagainya," kata Budi.
Capim KPK Jadi Tersangka
Terakhir, beberapa hari menjelang penyerahan delapan nama capim KPK dari Pansel KPK kepada Presiden Joko Widodo, Budi menyebut ada salah seorang calon pimpinan atau capim yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Namun, ia tak mau menyebut siapa calon yang dimaksud dan meminta Pansel untuk tak meloloskan nama yang "distabilo merah" oleh Polri.
Sejumlah pihak menilai, pernyataan Budi sarat kepentingan dan "ancaman" kepada Pansel.
"Kalau tidak salah, ada yang dua hari lalu sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh penyidik saya," ujar Budi.
Pernyataan Budi juga dinilai sebagai upaya intervensi terhadap Pansel.
Setelah berulang kali menyatakan tak akan menyebut nama capim yang menjadi tersangka, pada Kamis (3/9/2015) kemarin, Budi akhirnya mengatakan bahwa Nina Nurlina Pramono telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dan pencucian uang di Pertamina Foundation.
Mantan Direktur Eksekutif Pertamina Foundation itu masuk dalam 19 besar capim KPK.
Ceplas-ceplos Terkait pernyataan-pernyataannya yang kerap menimbulkan kontroversi, Budi mengatakan, apa yang disampaikannya adalah hal yang biasa. "
Ya saya memang gitu, ceplas-ceplos," ujar Budi.
Namun, ia memastikan, pernyataan yang dilontarkannya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Jika digeser karena dianggap menimbulkan kegaduhan, Budi tak mempersoalkannya.
Ia menganggap jabatan adalah amanah yang suatu saat bisa datang, bisa pula pergi.
Lebih Gila dari Dueterte
Selesai menjabat Kabareskrim, Budi kemudian diangkat menjabat Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), September 2015 hingga Maret 2018.
Pada bulan ini, dia berhenti menjabat Kepala BNN seiring dirinya memasuki masa pensiun sebagai anggota Polri.
Selama menjabat Kepala BNN, Budi dianggap sangar dalam memerangi narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia.
Bahkan dia menyatakan dirinya lebih gila dari Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
Budi mengatakan itu saat mengungkap kekecewaannya pada oknum di lembaga pemasyarakatan.
Menurutnya, BNN selama ini sudah bekerja keras meringkus jaringan pengedar narkotika, tetapi oknum Lapas malah bekerja sama dengan mereka.
Duterte memang dikenal dunia internasional sebagai presiden yang gencar memerangi narkotika.
Bahkan Duterte tak segan membunuh serta menghukum mati para pihak yang terlibat jaringan narkotika di Filipina.
Budi mengatakan pada 2017 BNN menangani sekitar 29 ribu kasus terkait peredaran narkotika.
Lebih dari 90 persen kasus melibatkan jaringan di dalam lapas.
Budi menyesal tak punya kewenangan pada ranah lapas selama menjabat Kepala BNN sejak 8 September 2015.
Kewenangan tersebut berada pada Kementerian Hukum dan HAM RI.
Ia hanya bisa mengajukan gagasan, seperti yang dilakukannya pada 2015 lalu.
Budi mengusulkan untuk membangun lapas di pulau-pulau terluar khusus bagi para terpidana jaringan narkotika.
Tak lupa, ia menyertakan buaya sebagai penjaga lapas menggantikan manusia yang menurutnya mudah diintervensi iming-iming materi.
Dia mengaku sudah mengajukan rencana itu secara detail ke Kemenkumham dan sudah diterima Presiden.
Namun, hingga ia menanggalkan jabatan pada 1 Maret 2018, belum juga ada realisasi.
SAAT MEREKA PENSIUN
Susno Jadi Petani
Setelah tidak lagi bertugas pada Polri, Susno mengaku tidak memiliki kegiatan khusus dalam kesehariannya.
Ia menuturkan dirinya saat ini hanya sibuk bercocok tanam atau bertani.
"Nggak ada kegiatan apa-apa, tani aja udah, hanya bertani aja," ujar Susno, kepada Tribunnews di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (2/9/2017).
Susno menyebut dirinya kini berbaur dengan masyarakat dan menjadi rakyat pada umumnya.
Ia banyak menghabiskan waktunya beristirahat.
Berbeda ketika dirinya masih bertugas di kepolisian.
"Saya istirahat aja, jadi rakyat jelata," jelas Susno.

Dikatakan dia setelah tidak lagi bertugas di kepolisian tentu tidak ada 'hal penting' yang bisa disampaikan kepada media.
"Saya kan sudah nggak aktif lagi (di Kepolisian RI), jadi nggak punya berita lagi," kata Susno lalu tertawa.
Lebih lanjut Susno mengingatkan, sebagai seorang petani biasa, dirinya merasa tidak ada informasi penting yang dapat ia berikan.
"Wong (pekerjaan saya sekarang) hanya petani aja kok," ujar Susno.
Perlu diketahui, setelah pensiun dari kepolisian, Susno memiliki kesibukan 'berbaur dengan masyarakat'.
Ia memilih untuk bertani mengelola kebun dan sawah warisan orangtuanya.
Buwas Cuci Mobil
Budi tampak sibuk mencuci jeep merek Land Rover hitam di depan rumahnya, komplek Perwira TNI AD, Jalan Bulakrantai, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (2/3/2018), sehari setelah memasuki masa pensiun.
Dengan teliti, jenderal polisi yang dikenal dengan sapaan Buwas itu menyemprotkan air dari selang, memberi air sabun dan mengelap setiap bagian luar mobil tersebut.
Ia bahkan, menyikat bersih bagian pijakan kaki (footstep) yang tampak kotor.
Setelah tampak kinclong, Buwas langsung memasuki mobil dengan sistem penggerek 4 roda (four-wheel drive) alias 4WD atau 4X4 tersebut.
Selamat menikmati masa pensiun, jenderal.(*)