'Saya Sudah Rela Mati Asal Bisa Lihat Keponakan' Teriris Hati Bacanya!
Rumah itu bercat putih kusam di beberapa bagian telah lapuk dimakan waktu. Tak ada teras dan tak ada yang istimewa. Hanya ada satu kursi yang
Sesaat setelah diperhatikan dengan seksama, selain punggung dan sebagain kepala yang mengelupas, Tribun Jogja mendapati ada yang berbeda dari telinga Mbah Pariyem. Tampak daun telinga sebelah kanan hilang. Rata dengan kulit kepala.
"Kuping kulo ilang setunggal niki dioperasi teng Sardjito. Sampun kalih tahun, (Kuping saya hilang satu dioperasi di Rumah sakit Sardjito, sudah 2 tahun)," terangnya.
Selayang pandang mata memandang, rumah yang didiami Mbah Pariyem sangat sederhana.
Tak ada kesan layak. Ruang depan hanya ada dua kursi, satu meja dan dipan tempat tidur.
Perabitan hanya ada satu televisi yang tampak sudah sangat usang penuh dengan debu.
Baca: Ahui Mendadak Buta Warna Dipersidangan Suap Ketop Palu RAPBD Jambi 2018
Baca: Warung Remang-remang Jadi Lokasi Esek-esek, 9 Orang Diamankan
Di sudut ruangan, sisa jaring laba-laba masih begitu kentara menempel di ventilasi jendela. Semakin menambah kesan kisah pada rumah itu.
Rumah yang ditempati Mbah Pariyem merupakan rumah kakaknya, Marto Utomo. Ia sendiri sebenarnya tinggal di belakang rumah itu.
Namun semenjak dirinya sakit dan suaminya meninggal dunia ia memilih tinggal dan hidup bersama kakaknya.
"Omah kulo disuwungke. Lah kepiye, kulo sampun mboten saged ningali. Loro, Mboten saged teng pundi-pundi (Rumah saya tidak dihuni. Mau bagaimana lagi, saya tidak bisa melihat, sakit-sakitan, tidak bisa kemana-kemana)," ujarnya.
Diceritakan Mbah Pariyem, sakit pada tubuhnya berawal dua tahun lalu. Ketika itu, pagi, selepas sholat subuh ia bermaksud hendak membantu hajatan di rumah tetangganya.
Saat itu, ia hendak menanak ubi dan memasak air menggunakan kayu jambu. Ketika hendak mengangat dari tungku yang berisi air panas, kayu pegangan patah dan nahasnya air panas itu tumpah dikepalanya.
Apesnya, arang panas bekas memasak air itu juga hingga dipunggungnya.
"Baju kulo kebakar sampai kulit. Rosone perih, loro tenan (Baju saya kebakar sampai kulit dipunggung, perih, sakit sekali)," ujarnya mengenang.