'Saya Sudah Rela Mati Asal Bisa Lihat Keponakan' Teriris Hati Bacanya!
Rumah itu bercat putih kusam di beberapa bagian telah lapuk dimakan waktu. Tak ada teras dan tak ada yang istimewa. Hanya ada satu kursi yang
Peristiwa yang tak terlupakan itu, selain membakar punggung dan melepuhkan sebagain kepalanya. Mbah Pariyem juga terpaksa harus kehilangan penglihatannya.
Mata sebelah kirinya melepuh akibat tersiram air mendidih dan panasnya api.
Kontan saja, setiap hari ia hanya bisa merenda waktu. Menjalani hari demi hari dengan gelap dan rasa sakit yang terus menerus mendera.
"Kulo sampun ikhlas mati, pengarepan kulo mung siji, iso ndelok ponakan kulo (Saya sudah siap mati, jika diizinkan saya hanya ingin melihat keponakan saya)," tutur Mbah Pariyem pasrah.
Mata itu terlihat berkaca-kaca, seakan ada beban berat dalam gemuruh jiwanya yang tiba-tiba mendesak keluar.
Mbah Pariyem sendiri tak memiliki anak. Bahtera rumah tangga bersama suaminya, Sarijo, tak dikaruniai keturunan. Saat usianya kian senja, ia diberi cobaan yang begitu purna.
Menjadi tua sendiri dengan sakit yang terus mengegrogoti tubuhnya membuat mbah Pariyem hanya bisa terbaring lemah. Penuh kepasrahan. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Derita Mbah Pariyem, Hidup Kesepian di Usia Senja : 'Saya Sudah Rela Mati Asal Bisa Lihat Keponakan',