Blak-blakan. Ini Cerita Mantan Wapres RI Try Sutrisno Dibalik Pengunduran Diri Soeharto. Ternyata

Mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno mengakui reformasi merupakan tuntutan jaman. Bahkan, Presiden ke-2 RI Soeharto juga menyadari

Editor: rida
KOMPAS.com Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998. 

TRIBUNJAMBI.COM --- Mantan Wakil Presiden RI Try Sutrisno mengakui reformasi merupakan tuntutan jaman.

Bahkan, Presiden ke-2 RI Soeharto juga menyadari hal tersebut.

Saat Presiden Soeharto lengser, Try Sutrisno sudah tidak menjabat Wakil Presiden.

Baca: Masih Ingat Pengemudi Mazda yang Adu Jotos dengan Anggota TNI? Mengejutkan, Hidupnya Kini Tragis!

Baca: Dukung Perppu Ormas, SBY: Ormas Wajib Taati Aturan yang Ditetapkan Negara

Baca: Heboh Makna Batik yang Dikenakan Jokowi dan Anies Saat Ketemuan, Benarkah Mereka Saling Sindir?

Baca: Pabrik Mercon Meledak, Polisi Angkat Tangan, Ini Cerita Korban yang Selamat

Sebelum Soeharto lengser, Try Sutrisno mengatakan penguasa Orde Baru itu sempat menawarkan ke sejumlah pihak untuk membentuk tim yang akan mengatur jalannya reformasi.

Namun tawaran presiden saat itu ditolak mentah-mentah.

"Saya tidak mau diajak bapak (mengawal) reformasi, saya mau pak Harto turun. Saya tidak mau menyebut namanya," ujar Try Sutrisno mengurangi pernyataan sang reformis, pada kuliah umumnya, di Para Syndicate, Jakarta Selatan, Kamis (26/10/2017).

Posisi Soeharto saat itu terdesak.

Selain menghadapi demo mahasiswa di depan istana, dunia internasional juga menekan Soeharto yang saat itu sudah menjabat sebagai Presiden selama 32 tahun.

Soeharto juga mendapat tekanan dari anak buahnya sendiri.

Saat itu 14 menteri yang ia tunjuk, menyatakan pengunduran diri.

"Ada 14 menteri waktu itu, teken (surat) mundur, ini istilah tentara insubordinasi, karena kabinet presidensial, ini menteri dipilih presiden, di berhentikan presiden, tidak bisa berhenti sendiri," ujarnya.

"MPR pun (menekan), Harmoko Cs, mengimbau Pak Harto secara konstitusional turun, Pak Harto orang bijak, kalau dia mau menggunakan "power" nya (red: kekuatannya), bisa saja, tapi ya berdarah-darah, beliau tahu situasi seperti itu," katanya.

Soeharto akhirnya memutuskan untuk mundur.

Pada 21 Mei 1998, ia menyampaikan pidato pengunduran dirinya sebagai Presiden RI.

Setelahnya, BJ. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden, diangkat sumpahnya untuk menggantikan Presiden Soeharto.

"Begitu turun, saya ke Cendana, bersama Jendral Edi Sudrajat, pak kenapa bapak memilih cara seperti itu, di negara yang sebesar NKRI ini. Jawabanya sangat filosofis, dan etis, jawabannya itu 'saya sudah tidak dipercaya,'" ujarnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved