Aktivitas Gunung Agung Sudah Meningkat Luar Biasa, 9.000 Lebih Warga Mengungsi

Pihak berwenang sudah meminta wisatawan dan penduduk setempat agar tidak berkemah atau melakukan pendakian dalam radius sekitar 9km dari kawah gunung.

Editor: Nani Rachmaini
Petugas BPBD terus menyiapkan fasilitas di sejumlah pos pengungsian warga sekitar Gunung Agung di Bali 

TRIBUNJAMBI.COM - Sebanyak 9.421 warga Kabupaten Karangasem, Klungkung, dan Buleleng telah mengungsi sejak status Gunung Agung di Bali ditingkatkan ke level awas awal pekan lalu. Dalam sebulan terakhir gunung itu menunjukkan aktivitas kegempaan terbesar setelah terakhir kali meletus tahun 1963 dan menewaskan 1.148 orang.

Pihak berwenang sudah meminta wisatawan dan penduduk setempat agar tidak berkemah atau melakukan pendakian dalam radius sekitar 9km dari kawah gunung.

"Sebaiknya tidak ada kegaitan masyarakat umum di dalam radius tertentu karena kemungkinan letusan," jelas Sutopo Purwo Nugroho dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, BNPB.

Sementara pemerintah Australia sudah mengeluarkan saran perjalanan, Jumat (22/09), agar warganya di Bali -dan yang akan ke Bali- berhati-hati dan mengikuti isntruksi dari pihak berwenang Indonesia.

Peningkatan aktifitas gunung memang menunjukkan peningkatan beberapa waktu belakangan.

"Gempa Gunung Agung dalam satu bulan biasanya tercatat hanya satu atau dua kali, tapi sejak Agustus lalu ada peningkatan yang luar biasa," kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kasbani, Jumat (22/09).

Menurut catatan PVMBG, letusan Gunung Agung pada 1963 berselang 120 tahun dari letusan sebelumnya. Dalam laporan geolog MT Zen dan Djajadi Hadikusumo yang diterbitkan pada 1964, ribuan korban letusan itu tewas akibat terpapar awan panas.

Sementara itu, sekitar 200 korban lainnya tewas karena tersapu lahar dingin. Hujan deras yang turun ketika letusan berlangsung, kata dua geolog itu, memicu aliran lahar yang merusak desa-desa.

Kasbani menyebut pemantauan yang dilakukan pemerintah terhadap potensi Gunung Agung saat ini lebih baik dibandingkan kejadian 1963. Ia berkata, saat itu pemerintah belum mempunyai alat pemantau.

"Tidak seperti sekarang, dulu juga tidak ada peringatan level satu, dua, dan tiga. Tahu-tahu sudah meletus," ujarnya kepada BBC Indonesia.

Meski demikian, Kasbani mengaku tidak dapat menjamin letusan Gunung Agung tak akan berdampak besar kepada lingkungan di sekitarnya. Ia berkata, PVMBG akan terus memperbarui informasi terkait gunung tersebut.

"Tahun 1963 letusannya sangat besar, kami tidak tahu apakah sekarang akan sebesar itu atau tidak," ucap Kasbani.

Di sisi lain PVMBG tidak dapat memprediksi perkiraan waktu letusan maupun penurunan aktivitas Gunung Agung. Gunung itu, kata Kasbani, tidak dapat dibandingkan dengan gunung berapi lain, termasuk Sinabung di Sumatera Utara yang dalam lima tahun terakhir masuk level awas.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat 49.485 orang di enam desa yang masuk kawasan rawan bencana Gunung Agung. Dari jumlah itu, saat ini 1.259 orang di antaranya telah mengungsi.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, menyebut para pengungsi itu tinggal di sejumlah pos yang disiapkan pemerintah maupun secara mandiri di rumah-rumah warga lain.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved