Fasilitas Ilegal Drilling di Batanghari dari Warung Nasi Siap Antar Hingga Jasa Pembuat Ring Pompa

Terdapat ratusan sumur ilegal di lokasi perkebunan sawit di Desa Pompa Air, Batanghari.

Penulis: Abdullah Usman | Editor: Teguh Suprayitno
Tribunjambi/Abdul Usman
Lokasi ilegal drilling di Desa Pompa Air, Batanghari. 

Laporan Wartawan Tribun Jambi Abdullah Usman

TRIBUNJAMBI.COM, MUARA BULIAN - Terdapat ratusan sumur ilegal di lokasi perkebunan sawit di Desa Pompa Air, Batanghari. 

Pantauan Tribunjambi.com, di lokasi pengeboran sumur ilegal drilling di kawasan Desa Pompa Air tersebut terdapat hal lain yang menarik perhatian, di antaranya di lokasi tersebut didapati jasa pesananan makanan siap antar.

Selain itu juga ada jasa pembuatan ring pompa yang digunakan sebagai penopang jarum pengebor minyak atau yang dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan canting minyak.

Fasilitas pendukung di lokasi penambangan minyak ilegal tersebut terbilang lengkap. Tidak hanya itu di lokasi pengeboran juga banyak ditemukan sistem pengeboran yang sudah terbilang canggih.

Baca: Diduga Dapat Tekanan, Operasi Penutupan Ilegal Drilling di Pompa Air Dihentikan

Baca: Bertahun-tahun Berkonflik, PT.AAS dan Warga Mandiangin Sepakat Damai

Baca: Kepala UPT Samsat Muarojambi Beberkan Modus Penipuan Mantan Anak Buahnya

Baca: Urus Perubahan Nopol Mobil Dinas, Satpol PP Muarojambi Malah Kena Tipu Oknum UPT Samsat

Baca: VIDEO: Detik-detik Aksi Begal di Medan Terekam CCTV, Korban Sempat Berikan Perlawanan

Semain itu, hasil tambang minyak ilegal tersebut tidak hanya dinikmati oleh penduduk sekitar maupun pemilik sumur melainkan juga warga luar Desa di mana mereka memanfaatkan minyak melimpah untuk dikumpulkan atau yang mereka sebut dengan memeras minyak selanjutnya dijual ketoke-toke di lokadi tersebut.

Sumarni (45) misalnya, dengan memeras minyak tercecer di saluran pembuangan dan kolam-kolam kecil tersebut, dirinya dan rekannya dapat menghasilkan rupiah yang cukup besar tergantung dari seberapa banyak minyak yang mereka kumpulkan.

"Minyak sisa atau baret yang dikumpulkan tadi jika hingga satu drum baru kita jual ke pengepul. Hitungan per drumnya berkisaran Rp 250-300 ribu," ujarnya kepada Tribunjambi.com, Selasa (29/1).

Dikatakanya hampir setiap hari baik dirinya mauñun warga sekitar melakukan aktifitas yang sama, menurutnya dengan pekerjaan tersebut terbilang lebih mencukupi kebutuhan keluarga dan sehari hari. Daripada mengandalkan hasil perkebunan terutama kebun karet saat ini.

"Kalo untuk risiko sakit sejauh ini tidak ada yang kita keluhkan, yang penting antisipasi kita saja," jelasnya.

Meski demikian dirinya tidak memungkiri, jika dampak dari aktivitas tersebut juga berdampak buruk bagi lingkungan. Terutama kondisi air sungai di kawasan sekitar lokasi pengeboran minyak.

"Kalo sungai di belakang kitoni kito sebut dengan Sungai Merah. Karena airnyo sudah bercampur minyak dan limbah jadi berubah," tuturnya.

Baca: 24 Orang Kena DBD, Dinkes Sarolangun Ajak Puskesmas Hingga Kades Berantas DBD

Baca: Ribuan Tabloid Indonesia Barokah Dikirim ke Kota Jambi, Kerinci, di Bungo Dikirimi 17 Karung

Baca: Program MIKiR, Membuat Naufal tak Lagi Merasa Sendiri

Baca: Bupati Romi Ingin Pemkab Tanjab Timur Miliki 10 Persen Saham PetroChina

Baca: 2.231 Amplop Tabloid Indonesia Barokah Masuk Kantor Pos, Ditujukan ke Pesantren dan Masjid di Jambi

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved