Gas Elpiji
Pangkalan Tolak Kartu Kendali Pembeli Gas LPG 3 Kg. 'Lebih Baik Cabut Subsidi, Berikan Pada. . .'
Rencana Pemerintah Kota Jambi untuk membuat kartu kendali tidak disetujui pangkalan gas LPG 3 kg. Karena hal ini dinilai tidak memiliki
Penulis: Rohmayana | Editor: Fifi Suryani
Laporan Wartawan Tribunjambi.com Rohmayana
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Rencana Pemerintah Kota Jambi untuk membuat kartu kendali tidak disetujui pangkalan gas LPG 3 kg. Karena hal ini dinilai tidak memiliki acuan siapa yang berhak menerima kartu kendali tersebut.
Seperti yang disampaikan Erwin, pemilik pangkalan di daerah mengatakan bahwa siapa saja yang berhak memiliki kartu kendali. Jika warga yang berpenghasilan dibawah 1,5 Juta, apa mungkin bisa dijadikan patokan.
Baca: VIDEO: Baru Turun dari Pesawat, DPO Kasus Perbankan Sungai Penuh Langsung Jalani Hukuman
"Sedangkan tukang bangunan saja memiliki gaji rata rata 100 Ribu perhari, kalau dihitung satu bulan maka gaji tukang ini Rp 3 Juta. Artinya mereka tidak layak untuk mendapatkan kartu kendali. Sementara yang kita ketahui kebutuhan tukang dengan gaji seperti itu pasti banyak," kata Erwin saat hearing bersama dengan Komisi II DPRD kota Jambi, Rabu, (26/9).
Hal yang sama disampaikan Temah pemilik pangkalan Nurjanah, Jelutung, ia mengatakan tidak ada acuan yang jelas untuk menentukan siapa yang berhak menerima kartu kendali tersebut. Jika yang menjadi acuan adalah Perda Nomor 13 Tahun 2013, maka saat ini tidak ada lagi warga yang penghasilannya Rp1,5 juta per bulannya.
"Kita hitung gaji kenek tukang saja Rp80.000 sehari, jadi gimana mau cari yang Rp1,5 juta itu," kata Temah.
Temah menambahkan kendala dalam pendistribusian gas subsidi ini adalah tidak adanya kesadaran masyarakat. Sebagai pedagang, dirinya tidak bisa menolak untuk tidak melayani. Apalagi jika pembeli sudah mengatakan warga Indonesia berhak untuk membeli gas.
"Jadi kadang orang yang pakai mobil juga menggunakan gas subsidi, makanya lebih baik dicabut saja subsidi nya. Subsidi uangnya langsung diberikan saja ke warga miskin melalui PKH," katanya.
Baca: 24 Peserta Lelang Jabatan Pemprov Jambi Tes Urine di BNNP Jambi
Baca: Fasha Ajak Mahasiswa Miliki Visi dan Daya Saing yang Tangguh
Ketua Komisi II DPRD Kota Jambi, Umar Faruk mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar keluhan keluhan agen dan pangkalan gas elpiji 3 kg. Untuk sementara pihaknya mengimbau agar agen dan pangkalan tetap melayani seperti biasanya.
"Kemudian ada masalah keluarnya kartu kendali, untuk saat ini kami tidak akan mendukung kebijakan tersebut. Karena akan membuat dampak lain di tengah masyarakat," kata Faruk.
Menurutnya, pemakai gas 3 kg di masyarakat hanya itu-itu saja, tidak ada yang berganti orangnya. Kemudian jika diterbitkan kartu kendali, ditakutkan hal ini akan memicu gejolak di tengah masyarakat yang tidak menerima kartu kendali tersebut. "Jadi kita minta ditunda dan kami akan Panggil Disperindag karena kebijakannya salah," katanya.
Pihaknya akan menanyakan kepada Disperindag atas dasar apa pihaknya mengambil data di tengah masyarakat untuk menerbitkan kartu kendali tersebut.
Baca: Tak Korum, Rapat Paripurna Tetap Dilanjutkan
Baca: Jadi Pembicara, Wali Kota Fasha Edukasi Netizen Bijak Bermedia Sosial
Baca: Paripurna Malam Hari, Tamu Undangan Berhamburan
"Datanya diambil dari kantor mana ini. Tingkat kategori miskin di Kota Jambi ini kriterianya apa, sampai sekarang banyak yang mengaku miskin. Di dalam Perda Nomor 13 tahun 2013 itu diatur bahwa kategori miskin itu yang penghasilannya 1,5 juta, tapi siapa yang tahu, tentu ini akan menimbulkan gejolak, dan kisruh," ujarnya.
Sementara itu Ketua Advokasi Hiswana Migas Zulkifli Somad, mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan surat kepada pemerintah Kota Jambi. Menurutnya rencana pemerintah untuk menerbitkan kartu kendali tersebut kurang tepat. Berdasarkan peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2009 dan Perda nomor 13 tahun 2013 bahwa yang berhak menerima adalah warga yang penghasilannya 1,5 juta atau UMKM Rp 3 juta.
"Kalau patokannya itu, buruh dan tukang saja sekarang Rp100.000 per hari. Artinya kalau 1 bulan itu sudah Rp3 juta, jadi sudah tidak relevan," katanya.