Berita Viral

Irene Meninggal Bersama Janinnya Gegara Ditolak Sejumlah Rumah Sakit, Keluarga Desak Investigasi

Kematian seorang ibu hamil di Jayapura kembali membuka luka lama soal buruknya pelayanan kesehatan di Papua.

Penulis: Tommy Kurniawan | Editor: Tommy Kurniawan
ist
Irene Meninggal Bersama Janinnya Gegara Ditolak Sejumlah Rumah Sakit, Keluarga Desak Investigasi 
Ringkasan Berita:
  1. Ibu hamil di Jayapura meninggal bersama janinnya
  2. Keluarga menuding sistem kegawatdaruratan gagal total
  3. Persoalan biaya dan kamar penuh disebut jadi alasan penolakan

 

TRIBUNJAMBI.COM – Kematian seorang ibu hamil di Jayapura kembali membuka luka lama soal buruknya pelayanan kesehatan di Papua.

Diam-diam publik dikejutkan dengan kabar duka Irene Sokoy, ibu hamil asal Kampung Hobong, Sentani, yang mengembuskan napas terakhir bersama bayi dalam kandungannya usai diduga ditolak sejumlah rumah sakit.

Pihak keluarga kini mendesak pemerintah dan lembaga terkait segera turun tangan mengusut penyebab tragedi memilukan ini.

Irene telah dimakamkan pada Rabu, 19 November 2025, namun jejak kasusnya kian memantik kemarahan warganet di media sosial.

Ironinya, peristiwa ini bukan terjadi di pelosok terpencil yang serba terbatas, melainkan di wilayah kota dengan fasilitas kesehatan yang terbilang lengkap.

Menurut keterangan pihak keluarga, Irene mulai merasakan sakit hebat pada dini hari hingga membuat seluruh keluarga panik.

Baca juga: Dokter Kamelia Minta Izin ke Irish Bella untuk Bertemu anak Ammar Zoni, Demi Persiapan Nikah?

Baca juga: Pecah Jantung Dosen Dwi Usai Kelelahan, Keberadaan AKBP Basuki di Hotel Terungkap, Tinggal Bersama?

Baca juga: Nasib Rafina Salsabila Eks Pegawai Bank di Jambi Kuras Rp7,1 M buat Judol, Divonis 10 Tahun Penjara

Sekitar pukul 03.00 WIT, ia dibawa menggunakan speedboat dari Kampung Kensio menuju RS Yowari untuk mendapat penanganan persalinan darurat.

Namun dari RS Yowari, Irene justru dirujuk ke RS Abepura dan di sana disebut tidak memperoleh pelayanan sebagaimana mestinya.

Keluarga tak menyerah dan kembali mencari pertolongan di RS Dian Harapan, tetapi kabarnya juga tidak dilayani.

Rumah sakit berikutnya yang mereka tuju yakni RS Bhayangkara, namun penolakan kembali terjadi dengan alasan kamar penuh.

Meski ada kamar VIP yang tersedia, keluarga mengaku tidak mampu memenuhi permintaan pembayaran awal Rp 4 juta untuk masuk ruangan.

Belum lagi biaya operasi yang disebut mencapai Rp 8 juta, membuat keluarga makin terdesak dan tak berdaya.

Upaya terakhir dilakukan dengan merujuk Irene ke RS Dok II Jayapura, tetapi takdir berkata lain, nyawa ibu dan bayi itu tak berhasil tertolong di tengah perjalanan.

Keluarga langsung menuding sistem layanan gawat darurat di Jayapura gagal total hingga harus mengorbankan dua nyawa sekaligus.

Mereka bertanya, bagaimana mungkin keselamatan rakyat diabaikan di depan fasilitas kesehatan yang lengkap dan berada tepat di tengah kota?

Kasus ini kini menyebar luas dan menjadi tekanan kuat agar seluruh jaringan layanan kesehatan di Papua segera dievaluasi besar-besaran, terutama terkait penanganan pasien darurat.

Hingga berita ini tayang, tim Tribun Papua terus berupaya meminta klarifikasi pihak rumah sakit serta otoritas berwenang di Jayapura.

Wakil Bupati Jayapura Sampaikan Duka dan Janji Perbaikan

Wakil Bupati Jayapura, Haris Richard Yocku, turut menyampaikan belasungkawa mendalam atas meninggalnya Irene dan janin yang dikandungnya usai diduga ditolak beberapa rumah sakit.

Ia menegaskan, pemerintah daerah akan melakukan pembenahan menyeluruh terhadap infrastruktur serta pelayanan kesehatan agar tragedi serupa tidak terulang.

Haris juga menyebut, masyarakat selama ini hanya melihat dampak di permukaan tanpa mengetahui akar persoalan internal yang tengah dihadapi rumah sakit.

Ia mencontohkan RSUD Yowari yang baru saja menyelesaikan kendala akses air bersih setelah sempat mengalami pemalangan fasilitas.

Meski begitu, ia menegaskan seluruh tenaga kesehatan harus tetap diberi ruang untuk menjalankan tugas profesional mereka.

“Saya percaya RSUD Yowari sudah melakukan yang terbaik dan pemerintah akan terus memperbaiki segala kelemahan,” tuturnya menegaskan.

Akademisi Universitas Cenderawasih: “Dua nyawa ini sama berharganya dengan seratus nyawa”

Kecaman keras disuarakan Fredy Sokoy, akademisi Universitas Cenderawasih sekaligus kerabat dekat korban.

Ia menyebut penolakan berulang membuat Irene menahan rasa sakit hingga akhirnya terenggut nyawanya tanpa sempat bertemu buah hatinya.

Fredy memastikan perjuangan keluarga tidak akan berhenti sampai ada keadilan bagi Irene dan anaknya yang tak berdosa.

“Slogan keselamatan di atas segalanya jangan hanya jadi pajangan. Nyawa rakyat Papua seharusnya tidak diperlakukan sepele seperti ini,” kecamnya penuh emosi.

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved