Berita Nasional
Saat Hakim Korup Protes Dituntut Maksimal oleh Jaksa, Inginnya Divonis Ringan
Dua mantan hakim yang terjerat kasus suap vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO), dituntut maksimal oleh jaksa.
TRIBUNJAMBI.COM - Dua mantan hakim yang terjerat kasus dugaan suap vonis lepas atau ontslag kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO), dituntut maksimal oleh jaksa.
Dua mantan hakim yang dijerat pada kasus ini yakni Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Djuyamto.
Keduanya merupakan hakim yang dulu sering menangani perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Selain keduanya, terdakwa kasus ini juga ada tiga lainnya yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan
Para terdakwa ini melayangkan protes atas tuntutan maksimal yang dilayangkan jaksa.
Muhammad Arif Nuryanta menilai, jaksa tidak adil menuntut dengan lama pidana 15 tahun penjara.
Kata dia, tuntutan ini tidak adil karena terlampau tinggi jika dibandingkan dengan tuntutan hakim dalam kasus serupa. Misalnya, tuntutan terhadap eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono.
Diketahui, Rudi Suparmono dituntut tujuh tahun penjara dalam kasus perkara pengurusan vonis bebas kepada terdakwa perkara pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.
Baca juga: Di Mana Posisi AKBP Basuki Saat Dosen Untag Meninggal di Kamar
Baca juga: Kronologi Perampokan di Merangin Jambi, 6 Pelaku Gondol Uang Rp100 Juta dan 2 Motor
“Bayangkan saja, disparitas tuntutan pidana antara terdakwa Rudi Suparmono dengan terdakwa Muhammad Arif Nuryanta,” ujar Pengacara terdakwa, Philipus Sitepu saat menyampaikan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Kubu Arif Nuryanta menilai, besaran tuntutan Arif dan Rudi tidak adil karena jumlah pasal yang dikenakan pada mereka.
Arif dituntut dakwaan primer satu pasal, sementara Rudi dituntut dua pasal. Tapi, lama tuntutan justru lebih banyak Arif.
“Rudi Suparmono dituntut dengan 2 pasal yang berbeda, yakni Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 12B. Namun, tuntutan pidananya hanya 7 tahun pidana penjara. Sedangkan, terdakwa Muhammad Arif Nuryanta dituntut hanya 1 pasal saja yaitu Pasal 6 Ayat (2) namun tuntutan pidananya maksimal yaitu 15 tahun pidana penjara,” kata Philipus.
Kubu terdakwa menilai, perbedaan masa tuntutan ini tidak masuk akal dan tidak manusiawi.
Lebih lanjut, baik Arif maupun Rudi dinilai punya peran yang kurang lebih sama.
Keduanya bukan majelis hakim yang mengadili dan memutus perkara yang dipermasalahkan.
Mereka berada dalam posisi petinggi pengadilan yang menentukan majelis hakim yang akan mengadili perkara.
“Padahal Muhammad Arif Nuryanta dan Rudi Suparmono memiliki kesamaan dalam hal ini yaitu tidak berkapasitas sebagai majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara,” lanjut pengacara Arif.
Pada akhirnya, Rudi divonis sesuai tuntutan, yaitu 7 tahun penjara.
Baca juga: Daftar Wilayah Mati Listrik dan Hilang Sinyal saat Hujan di Jambi Tadi Malam
Dalam konstruksi dakwaan jaksa, baik Arif dan Rudi sama-sama dinilai berperan untuk mempengaruhi majelis hakim untuk menjatuhkan putusan seperti yang diminta oleh pihak penyuap.
Namun, dalam kasus Arif, ia membantah berperan aktif dan justru menyalahkan Panitera Muda PN Jakarta Utara nonaktif, Wahyu Gunawan sebagai pihak yang memungkinkan suap terjadi.
Dalam amar dupliknya, Arif Nuryanta meminta agar ia dijatuhkan hukuman sesuai dakwaan alternatif ketiga, yaitu Pasal 5 Ayat (2), yang juga dulu dituntutkan kepada Rudi Suparmono.
“Memohon agar majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Philipus.
Atau, jika hakim berpendapat lain, Arif Nuryanta meminta agar ia bisa dihukum dengan hukuman yang seringan-ringannya dan seadil-adilnya.
Protes serupa juga disampaikan oleh kubu Djuyamto. Ia menilai, tuntutan 12 tahun merupakan hal yang tidak adil.
Kubu Djuyamto menilai, jaksa tidak punya hati nurani karena menuntut maksimal para terdakwa.
“Bahwa JPU telah menuntut terdakwa Djuyamto terbukti melanggar Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 18 jo Pasal 55 UU Tipikor dengan pidana penjara selama 12 tahun dengan denda uang pengganti sebesar Rp 9,5 miliar subsider 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan adalah tuntutan yang tidak memiliki hati nurani dan jauh dari rasa keadilan,” ujar pengacara terdakwa Djuyamto saat membacakan duplik dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
Pengacara menyebutkan, jaksa tidak punya hati nurani karena tidak mempertimbangkan sikap kooperatif Djuyamto selama penyidikan.
Djuyamto mengklaim, dirinya telah mengajak dua terdakwa hakim lainnya, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin untuk membuka soal jumlah uang suap yang diterimanya.
“Sikap kooperatif terdakwa selama proses penyidikan yang ikut mendorong terdakwa yang lain khususnya saksi mahkota Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin untuk membuka kotak Pandora yang masih menjadi misteri khususnya terhadap jumlah uang yang nyata-nyata telah diterima oleh terdakwa dan rekan sesama majelis hakim perkara minyak goreng,” lanjut pengacara.
Lebih lanjut, Djuyamto mengklaim sudah mengembalikan seluruh uang suap yang diterimanya, yaitu sekitar Rp8,05 miliar.
Setelah duplik selesai dibacakan, majelis hakim mengumumkan kalau vonis bagi kelima terdakwa akan dibacakan pada 3 Desember 2025. (*)
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Simak informasi lainnya di media sosial Facebook, Instagram, Thread dan X Tribun Jambi
Baca juga: Gunung Semeru Erupsi, Status Naik Jadi Awas, 178 Orang Masih Terjebak
Baca juga: Di Mana Posisi AKBP Basuki Saat Dosen Untag Meninggal di Kamar
Baca juga: Top 7 Viral Jambi 20/11/2025, Remaja Asusila di Bawah Tower s/d Tower Patah
| Analisis Kasus Remaja Jambi Dijual Adik Kandung Ibu, Sosok Dinda dan Peran Orang Dekat |
|
|---|
| Gunung Semeru Erupsi, Status Naik Jadi Awas, 178 Orang Masih Terjebak |
|
|---|
| Di Mana Posisi AKBP Basuki Saat Dosen Untag Meninggal di Kamar |
|
|---|
| Porprov 2025 Terancam Ditunda, DPRD Jambi: Infrastruktur dan Kebutuhan Publik Lebih Mendesak |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/20112025-Djuyamto.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.