Perdagangan Manusia di Jambi

Analisis Kasus Remaja Jambi Dijual Adik Kandung Ibu, Sosok Dinda dan Peran Orang Dekat

Sang ibu, TW (35), menceritakan kondisi anak perempuannya yang menjadi korban perdagangan manusia oleh tantenya sendiri, WD, di Jambi.

|
Penulis: tribunjambi | Editor: asto s
Tribun Jambi/Asto S
TRIBUN JAMBI edisi 20 November 2025 tentang korban perdagangan manusia di Jambi dan analisis Dosen Psikologi Universitas Jambi, Hanna Widya Gultom. 

Ringkasan Berita:
  • Kisah ini terjadi di Jambi. Seorang remaja dijual adik kandung ibunya sendiri.
  • Setelah hampir 10 bulan kasus itu baru terungkap.
  • Banyak pihak mendukung pemberantasan human trafficking.

 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Dalam kasus ini, seorang remaja 17 tahun di Kota Jambi berinisial M, menjadi korban perdagangan manusia (human trafficking).

Ibu kandung M percaya pada adik kandungnya, TW, Dia menitipkan anaknya selama di Jambi.

Tapi, dia dijual tantenya yang merupakan adik ibu kandung M.

Berikut analisis dari Dosen Psikologi Universitas Jambi, Hanna Widya Gultom, yang juga psikolog klinis dewasa.

Berdasarkan riset, kasus seperti ini sering dilakukan orang terdekat. 

Remaja ini mengalami kondisi betrayal trauma, sebab pelaku yang menjualnya adalah pengasuh yang tinggal dengan korban, tantenya.

Trauma memberikan dampak yang lebih berat, ketimbang pelakunya orang lain.

Rasa percaya terhadap adik ibu kandungnya (pelaku) bisa runtuh, sebab korban bingung siapa yang bisa dipercaya dan siapa yang tidak bisa dipercaya. 

Hal itu karena korban dalam usia pembentukan identitas.

Dampaknya, akan membuat gejala trauma atau PTSD. Sebab difase itu merupakan masa mengenal relasi intim.

Dampak lainnya, korban akan merasa putus asa dan merasa tidak berharga. 
Korban dalam kondisi baru mengenal dunia bekerja, masa peralihan. Karena kejadian itu, korban merasa dunia ini tidak aman.

Tidak mengejutkan, jika korban baru bercerita lima bulan setelah kejadian dengan ibu korban.

Hal yang tidak mengejutkan, sebab tercatat di literatur psikologi, korban melapornya sering terlambat. 

Korban sering bungkam, sebab ada stigma "korban yang salah dan korban yang punya aib." Apalagi pelakunya keluarga terdekatnya.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved