Berita Viral

Siap-siap Bakal Ada Tersangka Kasus Ijazah Jokowi, Ini Bocorannya

Kasus laporan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo memasuki tahapan penting dengan penetapan tersangka.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Kompas.com
JOKOWI.Kasus laporan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo memasuki tahapan penting dengan penetapan tersangka. 

TRIBUNJAMBI.COM -Penanganan laporan dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo memasuki tahapan penting.

Penyidik Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya akan melakukan gelar perkara bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta untuk menentukan status hukum para pihak yang dilaporkan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto menjelaskan bahwa proses tersebut merupakan bagian dari standar operasional prosedur penyidikan.

“Ini sudah masuk dalam rencana kegiatan selanjutnya dan merupakan SOP dalam proses penyidikan. Ada komunikasi dengan jaksa, ada proses ekspos atau gelar perkara,” kata Budi, Sabtu (1/11/2025).

Dari total 12 orang terlapor, penyidik telah memeriksa 11 orang. Satu terlapor, berinisial ES, belum dimintai keterangan karena menjalani pengobatan di luar negeri.

“Yang bersangkutan sedang sakit keras dan sedang berobat ke luar negeri sesuai surat pemberitahuan,” ujar Budi.

Penyidik diketahui telah dua kali mengirimkan surat panggilan kepada ES, yang masing-masing diterima oleh keluarga dan kuasa hukumnya, namun belum mendapat respons.

Nama-nama terlapor yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang disampaikan ke Kejati DKI antara lain Eggi Sudjana, Rizal Fadillah, Kurnia Tri Royani, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa.

Selain itu, tercantum pula Abraham Samad, Mikhael Sinaga, Nurdian Susilo, dan Aldo Husein.

Dasar Laporan dan Perkembangan Penyidikan

Kasus ini berawal dari laporan yang disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo ke Polda Metro Jaya pada 30 April 2025. Laporan tersebut memuat dugaan pencemaran nama baik, fitnah, dan penyebaran informasi bohong terkait tudingan ijazah palsu.

Laporan Presiden ditangani Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, dan menjadi dasar pembukaan penyidikan. Selain laporan tersebut, terdapat beberapa laporan serupa yang disampaikan pihak lain di sejumlah Polres.

Secara hukum, penyidikan mengacu pada Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), di antaranya Pasal 27A, 32, 35, dan 51 ayat (1).

Materi laporan mencakup unggahan video dan narasi di media sosial yang menyebut bahwa ijazah Jokowi tidak sah.

Konten yang dilaporkan menuding Jokowi tidak pernah menempuh pendidikan di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan menggunakan dokumen palsu saat mencalonkan diri sebagai pejabat publik.

Sebagai barang bukti, pelapor menyerahkan tangkapan layar, tautan video, dan salinan unggahan ke penyidik.

Dua objek perkara kemudian digabungkan dalam proses penyidikan, yaitu dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Presiden Jokowi dan dugaan penghasutan serta penyebaran berita bohong yang dilaporkan oleh pihak lain.

Ijazah Presiden Jokowi dari tingkat SD, SMP, SMA, hingga Universitas Gadjah Mada telah diserahkan kepada penyidik. Penyerahan dilakukan setelah pemeriksaan terhadap Jokowi di Polresta Solo pada 23 Juli 2025.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Brigjen Ade Ary Syam Indradi menyebutkan, hingga saat ini penyidik telah memeriksa 117 saksi dan 25 ahli dari berbagai bidang untuk memperkuat proses penyidikan.

 “Kami pastikan semua proses dilakukan hati-hati dan sesuai prosedur,” kata Ade Ary.

Keterkaitan dengan Laporan TPUA

Kasus ini memiliki irisan dengan laporan yang pernah diajukan Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) ke Bareskrim Polri pada Desember 2024. Laporan TPUA berisi dugaan pemalsuan ijazah Presiden Jokowi, dengan pelapor utama Rizal Fadillah dan Eggi Sudjana.

Dalam laporannya, TPUA menuding adanya ketidaksesuaian format, tanda tangan, serta nomor seri dokumen. Mereka mengajukan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 263, 264, 266, 378, serta Pasal 55 dan 56 KUHP.

Namun, setelah dilakukan gelar perkara, Bareskrim Polri pada 22 Mei 2025 menyatakan tidak ditemukan unsur pidana dalam laporan tersebut. Keputusan itu disampaikan melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) yang ditandatangani Brigjen Pol Sumarto.

Menyusul keputusan itu, Roy Suryo, salah satu terlapor dalam perkara di Polda Metro Jaya, meminta agar Bareskrim kembali membuka penyelidikan.

Ia menyatakan telah menerima salinan dokumen dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta dan KPU Pusat yang dianggap menunjukkan perbedaan data. “Saya tidak asal bicara. Ini berdasarkan dokumen resmi yang saya terima langsung dari KPU,” kata Roy.

Roy juga menambahkan bahwa ia akan meminta salinan tambahan dari KPU Solo untuk melakukan perbandingan data lintas tahapan pencalonan Presiden Jokowi.

Penyidik Polda Metro Jaya kini menyiapkan agenda gelar perkara untuk menentukan langkah selanjutnya. Tahapan ini akan menjadi dasar dalam menetapkan status hukum para terlapor.

Di tengah perhatian publik terhadap integritas informasi dan keaslian dokumen negara, masyarakat menantikan hasil penyidikan yang dapat memberikan kepastian hukum dan memperkuat kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum.

Artikel diolah dari Tribunnews

Baca juga: Balasan Santai Nan Menohok Roy Suryo ke Relawan Jokowi Minta Siapkan Mental Jadi TSK: Mereka Stres

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved