Berita Viral
Alasan Guntur Romli Tolak Gelar Pahlawan untuk Soeharto, Politikus PDIP Singgung Pelanggaran HAM
Rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, kembali memunculkan perdebatan di ruang publik
Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
TRIBUNJAMBI.COM - Sejumlah pihak mempersoalkan rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.
Mereka yang kontra menilai langkah ini berpotensi menimbulkan kontroversi karena menyangkut catatan sejarah masa pemerintahan Orde Baru yang dinilai menyimpan banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Usulan tersebut disampaikan oleh Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul kepada Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon.
Dalam berkas yang diserahkan, tercantum 40 nama tokoh yang diusulkan memperoleh gelar Pahlawan Nasional tahun ini, termasuk Soeharto, Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
Menurut Gus Ipul, pengusulan nama-nama itu merupakan hasil kajian panjang dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) serta Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP).
Tahapan pengusulan dimulai dari masyarakat, kemudian melalui kepala daerah, dan akhirnya diserahkan ke pemerintah pusat untuk diteliti lebih lanjut.
“Kami hanya meneruskan hasil kajian tim kepada Dewan Gelar. Prosesnya objektif dan menilai kontribusi para tokoh terhadap bangsa dan negara,” ujar Gus Ipul.
Soeharto dinilai memiliki peran besar dalam pembangunan nasional, terutama pada masa awal pemerintahannya. Namun, usulan tersebut menimbulkan respons beragam dari berbagai kalangan.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Mohamad Guntur Romli, menilai usulan tersebut dapat menimbulkan bias sejarah.
Ia menyoroti potensi pengaburan makna reformasi 1998 yang menggulingkan pemerintahan Soeharto setelah tiga dekade berkuasa.
Menurut Guntur, pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional dapat menyinggung perjuangan mahasiswa dan rakyat pada masa reformasi yang menuntut diakhirinya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN), serta otoritarianisme.
Ia juga menyinggung sejumlah peristiwa yang menjadi catatan pelanggaran HAM selama masa Orde Baru, seperti Tragedi 1965–1966, Penembakan Misterius, Talangsari, Rumah Geudong, Penghilangan Paksa 1997–1998, serta Tragedi Trisakti dan Semanggi.
Sementara itu, Partai Golkar, partai yang pernah menjadi tulang punggung pemerintahan Orde Baru, menyatakan dukungannya terhadap usulan tersebut.
Mereka menilai Soeharto layak menerima penghargaan negara karena dianggap berjasa besar dalam pembangunan dan stabilitas ekonomi nasional.
Golkar menyebut Soeharto sebagai “Bapak Pembangunan” yang dinilai berhasil membawa Indonesia menuju era pertumbuhan ekonomi, membangun infrastruktur nasional, serta memperluas akses pendidikan dan kesehatan di berbagai daerah.
| Kronologi Disabilitas Jadi Korban Asusila Siswa SMA, Pelaku Sembunyi di Kandang Ayam |
|
|---|
| Rahasia AQUA Terbongkar Rupanya dari Sumur Bor, Dedi Mulyadi Geleng-geleng: Saya Kira dari Mata Air |
|
|---|
| Mendadak Tim Denny Sumargo Cari Safitri yang Viral Diceraikan Suami Jelang Dilantik PPPK, Ada Apa? |
|
|---|
| Polisi Didesak Keluarga Arya Daru untuk Ungkap Sosok Vara dan Dion: Kenapa Ditutupi Alasan Privasi |
|
|---|
| Sempat Diduga Hilang hingga Ibunya Nangis-nangis, Iqbal Ditemukan Jalan Kaki di Beringin Jambi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.