Berita Jambi

Kualitas Air Sungai Batanghari Meningkat, DLH: Masih Banyak Cemaran di Bantaran Sungai

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi menyebut kualitas air Sungai Batanghari mengalami peningkatan

Syrillus Krisdianto
Kepala Bidang Pengendalian dan Kerusakan Lingkungan DLH Provinsi Jambi, Asnelly Ridha Daulay. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Jambi menyebut kualitas air Sungai Batanghari mengalami peningkatan.

Hal tersebut disampaikan Kepala Bidang Pengendalian dan Kerusakan Lingkungan DLH Provinsi Jambi, Asnelly Ridha Daulay.

Dia mengatakan, pengukuran Sungai Batanghari itu mengacu pada Indeks Kualitas Air (IKA) yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup pada 2024.

Berdasarkan data tersebut, Indeks Kualitas Air Sungai Batanghari berada di angka 55,58.

“Jika dibandingkan tahun sebelumnya, Indeks Kualitas Air Sungai Batanghari 46,46, artinya ada perbaikan yang cukup signifikan, walaupun pengukurannya hanya dilakukan pusat di sungai utama,” katanya kepada Tribunjambi.com, Kamis (20/11/2025).

Dia menuturkan, dari 11 parameter air, terdapat beberapa parameter yang menonjol.

Parameter tersebut antara lain TSS atau kekeruhan air, BOD (bahan organik yang masuk ke dalam sungai), serta fosfat yang diduga berasal dari residu pupuk.

Selain itu terdapat fekal coli yang berasal dari pembuangan kotoran hewan maupun manusia.

“Hal itu melebihi baku mutu dibandingkan dengan Lampiran 6 PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan, Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tuturnya.

Dia menjelaskan, karena temuan itu, air Sungai Batanghari dikategorikan sebagai Kelas Air II.

“Kelas Air II itu tidak bisa dikonsumsi, hanya bisa digunakan untuk budidaya ikan ataupun perkebunan. Untuk mandi pun kami tidak menyarankan, sebab banyak cemaran mikroba yang bisa masuk ke dalam tubuh,” jelasnya.

Asnelly mengatakan, air Sungai Batanghari tetap bisa dikonsumsi jika melalui proses penyulingan.

Sementara itu, dia menerangkan pencemaran Sungai Batanghari terjadi di beberapa titik.

“Menurut pemantauan kami, pencemaran sungai terjadi di pemukiman padat, terutama di bantaran sungai. Cemaran bahan organik lebih tinggi di sana,” terangnya.

Terkait cemaran TSS, dia mengatakan hal itu banyak terjadi di wilayah pertambangan.

“Cemaran TSS itu banyak di wilayah penambangan pasir di sungai atau PETI,” ucapnya.

Sebab itu, pihaknya terus berupaya membangkitkan kesadaran berbagai pihak terkait pencemaran tersebut.

“Kami selalu berusaha membangkitkan kesadaran berbagai pihak, seperti pemerintah, masyarakat ataupun komunitas, untuk bersama menjaga Sungai Batanghari,” ujarnya.

Menurutnya, tanggung jawab pemulihan Sungai Batanghari tidak hanya berada di DLH.

“DLH memang mengurusi dampak lingkungan, namun penyebab dampak lingkungan itu berada pada kegiatan masyarakat atau subsektor perkebunan dan pertambangan,” katanya.

Asnelly mengimbau semua pihak agar mewaspadai penurunan kualitas IKA Sungai Batanghari jika kondisi ini terus dibiarkan.

“Kami mengimbau pemerintah kabupaten dan kota sebagai pihak yang berwenang mengurus anak sungai agar lebih giat mengelola sampah,” himbaunya.

Dia juga menganjurkan agar bank sampah dan TPS3R yang sebagian besar sudah berdiri dapat kembali diaktifkan.

“Karena sampah adalah salah satu penyumbang terbesar penurunan kualitas air. Jika TPS3R dan bank sampah berfungsi kembali, titik pembuangan sampah ke sungai bisa berkurang dan itu akan membantu Sungai Batanghari,” jelasnya.

Baca juga: Diperiksa di Polda Metro Jaya, Roy Suryo Cs Tolak Mediasi Kasus Ijazah Palsu Jokowi

Baca juga: Saat Hakim Korup Protes Dituntut Maksimal oleh Jaksa, Inginnya Divonis Ringan

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved