Berita Kota Jambi
Perempuan Jambi Suarakan Dampak Krisis Iklim dalam Aksi WALHI
Menjelang puncak Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP 30) di Belem, Brasil, WALHI Jambi bersama lembaga anggota dan komunitas menggelar aksi.
Penulis: Rifani Halim | Editor: Nurlailis
Ringkasan Berita:Perempuan Jambi Suarakan Dampak Krisis Iklim dalam Aksi WALHI
- WALHI Jambi menggelar aksi jelang COP 30 untuk menyoroti dampak krisis iklim dan proyek energi kotor di berbagai wilayah Jambi.
- Kelompok perempuan disebut paling terdampak karena harus menghadapi keterbatasan air bersih.
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Menjelang puncak Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP 30) di Belem, Brasil, WALHI Jambi bersama lembaga anggota dan komunitas menggelar aksi kampanye bertema “Ibu Bumi Berteriak, Perempuan Jambi Berbicara”, Sabtu (15/11/2025).
Aksi ini digelar untuk menyoroti situasi krisis iklim di Jambi dan dampak proyek energi kotor yang masih dirasakan langsung oleh masyarakat.
WALHI Jambi menilai transisi energi yang diklaim tengah berjalan di Indonesia belum terlihat di lapangan.
Baca juga: Walhi: Ular di Jambi Mulai Masuki Permukiman, Penanda Kerusakan Ekosistem
Warga di berbagai wilayah masih berhadapan dengan pencemaran udara, kerusakan lingkungan, serta tekanan akibat perluasan industri ekstraktif.
Kelompok perempuan disebut sebagai pihak yang paling terdampak karena harus mengatasi keterbatasan air bersih, menjaga kesehatan keluarga, dan menghadapi penurunan kualitas lingkungan.
Sejumlah wilayah yang disorot antara lain Desa Aur Kenali dan Mendalo Darat yang dikepung debu stockpile batu bara di tengah permukiman padat.
Di Desa Kemingking Dalam, Muaro Jambi, warga khawatir dengan kehadiran stockpile yang berdiri dekat kawasan Cagar Budaya Nasional Candi Muaro Jambi.
Sementara warga Desa Semaran, Sarolangun, hidup di sekitar PLTU yang memicu pencemaran udara dan keluhan kesehatan.
Baca juga: Sumur Minyak Rakyat Dilegalkan, Walhi Peringatkan Risiko Kerusakan Lingkungan
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Jambi, Oscar Anugrah, menyampaikan bahwa kondisi di Jambi menunjukkan komitmen iklim Indonesia masih jauh dari upaya memutus ketergantungan pada energi kotor.
“Realitas yang terjadi saat ini memperlihatkan bahwa komitmen iklim Indonesia masih jauh dari memutus ketergantungan pada energi kotor. Kebijakan yang dikeluarkan justru membuka jalan bagi ekspansi industri ekstraktif yang merugikan, khususnya rakyat di Provinsi Jambi,” ujarnya.
Oscar juga menegaskan perlunya menempatkan suara perempuan dan kelompok rentan sebagai bagian utama dalam transisi energi.
“Transisi energi berkeadilan hanya dapat diwujudkan apabila negara kembali ke rakyat dan mendengar suara perempuan, mereka yang setiap hari berhadapan dengan ketidakpastian iklim dan ancaman energi kotor. COP 30 bukan hanya ruang untuk diplomasi, tetapi harus menjadi titik balik untuk memastikan dan mengawal terwujudnya keadilan ekologis, keadilan gender, dan masa depan ruang hidup rakyat Jambi,” tambahnya.
Dalam momentum COP 30 ini, WALHI Jambi mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan perluasan proyek energi kotor berbasis batu bara, mengakhiri ketergantungan pada industri ekstraktif yang merusak ruang hidup, memastikan transisi energi yang berkeadilan dengan melibatkan perempuan sebagai subjek utama, serta memulihkan wilayah yang terdampak krisis iklim dan pencemaran industri.
Aksi kampanye ini juga diikuti komunitas dari berbagai wilayah terdampak energi kotor di Jambi sebagai bentuk penyampaian pengalaman langsung warga dan penguatan solidaritas menghadapi krisis iklim.
Update berita Tribun Jambi di Google News
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/Perempuan-Jambi-Suarakan-Dampak-Krisis.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.