Penculikan Anak

Pola Sindikat dan Perjalanan Makassar-Merangin Gadis Kecil Korban Penculikan

Kasus penculikan anak berusia empat tahun bernama Bilqis Ramadhani asal Makassar, Sulawesi Selatan, terungkap di Kabupaten Merangin, Jambi.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Mareza Sutan AJ
Tribun-Timur.com/Makmur
SINDIKAT PENCULIKAN - Empat sindikat penculikan gadis kecil asal Makassar yang ditemukan di Merangin dipemerkan aparat kepolisian, Senin (10/11). Inset: gadis kecil korban penculikan di Makassar. 

"Keduanya mengaku telah memperjualkan 9 bayi dan 1 anak melalui TikTok dan WA (WhatsApp)," bebernya.

Kabar hilangnya Bilqis menggemparkan jagat maya setelah enam hari menghilang.

Ia kembali ditemukan oleh Tim Polrestabes Makassar beranggotakan empat orang yang dipimpin Kanit Reskrim Polsek Panakkukang Iptu Nasrullah dan Kasubnit II Jatanras, Ipda Supriyadi Gaffar.

Bilqis ditemukan di kawasan Suku Anak Dalam (SAD) Jambi pada Sabtu (8/11) malam.

Anak empat tahun itu, lalu dibawa pulang ke Makassar, Minggu (9/11) kemarin.

Orang Rimba Rentan Dimanfaatkan

KKI Warsi, lembaga yang konsentrasi terhadap isu konservasi, angkat bicara terkait pemberitaan terkait dengan Balqis anak empat tahun yang diduga diculik dan dibawa dari Makassar ke Jambi hingga ditemukan di kawasan permukiman SAD.

Bilqis ditemukan dalam kondisi sehat di kawasan SAD, tepatnya di SPE Gading Jaya, Kecamatan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi.

Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi menilai bahwa persoalan ini harus dilihat secara utuh. Menurut Robert Aritonang, antropolog KKI Warsi, isu ini tidak dapat dilihat hanya dari permukaan karena Orang Rimba sejatinya adalah korban dari situasi sosial, ekonomi, dan struktural yang menjerat mereka selama puluhan tahun.

"Mereka kehilangan hutan yang menjadi sumber kehidupan.

"Ketika ruang hidupnya berubah menjadi perkebunan dan konsesi, mereka kehilangan akses terhadap pangan, air, dan sumber penghidupan.

"Dalam kondisi semacam itu, Orang Rimba sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak luar yang memiliki kepentingan tertentu," ujar Robert pada Senin (10/11).

Ia mengatakan bahwa kelompok yang disebut terlibat dalam kasus ini adalah Orang Rimba Sawitan, yang hidup di wilayah sekitar perusahaan besar.

Hilangnya ruang hidup telah menimbulkan apa yang disebut Robert sebagai “crash landing social”, kondisi di mana Orang Rimba tiba-tiba harus berhadapan dengan perubahan dunia luar yang tidak mereka pahami.

"Dalam situasi yang tidak mereka mengerti, Orang Rimba bisa dengan mudah percaya pada cerita atau bujukan dari orang luar.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved