TRIBUNJAMBI.COM, SENGETI - Perkara pembunuhan di sel tahanan Polsek Kumpeh Ilir yang menjerat dua anggota polisi terus berlanjut.
Perkara ini menjerat Bripka Yuyun Sanjaya dan Brigadir Faskal Wildanu. Keduanya dijatuhi hukuman 15 tahun penjara terkait pembunuhan terhadap pemuda bernama Ragil Alfarisi.
Kasus ini berlanjut setelah Brigadir Faskal mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jambi atas vonis majelis hakim Pengadilan Negeri Sengeti.
Adapun, Bripka Yuyun memutuskan untuk tidak mengajukan banding atas vonis 15 tahun penjara yang dijatuhkan hakim.
Keputusan untuk tidak mengajukan banding bukan berarti ia menerima putusan tersebut dengan lapang dada. Ada alasan lain yang mendasari keputusan keluarga terdakwa.
Penasihat hukum Bripka Yuyun, Adi Sucipto, mengatakan bahwa pascavonis, ia tetap menjalin komunikasi intens dengan pihak keluarga.
Menurutnya, keluarga keberatan dengan putusan tersebut karena mereka merasa kasus ini belum sepenuhnya terungkap, khususnya terkait siapa pelaku sebenarnya.
"Karena keterbatasan kemampuan pihak keluarga, jadi kami tidak melakukan banding. Tapi bukan berarti pihak keluarga menerima hasil putusan yang diputus oleh majelis hakim," kata Adi Sucipto.
Meskipun tidak mengajukan banding, opsi untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) masih terbuka.
PK merupakan upaya hukum luar biasa yang diajukan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
"Tidak menutup kemungkinan pihak keluarga akan ajukan PK," imbuhnya.
Berbeda, Brigadir Faskal melalui kuasa hukumnya, Budi Asmara, menyatakan keberatan dan telah resmi mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Sengeti sejak Rabu (30/7/2025).
"Kami menyatakan keberatan atas putusan itu, dan kami telah menyatakan banding secara resmi kepada Pengadilan Negeri Sengeti," ujar Budi Asmara, Kamis (31/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa setelah menyatakan banding, pihaknya perlu menyusun memori banding yang memuat keberatan terhadap pertimbangan hukum majelis hakim setelah menerima putusan majelis hakim.
Dalam kasus ini, pihak kuasa hukum menyoroti sejumlah kejanggalan, termasuk hasil rekonstruksi dan perbedaan antara keterangan terdakwa Yuyun dan bukti visum.
Menurut Budi, saat rekonstruksi Yuyun bersikeras bahwa korban tewas karena gantung diri.
Namun, visum dan keterangan ahli forensik menunjukkan bahwa korban meninggal akibat patah batang leher dan benturan benda keras di kepala. Bahkan, Yuyun mengakui bahwa ia membenturkan kepala korban.
Pada saat kejadian, lanjut Budi, kliennya tidak berada di lokasi. Faskal baru mengetahui insiden itu setelah ditelepon oleh Yuyun sekitar satu jam setelah meninggalkan Polsek.
Selain itu, menurut Faskal, saat terakhir melihat korban, korban tidak mengenakan ikat pinggang.
Padahal, ikat pinggang tersebut kemudian disebut sebagai alat yang digunakan untuk gantung diri.
Hal ini memunculkan pertanyaan besar mengenai narasi gantung diri yang dibangun Yuyun.
"Kalau korban sudah meninggal akibat benturan, lalu digantung, siapa yang menggantung? Sulit secara logika jika Yuyun bisa melakukannya sendirian.
"Artinya, ada kemungkinan orang lain yang terlibat, namun tidak pernah diungkap atau dijadikan tersangka. Kami mencium ada pihak lain yang tidak tersentuh hukum dalam kasus ini," tegas Budi.
Ia juga menyayangkan bahwa vonis hakim mengesampingkan fakta-fakta penting di persidangan, termasuk posisi Faskal sebagai Bhabinkamtibmas yang tidak memiliki kewenangan penyidikan.
"Kita sangat keberatan dengan vonis tersebut dan jika memang Faskal bersalah, harus dibuktikan secara jelas. Tapi dalam fakta sidang, Faskal tidak melakukan apapun yang menyebabkan korban meninggal.
"Kami tidak membenarkan tindakan melawan hukum, tapi kami menuntut keadilan yang proporsional. Faskal tidak pantas disamakan dengan Yuyun yang jelas-jelas mengakui perbuatannya," pungkasnya.
Kejari Muaro Jambi Hormati Keputusan
Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Muaro Jambi menghormati keputusan kedua terdakwa dalam perkara ini—yakni Brigadir Faskal yang mengajukan banding dan Bripka Yuyun yang tidak.
"Kita menghormati dan menghargai keputusannya untuk melakukan banding," kata Kasi Intel Kejari Muaro Jambi, Angger.
Ia menjelaskan bahwa banding merupakan hak terdakwa sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap putusan pengadilan tingkat pertama.
Banding diajukan agar perkara diperiksa kembali oleh pengadilan yang lebih tinggi, baik dari aspek hukum maupun fakta-fakta persidangan.
Karena Brigadir Faskal mengajukan banding, Kejari Muaro Jambi juga akan mengambil langkah serupa dan mengikuti proses hukum yang berjalan.
Sementara itu, untuk Bripka Yuyun, karena putusannya telah inkrah, pihak kejaksaan akan segera mengeksekusi vonis sesuai ketetapan Pengadilan Negeri Sengeti.
"Sementara untuk Yuyun, dikarenakan sudah inkrah, maka akan segera kita lakukan eksekusi sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri Sengeti," lanjut Angger.
(Tribunjambi.com/Muzakkir)
Baca juga: 109 Rumah Terdampak Puting Beliung di Kerinci, Lima Orang Luka-Luka
Baca juga: Pasien Kritis Meninggal Diduga karena tak Ditangani, Kepala Puskesmas Dicopot
Baca juga: Pemuda ini Didatangi Polisi hingga Intel Kodim gara-gara Kibarkan Bendera One Piece