TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Polemik pembangunan stockpile batubara oleh PT Sinar Anugerah Sukses (SAS) di Kota Jambi menuai penolakan dari warga dan sorotan tajam dari Komisi XII DPR RI.
Lokasinya yang berada di tengah pemukiman padat penduduk serta dekat dengan sumber air bersih milik PDAM menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan jangka panjang.
Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha, menyebut pembangunan stockpile ini tak memiliki dasar perizinan yang jelas saat pertama kali dibangun, bahkan pernah disegel olehnya ketika masih menjabat sebagai Wali Kota Jambi.
Baca juga: DLH Jambi Pastikan PT SAS Layak Lingkungan, Sebut Stockpile Batubara Tidak Akan Ganggu Intake PDAM
Kini, proyek tersebut dilanjutkan kembali oleh perusahaan yang disebut telah diakuisisi oleh PT RMK.
Berikut hasil wawancara bersama Syarif Fasha.
Apa yang terjadi dengan stockpile milik PT SAS ?
Sebelumnya kita ketahui namanya PT SAS, tapi saat ini sudah di akusisi oleh PT RMK.
PT SAS ini membangun stockpile di Kota Jambi di Kelurahan Penyengat Rendah, sekarang di daerah Aur Kenali.
Terkait perizinan, saat saya menjadi Wali Kota itu tidak saya keluarkan dan sempat saya segel.
Baca juga: Kerusakan Lingkungan Oleh Perusahaan Batubara, Ini Kata Kementrian ESDM
Karena pada saat itu tidak punya perizinan, kedua sangat riskan karena lokasinya di tengah pemukiman masyarakat.
Kemudian PT ini juga berdekatan dengan intake PDAM yaitu lokasi tempat PDAM mengambil sumber air.
Intake PDAM di Aurduri ini mengaliri kurang lebih 24.000 sambungan.
Kecamatan Telanai Pura, Alam Barajo dan kita juga suplai ke Jaluko Muaro Jambi.
Kalau ini tercemar maka akan lebih sulit dalam membuat menjadi sumber air bersih.
Kemudian dalam hal aturan juga lokasi stockpile ini di Perda RT RW Perda Kota Jambi lokasi ini, lokasi pemukiman yang tidak ada industri apalagi sejenis stockpile batu bara.
Dia tidak memenuhi kriteria untuk tempat stockpile.
Dan kami dengar perizinan ini dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Masyarakat sudah mulai resah dan membuat demo serta membuat laporan ke kami.
Saat kunjungan kerja Komisi XII menyempatkan ke sana dan memang sudah pelaksanaan pekerjaan sudah hampir selesai.
Kami sudah ketemu pimpinan, kami akan bawa masalah ini ke Jakarta.
Jadi intinya lokasinya ini kurang tepat, digeser saja ke Kabupaten Muaro Jambi mungkin kabupaten Muaro Jambi peruntukan Perda nya jauh lebih pas.
Kalau di Kota Jambi memang tidak cocok mau dibuat apa juga mau dibuat stockpile ataupun hal yang berbau limbah dan lain sebagainya kurang cocok karena Kota Jambi ini terlalu kecil dan penduduknya terlalu padat.
Apa stockpile ini sudah digunakan/difungsikan ?
Stockpile ini belum digunakan dan belum ada (batu bara) yang ditumpuk di sana.
Jadi pada tahun 2023 juga sudah dikerjakan tetapi kita stop, kemudian saya pensiun dikerjakan secara diam diam dan sekarang sudah terbuka lagi.
Apa sudah ada dampak lingkungan dari pembangunan stockpile ini?
Di sana sudah terbuka (lahannya). Yang pasti sudah gundul lahan nya, kalau terganggu belum. Karena belum ada (batu bara) yang ditumpuk di sana.
Apa ada kasus serupa di Kota Jambi ?
Bisa jadi ada.
Kapan ada pemanggilan Direktur dari perusahaan bersangkutan?
Besok kami sudah melakukan sidang paripurna dan juga akan ada lusanya rapat internal rapat Komisi XII dan di situlah kita akan agendakan mengundang semua pihak terkait.
Dan memanggil perusahaan yang tidak lengkap perizinannya dan merusak lingkungan dan penanggung jawab PT SAS.
Sampai dengan saat ini, apakah Komisi XII sudah mendapatkan laporan terkait dengan usaha batu bara di Provinsi Jambi yang merusak lingkungan?
Yang sudah masuk ke kami itu salah satunya terkait dengan penambangan yang ada di Koto Boyo.
Saya sudah melihat video dan pada saat itu ada sidak yang dilakukan oleh Polda Jambi.
Memang kalau dilihat dari video dan foto nya sudah sangat miris sekali karena begitu besarnya danau ini dan warna air sudah hijau.
Kita tidak tau kedalaman dan tidak ada reklamasi di sana.
Makanya kami tanyakan terkait dengan jaminan reklamasi dan ada sekitar 14 perusahaan yang diundang yang sebagian besar tidak memiliki jaminan reklamasi tetapi memilik IUP.
Ini agak rancu juga, ini salah satu PR kami. Pada saat rapat kerja dengan Menteri ini akan menjadi pertanyaan kami juga.
Kalau nanti setelah dipanggil dan benar ada temuan yang dilanggar, apa tindakan Komisi XII?
Yang pertama kami minta di cabut dulu IUP nya.
Kemudian kami minta Gakkum masuk ke sana untuk pelanggaran lingkungan kalau.
Dan kalau ada pelanggaran lagi soal illegal mining kami akan minta masuk juga.
Bisa dua undang-undang yang dilanggar oleh mereka," kata Fasha.
Lantas apa solusinya?
Solusinya akan sesuai aturan saja nanti seperti apa.
Tidak ada solusi di bawah tangan ini akan kami pertanyakan juga dengan menteri SDM juga kan mantan menteri investasi semua perizinan masuk ke sana satu pintu.
Saya salah satu yang kurang setuju semua perizinan ditarik ke pusat.
Karena Pemerintah Pusat tidak tau masalah lokasi di sana.
Sudah kami sampaikan juga bagaimana perizinan ini jangan semua di pusat.
Contoh AMDAL, ada di pusat, ada di provinsi dan kabupaten kota tapi ini kan terlalu lama secara aturan.
Pesan kepada masyarakat:
Pesan kami kepada masyarakat yang pertama kami sudah bekerja sesuai dengan yang dilaporkan kepada kami.
Kami perlu waktu dan kalau di lapangan terjadi operasional yang dilakukan oleh PT SAS maka masyarakat boleh saja melakukan aksi damai tetapi untuk menyetop dahulu.
Saya juga berpesan kepada pejabat-pejabat daerah provinsi maupun kota yang terkait untuk betul-betul memperhatikan aspek lingkungan ini.
Dalam arti kata kalau aturan lingkungan tidak memperbolehkan jangan di tabrak aturan ini nanti bermasalah.
Karena yang kita itu itu bagaimana potensi kerusakan lingkungan 20 30 tahun ke depan.
Update berita Tribun Jambi di Google News