Disebutkan dalam gugatan paslon 03 itu, pada pilbup, surat suara tidak sah sebanyak 3.591 suara, pada Pilgub Jambi 17.767 Suara.
Perbedaan signifikan itu menimbulkan suatu keyakinan yang kuat telah terjadinya suatu perbuatan yang disengaja, melalui suatu perbuatan yang terencana dengan rapi.
"Bahwa perbandingan suara tidak sah tersebut di atas adalah hal yang sengaja dibuat oleh KPU, oleh karena dalam memilih pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jambi relatif lebih mudah untuk dilakukan tanpa kesalahan karena hanya diikuti oleh 2 pasangan calon saja dan ini berarti hanya ada 2 pasang poto calon pada surat suara. Berbanding terbalik pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sarolangun yang diikuti oleh 5 pasangan calon, yang berarti dalam satu surat suara terdapat 5 poto pasangan calon dan tentu saja seharusnya dalam memilih pasangan calon bupati dan wakil bupati lebih rumit ketimbang dalam memilih gubernur dan wakil gubernur."
Demikian dituliskan dalam permohonan ke MK.
Selain itu, paslon Tontawi-Haris juga menuding adanya ketidakprofesionalan KPU dalam melakukan distribusi surat suara.
Paslon itu pun menyoroti pelanggaran yang dilakukan oleh pasangan calon nomor urut 05 Hurmin-Gerry.
Pertama, terkait keterlibatan aparatur sipil negara yang mendukung salah satu pasangan calon.
Kedua, ketidaknetralan kepala desa dan perangkat desa yang mendukung salah satu pasangan calon.
Ketiga, terjadi politik uang yang mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya.
Keempat, fasilitas pendidikan dijadikan tempat/lokasi kampanye.
Kelima, adanya daftar pemilih ganda.
Paslon nomor urut o3 itu mengatakan segala bentuk pelanggaran dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif (TSM).
"Dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif atas garis komando dari atas ke bawah. Camat memerintahkan kepala desa untuk melakukan segala pelanggaran, dan kepala desa memerintahkan perangkat desa.
Begitu juga termohon KPU memerintahkan PPK, PPK memerintahkan PPS di TPS."
Demikian dituliskan dalam permohonan paslon Tontawi-Harris ke MK.