Ini kan asas pembuktian terbalik.
Kalau Anda menuduh, lho Anda dong yang membuktikan, bukan Pak Jokowi yang harus membuktikan.
Nah, ini kan kacau, kalau misalnya pemohon 1 dan pemohon 2 mendalilkan ada kecurangan, ya, buktikan dong.
Misalnya Sirekap dijadikan alat kecurangan penipuan pemilu.
Tapi di persidangan KPU kan menjawab Sirekap tidak dipakai untuk penghitungan tetapi KPU memakai penghitungan manual berjenjang.
Dari hasil penghitungan kabupaten A dan Kabupaten B kemudian dimasukkan ke dalam Sirekap.
Jadi kita tidak menggunakan Sirekap sebagai dasar untuk menetapkan pemenang pemilu.
Dalil mereka rontok dengan sendirinya.
Mereka bilang terjadi penggelembungan bansos El Nino, kan sudah dibantah oleh Bu Risma sendiri.
Mereka mengatakan terjadi pengerahan aparat Pj-Pj.
Tapi tidak terbukti, kalaulah memang pejabat daerah itu dijadikan alat untuk memenangkan Prabowo Gibran dengan di Aceh.
Aceh itu 23 Pj dari 24 pejabat termasuk gubernur tapi Prabowo kalah telak yang menang Anies di Aceh.
Sebaliknya di Bengkulu di antara 11 kepala daerah hanya ada satu Pj yang lainnya bupati dan walikota yang beneran, tapi Prabowo menang telak.
Memang tidak keterkaitannya dan kita panggil saksi dan ahli anggota DPR membahas soal Pj-Pj. Ini kan sudah dibahas lama jauh sebelum pemilu disahkan menjadi undang-undang.
Saya pun ketawa-tawa dulu kan mulainya mau dipakai untuk kepentingan partai yang paling banyak suaranya di DPR.
Dengan harapan Pj-Pj memenangkan mereka di Pemilu 2024.
Tapi mereka pecah kongsi sama Pak Jokowi, lalu ngomel-ngomel karena tidak bisa memenangkan Pj-Pj untuk kemenangan dirinya.
Ya, kita jujur sajalah bicara, sama jugalah bicara soal angket.
Sama juga di MK, di mana para pihak mendalilkan Gibran tidak sah sebagai calon wakil presiden.
Tapi kan ketika disahkan tiga paslon, Anies mengucapkan selamat berharap pilpres berjalan adil.
Mereka berdebat kita semua nonton, kalau dari awal merasa tidak fair jangan datang dong ke debat terbuka.
Harusnya Pak Ganjar dan Pak Anies kompak tidak datang, bilang dong Gibrannya tidak sah, masa saya mau debat sama orang yang tidak sah, kan nggak ada ngomong begitu.
Sudah kalah pilpres kok mau bilang nggak sah, saya nggak bisa paham cara-cara berpikir orang-orang ini.
Apa pun keputusan MK hari Senin bagaimana konfigurasi partai politik nanti? Apakah akan sangat berbeda dengan Pilpres 2019 atau bisa dicarikan satu rumusan kompromi?
Kadang-kadang saya berpikir demokrasi Pancasila tidak membutuhkan oposisi seperti demokrasi parlementer 1950-1960.
Kala itu kita itu tidak oposisi tetapi amar maruf nahi mungkar (melarang orang berbuat yang jahat. Kalau benar kita dukung kalau nggak benar kita lawan.
Jadi kekuasaan itu kan menggoda PDI Perjuangan sudah lama berkuasa tentu dong ada kekhawatiran berada di luar kekuasaan. PKS sudah 10 tahun oposisi. Bisa saja terjadi pendekatan dan dialog-dialog.
Pilpres 2019 itu memang ketegangan antar kubu Pak Jokowi dan Pak Prabowo terlalu tajam.
Karena melibatkan agama sangat dalam.
Ada ijtima ulama ada fatwa-fatwa yang bahkan wajib hukumnya mendukung pasangan calon yang didukung oleh ijtima ulama.
Sebegitu tajamnya konflik itu diciptakan.
Konon katanya, ada jenazah dibawa ke masjid saat hendak disalatkan ditanya ini pendukung Pak Prabowo atau Pak Jokowi.
Sampai sebegitunya.
Dalil kafir mengkafirkan itu luar biasa, Anda itu sudah jadi Tuhan saja, saya bilang sejak kapan saya kafir.
Sudah seperti itu keadaannya.
Akhirnya saya bisa memahami, mula-mula saya agak bingung juga tiba-tiba Pak Prabowo masuk ke kabinet Pak Jokowi menjadi Menteri Pertahanan.
Mungkin Pak Jokowi berpikir jangan sampai konflik sampai ke bawah itu rusak.
Ketika di atas sudah terjadi rekonsiliasi mudah-mudahan di bawah tidak terjadi lagi ketegangan.
Di Pilpres 2024, ketegangan seperti itu hampir tidak terjadi.
Tetap ada saling serang tapi biasalah itu.
Saya saja bukan calon presiden dan hanya lawyer ketua tim pembela Prabowo-Gibran setiap hari dicaci maki komentar media sosial.
Bukan hanya saya tapi juga istri dikata-katain macam-macam.
Mereka tidak berpikir bagaimana dengan anak saya yang masih remaja yang tidak tahu apa-apa bapaknya dicaci maki hanya karena saya membela Prabowo-Gibran.
Gini sajalah, bagi saya mungkin mereka sudah kalah berdebat akhirnya melakukan character assassination (pembunuhan karakter), menjelek-jelekan orang dan itu sebagai risiko yang saya terima.
Jadi saya kira mungkin saja akan terjadi satu rekonsiliasi yang mana Pak Prabowo menawarkan itu, kita tahu Pak Surya Paloh sudah bertemu dengan Pak Jokowi meski tidak tahu apa isi pembicaraannya.
Kemudian juga sedang dirancang pertemuan Bu Megawati dengan Pak Prabowo.
Ya, kita belum tahu apakah terjadi atau tidak tapi ada sinyal-sinyal.
Saya sepenuhnya menyerahkan ke Pak Prabowo karena beliau presiden terpilih yang akan menentukan ke mana arah kebijakan di waktu yang akan datang.
Biarlah Pak Prabowo berpikir misalnya harus ada yang di luar pemerintah, misalnya PDI Perjuangan dan PKS oposisi.
Dan PKB NasDem gabung pemerintah atau PPP sudah akan bergabung.
Itu nanti Pak Prabowo yang putuskan, bahwa nanti semuanya masuk kabinet, saya kira harus saya hormati apa yang menjadi keputusan beliau. (tribun network/reynas abdila)
Baca juga: Wawancara Eksklusif Prof Yusril Ihza Mahendra, Majelis Hakim MK Tidak Berat Sebelah, Seri I
Baca juga: Jadwal Penetapan Prabowo Sebagai Presiden RI Hari Rabu, Anies-Ganjar Terima Putusan MK