TRIBUNJAMBI.COM - Pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024 disebut dari hasil putusan Mahkamah Konstitusi yang tak beretika.
Pernyataan itu disampaikan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana.
Pada dasarnya dia menghormati sekaligus juga menyesalkan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Seperti diketahui bahwa MKMK baru saja memutuskan memberhentikan Ketua MK, Anwar Usman, dari jabatannya pada Selasa (7/11/2023).
Anwar Usman dalam amar putusan MKMK dinilai melakukan pelanggaran kode etik hakim MK.
Meski ditemui pelanggaran kode etik berat, MKMK memastikan putusan itu tak mempengaruhi perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Adapun perkara MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu dinilai sebagai karpet merah untuk melenggangkan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Baca juga: KPU Resmi Ubah PKPU Batas Usia Capres-Cawapres, Prabowo-Gibran Melenggang di Pilpres 2024
Baca juga: Bantah Terlibat Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Mimin dan Arighi Minta Danu Bicara Jujur
Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Dinilai Cari Alasan Dinas ke Aceh Hindari Panggilan Penyidik Polda Metro Jaya
Dengan temuan pelanggaran etik berat dalam pemutusan perkara itu, Denny Indrayana pun menilai Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres dari hasil putusan tak beretika.
"Gibran menjadi cawapres dari hasil putusan yang tak beretika, sewajarnya MK membatalkannya," kata Denny dalam keterangannya yang diterima Tribunnews.com, Rabu (8/11/2023).
Menurutnya, MKMK berlindung pada asas final and binding, sehingga membiarkan perkara nomor 90 itu tetap berlaku.
Asas final and binding berarti suatu putusan akhir yang memiliki kekuatan mengikat dan tidak dapat dibantah lagi.
Ia menilai seharusnya putusan itu bisa dibatalkan, karena perkara tersebut terbukti lahir dari berbagai pelanggaran etik dari para hakim konstitusi.
"Dengan berlindung pada asas final and binding, MKMK membiarkan Putusan 90 yang dinyatakan lahir dari berbagai pelanggaran etika hakim konstitusi Anwar Usman tetap berlaku dan tidak mempengaruhi proses pendaftaran Pilpres 2024," ucapnya.
Denny menilai, jika putusan perkara 90 memang tak bisa dibatalkan langsung oleh MKMK, seharusnya MKMK bisa meminta MK segera melakukan pemeriksaan kembali terkait perkara nomor 90 itu.
Baca juga: Panda Nababan: Kalau Jantan dan Satria, Ngomong, Politikus Senior PDIP Komentari Gibran-Bobby
"Maka, jikapun tidak bisa menyatakan Putusan 90 tidak sah, paling tidak MKMK menyatakan dengan tegas dalam amarnya, agar Mahkamah Konstitusi memeriksa kembali perkara 90 dengan komposisi hakim yang berbeda, dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sebelum berakhir masa penetapan paslon Pilpres 2024 oleh KPU."
"Hal itu penting, justru untuk membuat pencawapresan Gibran Rakabuming Raka tidak terus dipersoalkan karena hadir dari hasil putusan MK yang telah dinyatakan melanggar etika," katanya.
Denny juga menyangsikan pernyataan MKMK yang menyebut aturan soal Pilpres 2024 sudah tidak bisa diubah lantaran proses kontestasi itu sudah dimulai.
"Menyatakan pertandingan Pilpres 2024 sudah dimulai dan aturan syarat tidak boleh lagi diubah, adalah tidak fair."
"Karena Putusan 90 sengaja dilakukan jauh terlambat, menjelang masa pendaftaran paslon. Maka, hanya menjadi fair, jika politisasi kelambatan waktu putusan 90 itu diseimbangkan dengan percepatan Putusan 90 tanpa hakim Anwar Usman yang melanggar etika," ucapnya.
Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: Sinopsis Acts of Vengeance, Tayang 8 November 2023 di Bioskop Trans TV
Baca juga: Reaksi Aurel Hermansyah saat Bibirnya Dibilang Mirip Ivan Gunawan
Baca juga: 2,4 Juta Pendaftar CPNS 2023, MenpanRB Imbau Peserta Jangan Percaya Terhadap Calo dan Orang Dalam
Baca juga: Bantah Terlibat Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang, Mimin dan Arighi Minta Danu Bicara Jujur
Artikel diolah dari Tribunnews.com