5 Poin Putusan MKMK yang Mencopot Anwar Usman Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anwar Usman, Ketua MK, dalam sidang pengucapan putusan terkait batas umur capres-cawapres, Senin (23/10/2023).

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Anwar Usman mendapat sanksi pemberhentian dari jabatan sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat terkait konflik kepentingan, dalam putusan atas uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

"Memutuskan. Satu. Hakim terlapor (Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, saat membacakan putusan, Selasa (7/11/2023).

"Dua. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," lanjut Jimly.

Jimly menyebut keputusan pencopotan dari jabatan Ketua MK itu diambil setelah MKMK melakukan pemeriksaan terhadap Anwar dan mengumpulkan fakta serta pembelaan dari Anwar.

Di antara sembilan hakim MK, Anwar diperiksa MKMK sebanyak dua kali dalam dugaan pelanggaran etik ini.

Merujuk pada Pasal (41) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/2023 tentang MKMK, terdapat tiga jenis sanksi pelanggaran yang diberikan kepada Hakim Konstitusi yang terbukti melanggar etik.

Sanksi berupa teguran lisan atau tertulis untuk pelanggaran etik ringan dan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat untuk pelanggaran etik berat.

Ada Dissenting Opinion

Putusan MKMK yang memecat Anwar sebagai Ketua MK itu tidak bulat. Satu anggota MKMK, Prof Bintan Saragih menyatakan dissenting opinion atas putusan itu.

Bintan menilai Anwar semestinya tidak hanya dipecat sebagai Ketua MK, tapi juga dipecat sebagai Hakim MK.

"Dalam membuat kesimpulan penentuan sanksi terhadap hakim Anwar Usman kami berbeda sehingga saya harus memberikan dissenting opinion," kata Bintan.

Bintan menjelaskan perbedaan pendapatnya disebabkan pola pikirnya sebagai akademisi.

Bintan mengungkap sudah berkarier sebagai dosen selama puluhan tahun.

"Latar belakang saya sebagai akademisi hukum, saya konsisten sebagai akademisi, karena itu dalam memandang masalah selalu berdasarkan apa adanya," ujar Bintan.

Halaman
1234

Berita Terkini