Sidang Ferdy Sambo

Pakar Hukum Sebut Sidang Banding Ferdy Sambo di Pengadilan Tinggi Ideal: Model Due Process of Law

Penulis: Darwin Sijabat
Editor: Darwin Sijabat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo yang menjadi terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat akan tetap terima vonis pidana mati.

TRIBUNJAMBI.COM - Proses persidangan banding Ferdy Sambo atas vonis pidana mati di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta merupakan model due process of law.

Pendapat tersebut disampaikan Pakar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Hibnu Nugroho.

Dia mengatakan bahwa sidang putusan terkait banding yang diajukan mantan Kadiv Propam Polri dalam kasus Sambo merupakan peradilan yang ideal.

Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo merupakan terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J atau Brigadir Yosua.

Menurutnya, Sidang yang digelar di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta pada Rabu (12/4/2023) itu memang seharusnya terbuka untuk umum.

"Kalau kita bicara ideal, ya peradilan Sambo ini. Jadi tidak hanya di Pengadilan Negeri, di Pengadilan Tinggi pun juga harus terbuka untuk umum, apalagi di tingkat kasasi Mahkamah Agung," kata Hibnu dalam tayangan Kompas TV.

Dia pun menegaskan bahwa tentu ada alasan terkait sidang yang harus terbuka untuk umum ini, hal itu karena diharapkan sidang kasus ini bisa menjadi perhatian masyarakat.

Baca juga: Banding Ferdy Sambo Ditolak Pengadilan Tinggi, Hakim Singgung Motif Pembunuhan dan Vonis Bharada E

Baca juga: Tok! Hakim Tolak Banding Putri Candrawati, Istri Ferdy Sambo Tetap Dipidana 20 Tahun Penjara

"Jadi nggak ada dibacakan secara singkat atau secara simple, nggak (begitu), terbuka untuk umum. Maksudnya apa sih terbuka untuk umum? agar masyarakat bisa memperhatikan, bisa menilai sehingga tidak terjadi kesesatan," jelas Hibnu.

Oleh karena itu, Hibnu menyebut sidang ini termasuk dalam model Due Process of Law atau suatu proses hukum yang baik, benar dan adil.

"Sehingga inilah peradilan sambo ini peradilan yang model due process of law," pungkas Hibnu.

Hakim Tolak Banding Ferdy Sambo

Hukuman pidana mati yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Ferdy Sambo dikuatkan Hakim Pengadilan DKI Jakarta, Rabu (12/4/2023).

Mantan Kadiv Propam itu merupakan terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Hakim PN Jaksel menyebutkan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.

Tindak pidana yang dimaksudkan tersebut terkait pembunuhan berencana sang ajudan, Brigadir Yosua.

Sehingga pada tanggal 13 Februari 2023 lalu, Hakim PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis pidana mati terhadap Ferdy Sambo.

Tidak terima, terdakwa mengajukan banding atas vonis tersebut ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Selatan.

Sebelum membacakan putusan, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi telebih dahulu membacakan hasil kajian atas memori banding dari kedua belah pihak.

Baca juga: Vonis Pidana Mati Ferdy Sambo Dikuatkan Hakim Pengadilan Tinggi, Bagaimana dengan Putri Candrawati?

Setelah dikaji, Pengadilan Tinggi menerima banding dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan terdakwa Ferdy Sambo.

"Menerima permohonan banding dari terdakwa Ferdy Sambo dan Jaksa Penuntut Umum," kata Hakim Ketua, Hakim Ketua, Singgih Budi Prakoso dikutip dari tayangan Kompas Tv.

Dalam putusan tersebut, hakim menyatakan menguatkan putusan Pengadiloan Negeri Jakarta Selatan.

"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomo 796/PidB/2022/PN Jakarta Selatan tertanggal 13 Februari 2023,"

Hakim juga memerintahkan agar Ferdy Sambo tetap berada dalam tahanan.

"Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan," katanya.

Sementara biaya perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua tersebut dibebankan kepada negara.

Alasan Hakim Tolak Banding Ferdy Sambo

Motif pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat dan vonis ringan Bharada E menjadi alasa Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk menolak banding Ferdy Sambo.

Dalam perkara tersebut, mantan Kadiv Propam divonis bersalah atas tindak pidana denga hukuman pidana mati.

Putusan penolakan itu dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Singgih Budi Prakoso, Rabu (12/4/2023).

Sebelum membacakan putusan tersebut, hakim turut menyampaikan hasil kajian dari perkara yang menyeret mantan Kadiv Propam tersebut.

Baca juga: Sambo Tetap Vonis Mati, Orang Tua Brigadir Yosua Optimistis Hukuman Semua Terdakwa Tak Berkurang

Berikut ini alasan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Diketahui, Majelis Hakim Pengailan Tinggi DKI Jakarta menyatakan menolak banding yang diajukan Ferdy Sambo.

Kemudian, hakim jugamenguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap Ferdy Sambo.

"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 796/Pid.B/2022/PN JKT.SEL tertanggal 13 Februari 2023 yang dipintakan banding tersebut," kata Hakim Ketua, Singgih Budi Prakoso, Rabu (12/4/2023), dilansir siaran langsung YouTube Kompas TV.

Lantas, apa alasan hakim menolak banding yang diajukan Ferdy Sambo?

Terdapat sejumlah pertimbangan yang disampaikan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Di antaranya, hakim tinggi berpendapat, putusan hakim PN Jaksel telah melewati pertimbangan yang menyeluruh, tepat dan benar secara hukum.

"Putusan Judex Factie 796/Pid.b/ 2022/PN.Jkt Sel tanggal 13 Februari telah dipertimbangkan secara menyeluruh dan sudah tepat serta benar secara hukum," kata Singgih Budi Prakoso membaca pertimbangan hukum putusan banding.

Lantaran putusan majelis hakim Judex Factie telah dipandang benar secara hukum, dan dapat dikuatkan, maka memori banding yang diajukan oleh penasihat hukum Ferdy Sambo pada tanggal 3 Maret 2023 tak masuk pertimbangan dan dikesampingkan.

"Dengan demikian memori banding dari penasihat hukum Ferdy Sambo tertanggal 3 Maret harus dikesampingkan," jelas hakim.

"Dan putusan Judex Factie atas nama Ferdy Sambo telah dipertimbangkan dengan benar secara hukum, untuk itu dapat dikuatkan," lanjutnya.

Tentang Motif Pembunuhan yang Dilakukan Ferdy Sambo

Baca juga: Samuel Hutabarat Apresiasi Putusan Majelis Hakim PT DKI Jakarta Yang Tetap Vonis Mati Ferdy Sambo

Soal motif yang diajukan dalam banding Ferdy Sambo, hakim tinggi juga sependapat dengan hakim PN Jaksel.

Ketua Majelis Hakim PT DKI Jakarta Singgih Budi Prakoso mengatakan bukannya tidak ada motif dalam perkara pembunuhan Brigadir Yosua.

Melainkan motif membunuh Ferdy Sambo punya penafsiran berbeda antara penasihat hukum dengan majelis hakim Judex Factie tingkat pertama atau majelis hakim yang menangani perkara.

"Menimbang bahwa dengan demikian apa yang dipertimbangkan Judex Factie tingkat pertama mengenai motif, adalah sudah benar yakni bukannya tidak ada motif, akan tetapi terdapat perbedaan penafsiran berkaitan dengan motif terdakwa Ferdy Sambo antara penasihat hukum dengan majelis hakim Judex Factie," kata hakim.

Terlebih menurut hakim tinggi, motif membunuh tersebut kian tidak jelas lantaran saksi - saksi penting seperti Kuat Maruf dan Susi yang ada di Magelang, sejak awal tidak terbuka untuk menyampaikan cerita yang sebenarnya saat ditanya oleh Ricky Rizal dan Richard Eliezer alias Bharada E.

"Bahwa motif ini semakin tidak jelas karena saksi penting seperti saksi Kuat Maruf, saksi Susi yang ada di rumah di Magelang sejak awal tidak terbuka ketika ditanya oleh saksi Ricky Rizal Wibowo dan Richard Eliezer," katanya.

Hakim tinggi pun menjelaskan bahwa dalam proses peradilan, motif memang menjadi bagian dalam menentukan berat ringannya hukuman yang dijatuhkan, namun motif bersifat kasuistik.

"Dalam proses peradilan, motif memang menjadi bagian untuk menentukan berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan, akan tetapi memang sifatnya memang kasuistik," ungkap hakim.

Soal vonis Eliezer

Hakim tinggi juga menyinggung soal vonis ringan Eliezer yang juga menjadi materi banding dari Ferdy Sambo.

Pada memori banding yang dibacakan hakim ketua, Singgih Budi Prakoso, Ferdy Sambo mengungkapkan vonis Richard Eliezer terlalu ringan, padahal Bharada E terbukti menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Sementara tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) adalah 12 tahun.

"Di mana saksi Richard divonis jauh lebih rendah 1 tahun 6 bulan, padahal diancam pasal penyertaan sebagai eksekutor penembakan," kata hakim Singgih.

Terkait poin memori banding ini, hakim Singgih menegaskan pihaknya tidak berwenang mengulas putusan dari Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tersebut.

Adapun alasannya lantaran pihak Eliezer maupun JPU tidak mengajukan banding.

Hal ini membuat hakim PT DKI tidak mengetahui pertimbangan dari hakim dan putusan dari Richard Eliezer tersebut.

"Bahwa tentang hal ini PT DKI tidak berwenang memberikan ulasan dan juga tidak diajukan upaya hukum banding sehingga diketahui apa yang menjadi pertimbangan hakim tingkat pertama," ujar Singgih.

Baca berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Ayu Ting Ting Takut Bertemu Oma Boy William: Aku Takut Dikatain Tolol

Baca juga: Bukti Keseriusan Bulan Sutena Dalami Dunia Peran, Kini Memiliki Guru Akting Sendiri

Baca juga: Bupati Merangin Salurkan Zakat, Infaq dan Shadaqah ke Mustahik

Baca juga: Banding Ferdy Sambo Ditolak Pengadilan Tinggi, Hakim Singgung Motif Pembunuhan dan Vonis Bharada E

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkini