TRIBUNJAMBI.COM - Penyanyi Elfonde Mekel atau akrab disapa Once menyiasati aktivitas di tengah pandemi Covid-19. Banyak hal dilakukannya. Dari berpartisipasi dalam kegiatan amal hingga menggeluti dunia usaha.
Sepanjang 2020 industri musik secara global mengalami kerugian Rp434,6 triliun (data Pollstar). Kerugian terutama lantaran pembatalan konser dan live music.
Musisi dan praktisi lokal hampir tidak dapat beradaptasi karena banyak faktor, dari kurangnya pendapatan, teknis, dan peluang. Hal tersebut dibenarkan ole Once. Eks vokalis Dewa 19 ini mengatakan industri musik sangat terdampak pandemi Covid-19. Banyak musisi yang kehilangan sumber pendapatan. Terutama musisi reguler di kafe-kafe.
"Karena tidak ada lagi kesempatan untuk mereka tampil. Namun teman-teman artis yang di panggung-panggung besar itu pun terdampak," ujar Once. Disampaikan Once saat berbincang bersama Manager Pemberitaan Tribun Network Rachmat Hidayat di Studio Once, kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Rabu (23/6).
Hampir seluruh bagian musik terdampak. Menimbulkan efek domino akibat pandemi Covid-19. Dari kru, musisi itu sendiri, hingga bisnis terkait musik. Menurut Once, pendapatan digital para musisi pun ikut berkurang.
"Karena seorang artis itu manggung dampak positifnya terhadap lagu-lagu di platform digital. Tapi tidak ada panggung, tidak ada reaction atau transaksi digital," kata pria berusia 51 tahun tersebut.
Karenanya para musikus mulai menyiasati kehilangan pendapatan dari manggung. Once bercerita sejumlah musisi yang memiliki tabungan mulai berwiraswasta, termasuk dirinya.
Once bersama Ridho Slank membuka kedai makanan di ruang publik M Bloc Space. Namanya Kedai Katong. Menyuguhkan kopi khas Maluku dan makanan khas Manado. Once sendiri juga membuka Kafe Mayosi di bilangan Bumi Serpong Damai (BSD).
"Mayosi itu dari nama ibu saya Mama Yosi. Dan Almarhumah Ibu saya itu jago banget masak waktu masih hidup. Menu itu dapat dari dia," ujar Once.
Berikut wawancara eksklusif Tribun Network bersama Once Mekel:
Bagaimana para musikus menyiasati di tengah pandemi Covid-19?
Sama seperti industri yang lain, industri musik Indonesia sangat terdampak oleh covid. Banyak teman-teman yang tiba-tiba kehilangan sumber pendapatan. Apalagi kita tidak pernah siap dengan keadaan pandemi. Awal-awal pandemi orang berpikir ini hanya tiga bulan, empat bulan. Tapi kenyataannya sudah satu setengah tahun.
Dan bahkan akan lebih panjang. Banyak teman-teman saya jadi sulit. Terutama mereka yang main reguler di kafe-kafe. Itu banyak sekali yang terdampak. Karena tidak ada lagi kesempatan untuk mereka tampil. Namun teman-teman artis yang di panggung-panggung besar itu pun terdampak.
Paling tidak begini terdampaknya. Teman-teman artis pendapatan dari digital berkurang. Karena seorang artis itu manggung dampak positifnya terhadap lagu-lagu di platform digital. Tapi tidak ada panggung, tidak ada reaction atau transaksi digital.Bedanya artis-artis yang punya tabungan masih bisa invest bikin usaha apa. Banyak artis yang buka usaha.
Saya sendiri akhirnya punya usaha. Saya sudah mulai dari sebelum covid, punya penghasilan di luar dari saya musisi atau penyanyi. Saya bersyukur memiliki sumber lain.Mungkin jadi pelajaran juga buat kita. Di Indonesia ini perlu kreativitas lebih untuk menjamin kehidupan pribadi maupun keluarga. Harus punya kemampuan berwiraswasta walaupun dimulai dari kecil.
Siapa tahu bisa berkembang. Ini jadi pelajaran untuk kita semua, bukan hanya artis, tapi sebagian besar masyarakat Indonesia. Harus lebih kreatif. Lebih baik mulai daripada tidak sama sekali.
Seperti apa masa depan dunia musik dari kacamata Anda?
Sulit diprediksi. Beberapa teman yang musisi reguler, masih ada kesempatan manggung di tempat tertentu. Padahal banyak peraturan protokol kesehatan yang diterapkan Pemda. Di satu pihak kok ini agak kontroversial, beberapa tempat masih saja membuat event yang cukup heboh.
Di lain pihak kita sebagai musisi, bersyukur teman-teman masih bisa kerja, bisa berpenghasilan. Kita masih belum tahu ke depan seperti apa. Sering berdiskusi sama teman-teman juga, ini bagaimana.
Apa yang harus kita lakukan, bagaimana kita menyiasati ini. Sudah banyak diskusi yang dilakukan oleh teman-teman musisi, artis, organisasi pemusik, pengarang lagu, kadang-kadang kita mengundang pejabat yang berkepentingan.
Yang punya kebijakan menyangkut harkat hidupnya musisi. Pernah mengundang Pak Dirjen Hak Cipta, Menteri Pariwisata Pak Sandi Uno. Banyak seperti itu dilakukan. Tapi yang masih kita tunggu langkah yang tegas dan koordinatif antara lembaga-lembaga pemerintah yang terkait soal profesi musik.
Ada banyak peraturan di masing-masing lembaga ini. Kadang-kadang itu tidak bisa dipegang. Kita pikir ada aturan dari Pariwisata sudah oke, wah kita bisa panggung, tapi dari sisi kepolisian, Pemda bagaimana. Wah panjang urusannya.
Kita masih tunggu koordinasi yang lebih baik dan tegas. Akhirnya kan show-show digital online berharap dapat sumbangan dari penonton. Tapi itu kadang-kadang menurun juga animo orang.
Karena energi orang yang menonton online kan beda. Dengan nonton langsung. Saya masih berharap dalam batas-batas tertentu, protokol ketat, kita masih bisa lihat penampilan itu dilakukan.Ya mungkin bisa dimulai jenis musik tertentu. Misalnya musik klasik, jazz, pop. Teman-teman yang di ranah musik, rock, metal, punk, mesti menunggu. Karena jenis penontonnya lebih agresif. Kecuali bisa dibuat kalem.
Apa yang bisa dimanfaatkan para musisi di tengah pandemi Covid-19?
Sekarang ini ya dalam masa pandemi ini, musisi yang masih baru mulai sebaiknya manfaatkan periode ini untuk memantapkan kemampuan. Misal dipakai latihan sebanyak mungkin, kreasi, untuk menghasilkan album bagus.
Begitu periode selesai, teman-teman musisi sudah lebih hebat. Jangan sama dong. Kita sebenarnya semua tiarap. Saya rasa masa periode Covid ini kita bisa lihat siapa yang akan menjadi musisi berdedikasi, survive, dan mana yang duluan menyerah.