TRIBUNJAMBI.COM - Pasukan Gurkha pernah jadi sorotan dunia saat jadi penjaga di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) antara pemimpin Korut Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump di Singapura pada 12 Juni 2018.
Kala itu, Militer AS juga sampai menggeser kekuatan militernya di Okinawa Jepang dengan cara menyiagakan sejumlah jet tempur siluman F-22 Raptor dan kapal-kapal induk di Laut Pasifik guna melakukan pengawalan terhadap Presiden Trump.
Sementara tim aju dari Korut juga sudah datang ke Singapura untuk menyiapkan akomodasi bagi Kim Jong Un yang rencananya akan menginap di Hotel Shangr-La.
Pihak Singapura sendiri memiliki tanggung-jawab tinggi terhadap keamanan pemimpin dari dua negara yang sedang menjadi perhatian dunia internasional itu juga telah bersiap.
Demi menjamin keamanan, Singapura juga telah menyiapkan sistem pengamanan maksimal dengan cara mengerahkan pasukan Gurkha yang sangat terkenal keganasannya.
Sebagai negara anggota Persemakmuran Inggris, Singapura juga diperkuat oleh sekitar 2000 pasukan Gurkha yang dalam kesehariannya bertugas secara polisional (paramiliter).
Meski sesungguhnya pasukan Gurkha ini merupakan pasukan tempur terlatih yang disiapkan untuk melaksanakan tugas-tugas militer.
Kehadiran dari pasukan Gurkha ini merupakan para petarung dari daerah pegunungan Nepal dengan penampilan low profile itu tetap saja memberikan kesan ganas dan brutal.
Pasalnya selain bersenjata senapan serbu siap tembak, setiap pasukan Gurkha ternyata juga dilengkapi dengan senjata andalan tradisionalnya berupa pisau Kurki berukuran besar dan sangat tajam.
Konon pisau Kurki yang sesungguhnya merupakan sabitnya orang Nepal itu jika sudah dikeluarkan dari sarungnya harus `meminum darah' dulu sebelum dimasukkan ke sarungnya lagi.
Tapi sesungguhnya pisau Kukri ini milik para personel Gurkha merupakan senjata dan sekaligus alat tradisional orang Nepal yang berfungsi serba guna karena biasa digunakan untuk menyabit rumput dan tidak perlu `meminum darah' setelah dikeluarkan dari sarungnya.
Para pasukan Gurkha ini merupakan pemuda-pemuda gunung yang sudah terbiasa naik turun gunung sambil membawa beban berat secara alamiah memang memiliki fisik dan stamina tangguh.
Maka ketika mereka dilatih secara militer oleh Inggris, secara otomatis mereka juga akan menjadi pasukan tempur yang mumpuni.
Tapi dalam peperangan yang sesungguhnya, kemenangan tempur tidak cuma ditentukan oleh fisik yang tangguh dan persenjataan mutakhir melainkan juga oleh taktik serta strategi tempurnya.
Pasukan Indonesia (TNI) sebenarnya sudah pernah pula berhadapan dengan pasukan gabungan Inggris dan Gurkha dalam Operasi Dwikora (1964) yang berlangsung di Kalimantan Utara.
Baca juga: Kala Kopassus Dicemooh Media Asing, Namun Bikin Kejut Dunia Lewat Aksi 3 Menit Bebaskan Sandera
Baca juga: Kala Prajurit Kopassus Lakukan Penyerbuan Udara di Padang saat Lawan PRRI Dalam Operasi Kilat
Baca juga: Jenderal Kopassus Ini Seperti Peramal, Kata-katanya pada Prabowo 34 Tahun Lalu Kini Jadi Kenyataan
Dalam suatu pertempuran yang sangat sengit di daerah Munti, pasukan TNI yang terdiri dari dua peleton anggota Yonil Linud 328 Kostrad di bawah pimpinan Serma M Darto berhasil menewaskan sekitar 25 personel pasukan lawan.
Sementara di pihak pasukan Linud 328, dua personelnya pun gugur pada pertempuran yang berlangsung di malam hari dan dalam jarak dekat.
Kemenangan pasukan Linud 328 menunjukkan bahwa pasukan Gurkha yang terkenal ganas ternyata bisa juga dihancurkan melalui taktik dan strategi tempur yang tepat.
Padahal saat itu pasukan Linud 328 sedang dalam kondisi kekurangan logistik bahan makanan dan juga kelelahan karena sudah berhari-hari berpatroli di dalam hutan lebat.
Hidup Menyendiri
Huxley menyebut pasukan Gurkha merupakan orang-orang terlatih yang sangat kuat.
Mereka dikenal dengan kemampuan bela diri yang baik, diambil dari suku Gurkha, yang turun temurun punya darah petarung.
Mereka bukan asli orang Singapura, melainkan dari Nepal.
Sejak usia 18 atau 19, mereka diimpor ke Singapura, lalu dilatih dengan keras dan super disiplin.
Pasukan Gurkha, yang juga disebut GC atau Gurkha Contingent, biasanya ada di negara-negara bekas jajahan Inggris.
Selain Singapura, mereka juga ada di India dan Brunei.
Kepolisian Singapura menyebut mereka 'tangguh, cermat, dan cepat'.
Mereka bekerja di berbagai operasi paramiliter, untuk menjaga keamanan Singapura.
Gaya hidup mereka tak boleh sembarangan. Mereka bahkan tinggal berkelompok di daerah khusus, yang disebut Mount Vernon Camp, jauh dari kota.
Tak ada satu pun warga sipil yang bisa masuk pemukiman mereka.
Para istri dan anak-anak pasukan Gurkha harus menjalani hidup serba disiplin.
Pukul 22.30 waktu setempat, tak boleh ada aktivitas di dalam rumah.
Tak ada listrik atau apapun.
Pasukan Gurkha, juga dilarang menikah dengan warga lokal Singapura.
Baca juga: Daftar Harga HP Samsung Bulan Juni 2021 Galaxy A10 hingga S21 Ultra dan Z Fold2 Harga Rp 33 Jutaan
Baca juga: Satu Pekerja Jembatan Merangin Tenggelam Setelah Tali di Badan Putus, Kapolsek Ungkap Kronologisnya
Baca juga: Khasiat Rumput Paragis yang Bisa Mengobati Ginjal dan Menurunkan darah Tinggi
(Tribunjambi.com)
Berita lainnya seputar Kopassus