Kami sama-sama bersama jalani pendidikan di Lemhannas (tahun 2012). Dia yang tuntun saya bertemu dengan sejumlah pakar. Hampir setiap saat kami rapat dan diskusi untuk susun beberapa program. Mulai strateginya, sistem, struktur, skill, harus cepat dan target.
Apa yang ditargetkan?
Kami harus jaga masyarakat sehat tetap sehat, sakit harus diobati sampai sembuh.
Butuh berapa lama bagai Anda untuk memahami Covid-19?
Dari awal itu hampir tiap malam kami diskusi menerima masukan dari daerah, kemudian cari solusi yang terbaik.
Tantangan pertama yang saya hadapi yaitu masalah ketersediaan APD (alat pelindung diri).
Waktu itu sudah mulai ada penjelasan dari banyak rumah sakit bahw APD tinggal tersedia beberapa hari lagi. Saya sendiri, dari awal APD itu, tidak mengerti. Yang saya tahu hazmat yang dipakai prajurit dalam rangka atasi bahaya biokimia.
Masukan-masukan dari para menteri terutama dari menkeu dan menlu bahwa ada informasi ada APD buatan Indonesia yang akan diekspor ke Korsel.
Lalu kami diskusi sehingga APB yang semula mau diekspor, akhirnya dibagi dua, setengahnya tetap berada di tanah air utk kepentingan domestik kita dan setengahnya lagi dikirim ke luar negeri.
Langkah pertama, salurkan APD kepada seluruh rumah sakit yang waktu itu kami dapat laporan dari sejumlah daerah, dokter yang wafat sampe 19 orang (terpapar covid). Prioritas APD disalurkan ke seluruh rumah sakit di Jakarta, Jabar, lalu akhirnya ke seluruh Indonesia pembagian APD, walau bantuan tidak sama jumlahnya.
Bagaimana respons keluarga, saat awal anda terlibat tugas memerangi Covid?
Sebagai seorang prajurit, sudah terbiasa dapatkan tugas dalam waktu yang sangat singkat diberitahu kemudian berhari-hari tidak pulang. Bahkan tugas operasi itu bisa masuki bulan dan tahun.
Pengalaman sebelumnya saya nikah (dengan Santi Ariviani), Juli 1992, hanya beberapa waktu berselang, saya tugas ke Timor Timur untuk jangka waktu lebih dari 1 tahun.
Ketika saya kembali sudah punya putri (Azzianti Riani Monardo, lahir 1993).
Dan secara berturut-turut, dalam berbagai macam penugasan, saya nyaris tak pernah bicara pada istri. Jadi istri saya hanya tahu saya ke daerah mana, tapi isi tugasnya memang sudah biasa, saya tak pernah ceritakan.
Saya tak ingin bebani keluarga dengan masalah dinas. Jadi kalau pulang ke rumah, saya hanya bicara tentang keluarga. Di luar itu, hampir pasti saya tak pernah bicarakan masalah dinas kepada istri saya.