Kopassus Berkaki Satu yang Selalu Dicari Soeharto dan Ungkapan 'Agus itu Opsus. Opsus itu Agus'

Editor: Duanto AS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolonel Inf. Agus Hernoto

Kopassus Berkaki Satu yang Selalu Dicari Soeharto dan Ungkapan 'Agus itu Opsus. Opsus itu Agus'

TRIBUNJAMBI.COM - RPKAD yang kini bernama Kopassus menjadi satu di antara pasukan yang diterjunkan pada Operasi Trikora untuk merebut Irian Jaya dari Belanda.

Konfrontasi yang berlangsung selama hampir dua tahun tersebut akhirnya dimenangkan Indonesia.

Banyak diantara cerita heroik pertempuran antara pasukan TNI dengan Belanda.

Satu di antara kisah heroik yakni seorang anggota Kopassus Agus Hernoto yang gagah berani bertempur ditengah kepungan Belanda. 

Siapa Sebenarnya Pemuda Blora yang Jatuh Cinta ke Pramugari Garuda Ini, Jenderal Alumni Kopassus

Cinta Bersemi saat Pangkat Letnan Dua, Pemuda Blora Daftar Kopassus, Dapat Pacar Pramugari Garuda

Polisi Cium Motif Pembunuhan Berencana Terkait Kematian Lina, Teddy Mulai Ketakutan, Ada Apa?

Anggota Kopassus ini merupakan satu di antara legenda pada pertempuran di Papua. 

Agus Hernoto merupakan anggota pasukan khusus yang hebat.

Nama Agus Hernoto pula yang selalu ditanyakan Soeharto saat acara-acara Kopassus.

Hubungan dua orang ini cukup dekat karena latar belakang peristiwa pertempuran di Papua.

Saat itu Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat). Itu merupakan usaha pemerintah Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat.

Pada 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumumkan pelaksanaan Trikora di Alun-alun Utara Yogyakarta. Soekarno juga membentuk Komando Mandala, dengan Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima.

Tugas komando ini merencanakan, mempersiapkan dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Papua bagian barat dengan Indonesia.
Ada beberapa operasi dilaksanakan, satu di antaranya menggunakan Kopassus. Benny Moerdani dan Agus Hernoto masuk dalam satu di antara misi itu.

Strategi militer:

Tahap Eksploitasi: pada awal 1963, dengan mengadakan serangan terbuka terhadap induk militer lawan dan menduduki semua pos-pos pertahanan musuh yang penting.

Tahap Konsolidasi: pada awal 1964, dengan menunjukkan kekuasaan dan menegakkan kedaulatan Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.

Kopassus Bertahan Hidup Tidur di Antara Mayat-mayat, Kisah Nyata saat Penyerbuan di Papua

Saat memimpin Operasi Benteng I, kaki Agus Hernoto tertembak tentara Belanda. Anak buahnya berusaha membopong untuk menyelamatkan komandannya, namun di situasi itu, Agus Hernoto memilih jalannya sendiri.

Agus tetap berada di medan pertempuran, hingga akhirnya tertangkap dan menjadi tawanan tentara Belanda. 

Dia dirawat pasukan Belanda hingga sembuh, tapi kakinya terpaksa diamputasi, mengingat luka tembaknya sudah membusuk.

Kisah Agus Hernoto itu dituliskan di buku Legenda Pasukan Komando: Dari Kopassus sampai Operasi Khusus, Penerbit Buku Kompas.

Dari masa Orde Lama hingga Orde Baru, anggota Kopassus ( Komando Pasukan Khusus) ini mengabdi.

Daya juang Agus Hernoto sangat tinggi, hingga dia kehilangan kakinya saat memimpin Operasi Banteng I pembebasan Irian Barat.

Agus merupakan anggota pasukan Kopassus yang berkaki satu dan punya semangat juang tinggi.

Dia dikenal begitu menjiwai motto berani-benar-berhasil, bahkan setelah dia tidak bergabung lagi dengan Kopassus.

9 Perwira Muda Kopassus Dikirim ke Pertempuran, Sintong: jika ada yang mati, aku tanggung jawab

Ya, Agus didepak dari Kopassus, dulu bernama RPKAD ( Resimen Para Komando Angkatan Darat), lantaran kondisi fisiknya.

Agus kehilangan satu kakinya saat memimpin Operasi Benteng I. Saat itu, kakinya tertembak tentara Belanda.

Anak buahnya berusaha membopong dan menyelamatkan komandannya. 

Namun, di situasi kala itu, Agus memilih jalannya sendiri.

Dia tetap berada di medan pertempuran, hingga akhirnya tertangkap dan ditawan tentara Belanda.

Pasukan Belanda memperlakukan Agus sesuai konvesi Jeneva. 

Agus dirawat hingga sembuh, tapi kakinya terpaksa diamputasi, mengingat luka tembaknya sudah membusuk.

Agus masih hidup dan Irian Barat akhirnya jatuh ke tangan Indonesia.

Kabar buruk kemudian menghampiri.

Pada akhir 1964, diadakan sebuah pertemuan perwira RPKAD membahas penghapusan tentara cacat dari RPKAD. Agus termasuk di dalamnya.

Keputusan itu sempat diprotes atasan Agus, Benny Moerdani.

Alih-alih mendapat persetujuan, Benny justru dimutasi ke Kostrad karena dianggap membangkang. Sedangkan Agus tetap dikeluarkan dari RPKAD.

Sekeluarnya dari Kopassus, Agus sempat bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa atau Pasukan Pengawal Presiden RI Soekarno.

Dijelaskan dalam buku 'Bagimu Negeri, Jiwa Raga Kami' karya Bob Heryanto Hernoto, Agus kemudian ditarik Benny Moerdani untuk bergabung di unit intelijen Kostrad.

Sejak itulah, Agus melanjutkan karier militernya di dunia intelijen.

Mengutip dari Kompas.com, Agus dan Benny lalu bergabung dengan Operasi khusus (Opsus) yang dipimpin oleh Ali Moertopo.

Keduanya bertanggung jawab langsung kepada Presiden Soeharto.

Di dalam Opsus, Agus menjadi orang kepercayaan Ali dan Benny.

Bahkan, siapa pun yang ingin bertemu dengan Ali dan Benny harus melalui Agus, sehingga muncul ungkapan

"Agus itu Opsus. Opsus itu Agus".

Di dalam Opsus Agus bertugas menjadi semacam Komandan Detasemen Markas atau Dandenma) yang mengatur segala hal terkait operasi-operasi opsus.

Dia juga terlibat dalam berbagai operasi Opsus di Irian Barat dan Timor Timur.

Bintang Sakti

Agus juga sempat mendapat penghargaan Bintang Sakti dari pemerintah setelah ada kesaksian akan keberaniannya saat berhadapan dengan tentara Belanda saat ditawan.

SYARAT Jadi Anggota Kopassus & Pendidikan untuk Memperoleh Baret Merah, Lewati Neraka di Cilacap

Tak banyak prajurit meraih penghargaan tertinggi di militer ini. Hanya mereka yang menunjukkan sikap luar biasa dalam tugas negara yang pantas menyandangnya. Agus satu diantaranya.

Malahan, Presiden Soeharto disebut-sebut selalu mengingat Agus.

Setiap mereka bertemu, Soeharto pasti selalu menanyakan kondisi kaki Agus.

Benny banting baret

Benny Moerdani masih tidak terima dan marah, terkait dirinya yang pernah didepak sebagai anggota RPKAD setelah membela Agus Hernoto.

Kemarahan itu diluapkannya saat menghadiri undangan Kopassus pada 1985.

Kemarahan legenda Kopassus itu dituliskan dalam buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando karya Hendro Subroto.

Benny yang saat itu menjabat sebagai Panglima TNI, diminta untuk memberikan baret merah kehormatan Kopassus kepada Raja Malaysia, Yang Dipertuan Agung Sultan Iskandar.

Sebelum acara dimulai, Benny beristirahat di ruang Komandan Kopassus, Brigjen Sintong Panjaitan.

Di sana ada pula KASAD, Jenderal Try Sutrisno, Wakil KASAD, Letjen TNI Edi Sudrajat, dan Wakil Komandan Kopassus, Kolonel Kuntara.

Ada kejadian mengejutkan di ruangan sedang ditempati para perwira tinggi TNI itu.

Saat Brigjen Sintong memberikan baret merah kehormatan Kopassus, Benny membanting baret itu ke meja dan akhirnya jatuh di lantai.

Sontak orang-orang di ruangan itu terkejut saat melihat Benny begitu emosi dan berwajah seram.

Namun, pada akhirnya Benny bersedia mengenakan baret itu dan mengikuti acara.

Semua jadi lega dan upacara pun berjalan lancar.

Kisah-kisah tentang Kopassus dapat dibaca di Tribunjambi.com.(*)

Teguran Maut Intelijen Kawakan ke Soeharto, Nasib Jenderal Kopassus Ini Berakhir Kemudian

Siapa Sebenarnya Pemuda Blora yang Jatuh Cinta ke Pramugari Garuda Ini, Jenderal Alumni Kopassus

Kopassus Ditembaki saat Parasut Masih Mengembang, Beberapa Prajurit Gugur

Berita Terkini