TRIBUNJAMBI.COM- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mohamad Mahfud MD menginstruksikan aparat TNI untuk mengusir kapal asing yang masuk di laut Natuna.
Ia juga tegaskan pemerintah Indonesia tidak akan melakukan perundingan dengan China terkait persoalan tersebut.
Langkah itu dilakukan karena perairan Natuna merupakan bagian sah dari wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
• Siapa Sebenarnya Mien Sugandhi? Menteri yang Pernah Minta Pak Harto Tak Jadi Presiden Lagi
• Kisah Nenek Ompong Tinggal Sebatang Kara di Tempat Pembuangan Sampah Bersama Puluhan Kucing Liar
• Akhirnya Bongkar Rahasia Penyebab Utama Perceraian Sule dan Lina, Begini Kata Teddy, Ada KDRT?
"Kita usir dengan segala kemampuan kita. Kita halau kapal-kapal dan nelayan-nelayan. Kalau mau diinternasionalkan itu multilateral, urusan Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan urusan China dan Indonesia. Tidak ada itu. Kita tidak membentuk tim negosiasi, tidak ada," kata Mahfud MD saat menghadiri Dies Natalis Universitas Brawijaya (UB) ke-57 di Kampus Universitas Brawijaya (UB), Minggu (5/1/2020).
Menurutnya, upaya menjaga sebuah kedaulatan negara merupakan bagian dari amanat konstitusi.
Sehingga menjaga wilayah Natuna yang sekarang banyak diterobos oleh kapal ikan asing merupakan tanggung jawab aparat negara dan seluruh rakyat Indonesia.
Lebih lanjut ia mengatakan, pemilihan pendekatan di luar diplomasi sengaja dilakukan karena adanya beberapa pertimbangan.
• HUT Jambi ke-63, Pemkab Bungo Gelar Upacara, Wabup Sampaikan Pidato Gubernur Fachrori
• Bagaimana Nasib Bayi Lina Zubaedah? Terungkap Hubungan Tak Harmonis Mantan Istri Sule dengan Teddy
• Ramalan Hari Ini: Pemilik Shio Anjing, Macan dan Tikus Harus Habiskan Waktu Bersama Keluarga
Pertama, karena perairan Natuna merupakan wilayah sah Indonesia.
Hal itu didasarkan pada konvensi internasional tentang laut dan perairan, yaitu UNCLOS tahun 1982.
Kedua, jika pemerintah melakukan jalur diplomasi justru dianggap mengakui bahwa perairan Natuna menjadi wilayah sengketa.
"Oleh sebab itu Indonesia menolak negosiasi, perundingan secara bilateral dengan China. Karena kalau kita mau berunding di bidang itu berarti kita mengakui bahwa perairan itu memang menjadi sengketa," kata Mahfud.
"Ini tidak ada sengketa, mutlak milik Indonesia secara hukum. Jadi tidak ada negosiasi," ucapnya
Sebelumnya, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono mengaku sudah menyiapkan operasi siaga tempur untuk menjaga kedaulatan di perairan Natuna.
Dalam operasi itu, 600 personel TNI dan sejumlah alutsista seperti lima KRI, satu pesawat intai dan satu pesawat Boeing telah disiagakan di wilayah tersebut.
"Operasi ini merupakan salah satu dari 18 operasi yang akan dilaksanakan Kogabwilhan I di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (3/1/2020).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul " Ini Alasan Mahfud MD Tolak Jalur Diplomasi Soal Natuna"
Guru Besar UI Soal Natuna: China Mau Ngetes Prabowo Hingga Edhy
Hubungan Indonesia China dalam beberapa hari terakhir tengah panas dingin.
Ini setelah insiden masuknya kapal-kapal nelayan asal China yang dikawal kapal coast guard terdeteksi masuk ke perairan Natuna secara ilegal.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana, mengungkapkan kembalinya China berulah di Natuna salah satunya karena ingin menguji menteri terkait di kabinet baru Presiden Joko Widodo ( Jokowi).
"China mau ngetes, sejauh mana ketegasan dan kekompakan menteri-menteri baru Jokowi dalam mengelola masalah di Laut China Selatan. Kalau soal sengketa dengan China, itu terdekat terjadi di tahun 2016," kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Minggu (5/1/2020).
Manuver China, kata dia, memang sengaja dilakukan untuk memancing reaksi pejabat Indonesia.
Ini penting buat China dalam mengambil kebijakan-kebijakan geopolitik dan ekonomi di kawasan tersebut.
"Yang terbaru kan tahun 2016, kapal China masuk Natuna, Presiden Jokowi sampai langsung datang ke Natuna dan menggelar rapat di sana. Nah China mau lihat bagaimana respon pejabat sekarang," ujar Hikmahanto.
Menurutnya, selama sembilan garis putus-putus dan traditional fishing right dijadikan dasar klaim, maka China akan selalu mempertahankan keberadaan fisiknya di Natuna Utara.
• Vivo S1 Pro Edisi 256 GB sudah Bisa Dipesan Mulai Hari Ini, Kapasistas Penyimpanan Jumbo
• RSUD Raden Mattaher Jambi Raih Juara Inovasi Daerah antar OPD di Lingkup Pemprov Jambi
• Tak Ada Batas Waktu Laksdya TNI Yudo Margono Pastikan Usir Kapal China dari Laut Natuna Sampai pergi
"Pelanggaran atas ZEE Indonesia di Natuna Utara oleh Coast Guard China bisa jadi ditujukan untuk menguji muka baru di kabinet Jokowi dan menguji soliditas kabinet," ungkap Hikmahanto.
"Hal yang sama pernah dilakukan oleh China saat Presiden Jokowi baru beberapa tahun menjabat. Ketika itu Presiden tegas tidak mengakui sembilan garis putus, bahkan menggelar rapat di KRI di perairan Natuna Utara," imbuhnya.
Lanjut dia, seharusnya pejabat terkait seperti Menteri Pertahanan, Menteri KKP, Kepala Bakamla, hingga Menko Polhukam bersikap tegas pada China di Natuna.
Salah satunya, dengan datang langsung ke Natuna.
"Pertanyaannya bagaimana dengan muka baru saat ini menduduki di kabinet? Mulai dari Menko Polhukam, Menhan, Menteri KKP sampai ke Kepala Bakamla yang baru," ucap Himahanto.
"Untuk menunjukkan komitmen ini ada baiknya para wajah baru di Kabinet melakukan peninjauan perairan di Natuna Utara dan menyelenggarakan rapat di KRI yang sedang berlayar di perairan tersebut," katanya lagi.
Bila bentuk ketegasan seperti ini dilakukan, sambung Hikmahanto, maka pelanggaran oleh Coast Guard China akan menurun.
Namun ini tidak berarti klaim China atas Natuna Utara akan pudar.
"Ketegasan ini tidak harus dikhawatirkan akan merusak hubungan persahabatan Indonesia dan China atau merusak iklim investasi pelaku usaha asal China di Indonesia," kata dia.
Dikatakannya, banyak pengalaman negara lain yang memilki sengketa wilayah namun tidak berpengaruh pada hubungan persahabatan dan investasi.
"Harusnya Menhan lakukan hal yang sama. Jangan bilang negara sahabat, kita sama Malaysia dan Vietnam juga sahabat, tapi kalau soal wilayah, kita bicara keras," tutur Hikmahanto.
Alasan menjaga iklim investasi, menurut dia, juga kurang tepat.
Apalagi dibilang mempengaruhi investasi.
"Mana ada itu. Memangnya Indonesia di dalam negeri, lagi gonjang ganjing politik yang dikhawatirkan berpengaruh pada investasi," tegasnya.
Sikap Prabowo
Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto memastikan, adanya penangkapan tiga kapal asing asal China yang melalui ZEE Perairan Natuna di Kepulauan Riau, tidak akan menghambat investasi dengan China.
"Kita cool saja, kita santai," ucapnya ditemui di Kantor Kemenko Maritim dan Investasi, beberapa waktu lalu.
Namun, persoalan adanya tiga kapal asing asal China tersebut, pihaknya masih membahas untuk mencari suatu solusi dengan kementerian lain.
Termasuk berkoordinasi dengan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.
"Ya saya rasa harus kita selesaikan dengan baik. Bagaimana pun China adalah negara sahabat," ucapnya.
Sebagai informasi, Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan kembali berhasil mengamankan tiga kapal ikan asing (KIA) asal China perairan Pulau Laut, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
Saat ini, ketiga kapal tersebut sudah dibawa ke pangkalan PSDKP Pontianak, Kalimantan Barat yang merupakan lokasi terdekat dari Pulau Laut dari pada PSDKP pangkalan Batam, Kepri.
Kepala Seksi Pengawasan dan Penanganan Pelanggaran PSDKP pangkalan Batam Muhamad Syamsu Rokhman, melalui telepon mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan pengawasan dan pemantauan.
Bahkan, saat pertama kali nelayan Natuna melaporkan mulai maraknya KIA masuk ke perairan Natuna untuk melakukan pencurian ikan, kapal pengawasan perikanan langsung turun ke lokasi yang dimaksud.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Guru Besar UI Soal Natuna: China Mau Ngetes Prabowo Hingga Edhy"