Letnan Jenderal TNI (Purn) Sintong Hamonangan Panjaitan atau biasa dirujuk Sintong Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 4 September 1940.
Baca: Musim Kemarau Pengaruhi Musim Tanam di Sarolangun, Jambi, Air Minim untuk Aliri Sawah Petani
Minat Sintong pada bidang militer muncul saat berumur tujuh tahun.
Pada saat itu rumahnya kerap terkena bom P-51 Mustang angkatan udara Kerajaan Belanda. Itu membuatnya ingin masuk angkatan udara.
Dia merupakan lulusan Akademi Militer Nasional 1963.
Sintong Pandjaitan menerima 20 perintah operasi/penugasan di dalam dan luar negeri selama karier militernya.
Baca: Korban Kebakaran di Legok Dapat Bantuan dari Pemkot, Fasha Ingatkan Warga agar Waspada Musim Kemarau
Pada 1969, Sintong dikutsertakan dalam upaya membujuk kepala-kepala suku di Irian Barat untuk memilih bergabung bersama Indonesia dalam Penentuan Pendapat Rakyat.
Sintong Panjaitan merupakan pemimpin Grup-1 Para Komando yang terjun dalam operasi pembebasan kontra terorisme dalam peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla, 31 Maret 1981.
Saat itu pangkat Sintong masih letnan kolonel.
Baca: 328 Calon Jamaah Haji Asal Bungo Dilepas di Rumah Dinas Bupati, Ini Pesan Bupati Mashuri
Walaupun terdapat dua korban jiwa (satu pilot dan satu anggota Para Komando), operasi tersebut dinilai sukses oleh pemerintah Indonesia.
Karena seluruh awak dan penumpang pesawat yang lain selama, Sintong Panjaitan beserta timnya dianugerahi Bintang Sakti.
Mereka mendapat kenaikan pangkat satu tingkat.
Berbagai prestasi Sintong Panjaitan di kesatuan khusus TNI AD mengantarkannya ke kursi Komandan Kopassandha di periode 1985-1987, menggantikan Brigjen TNI Wismoyo Arismunandar.
Baca: Perjalanan Cinta Nunung dan Iyan Sambiran, Suami yang Ramah Tapi Tetangga Ungkap Pernah Terjadi Ini
Pendidikan militer:
Lulusan Akademi Militer Nasional (kini Akademi Militer)1963.
Pangkat militer Sintong Pandjaitan: