3 Orang Warga Meninggal Dunia Diduga Diserang Suku Primitif Togutil, Begini Penampakan Sosoknya

Editor:
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suku Primitif Togutil

TRIBUNJAMBI.COM - Total 5 warga di Desa Waci, Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara, menjadi korban atas penyerangan orang tak dikenal (OTK).

Dari lima korban tersebut, tiga di antaranya meninggal dunia dan dua mengalami luka berat.

Benarkah mereka diserang oleh Togutil?

Togutil adalah sebutan sekelompok manusia yang mendiami hutan di kawasan Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

Kapolres Halmahera Timur AKBP Driyano Andri Ibrahim saat dihubungi Kompas.com, Minggu (31/03/2019) membenarkan kejadian tersebut.

“Ia benar, terjadi peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh OTK terhadap tiga orang warga Desa Waci, Kecamatan Maba Selatan,” kata Driyano.

Kejadiannya pada Jumat (29/03/2019), ketika lima warga yang menjadi korban tersebut pulang berburu di dalam hutan.

Suku Primitif Togutil (Facebook)

Benarkah mereka diserang oleh Togutil?

Togutil adalah sebutan sekelompok manusia yang mendiami hutan di kawasan Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

Mereka hidup di hutan belantara masih tergolong primitif.

Setengah dari tubuh mereka baik kaum lelaki maupun perempuan hanya ditutupi daun.

Mereka belum mengenal budaya maupun agama.

Untuk bertahan hidup saja, kebutuhan makanan mereka masih berharap banyak dari alam.

Beberapa waktu lalu video mengenai suku Togutil diperbincangkan di linimasa facebook.

Dalam video tersebut perlihatkan sekelompok manusia tanpa pakaian dan berambut gondrong mendekat ke permukiman warga.

Mereka berdiri di bukit yang rindang sembari berteriak dengan suara keras, namun bahasanya tak dimengerti.

"Masih ada ternyata orang yang tinggal di hutan dan bahasanya mirip tarzan," tulis akun Kamaruddin Hidayat.

Suara mereka terus bergema seakan meminta pertolongan kepada warga.

Warga yang melihat aksi tersebut berinisiatif memberikan sebagian bahan pangan.
Termasuk peralatan untuk memasak dan pakaian.

Meski demikian, ada di antara mereka sesekali keluar hutan menuju permukiman penduduk dan kamp-kamp perusahaan untuk mencari makanan.

Tampang yang brewok ditambah rambut gimbal nan panjang membuat warga berpandangan bahwa mereka orang jahat.

“Padahal mereka sebenarnya baik. Sifat mereka itu, kalau melihat warga, lari. Begitu pun sebaliknya, kalau warga melihat suku Togutil, lari juga,” kata Rahman Saha, salah satu pembina Togutil, Kamis (8/2/2018).

“Kalau melihat warga di hutan, mereka akan ikuti dari belakang dengan harapan ada jejak sisa makanan. Ada juga yang mendatangi kamp-kamp perusahaan. Mereka di sana akan berkomunikasi baik-baik dengan menggunakan bahasa Tobelo untuk minta makanan maupun pakaian,” kata Rahman.

Begitulah cara hidup mereka selama berpuluh-puluh tahun di dalam hutan.

Kehidupan di antara mereka mulai berubah total ketika para pencari kayu gaharu di kawasan hutan Halmahera Timur, sekitar Oktober 2016 mendapati satu di antara mereka (Togutil) dalam kondisi memprihatinkan.

Wanita itu dalam kondisi kelaparan, sangat lemah. Tidak berpakaian, setengah badannya hanya ditutupi daun.

“Melihat kondisinya demikian, akhirnya ditawarkan untuk dibawa ke perkampungan dan ia pun menyetujuinya. Dia berkata, kalau dia merasa lebih baik akan kembali lagi ke hutan yang ditempuh dengan jarak tiga hari, untuk memanggil keluarganya lagi,” ujar Rahman.

Baca: Menurut PoliticaWave Sentimen Positif Warganet Debat Keempat: Jokowi 74 Persen, Prabowo 52 Persen

Baca: Kisah Lion Mama, Perempuan Kuat yang Lawan 3 Pria Pemerkosa Putrinya, 1 Orang Tewas

Baca: Putus dari Reino Barack, Petugas Keamanan Rumah Luna Maya Sebut Luna Sering Bawa Mobil Ugal-ugalan

Baca: Daftar Top Scorer Liga Spanyol - Lionel Messi Tak Terkejar, Luis Suarez Kedua, Selisih 13 Gol

Baca: Pasangan Lengket Usai Mesum, Dibawa ke RS Ada yang Bilang Sihir, Ternyata Ini yang Terjadi

Dari situ, kata Rahman, semua keluarganya yang terdiri dari dua kepala keluarga dengan jumlah 10 orang akhirnya ikut bersama pencari kayu gaharu tadi masuk ke permukiman warga hingga dibawa ke Kota Ternate.

Di dalam kota, mereka sempat berpindah-pindah. Mereka menjadi tontotan warga. Puluhan warga setiap harinya mendatangi mereka, melihat langsung tampang Togutil yang selama ini hanya didengar melalui cerita orang-orang.

“Dari sini kita mulai ajarkan mulai dari kebersihan diri, menyapu, cuci piring, pakaian, mengenal huruf dan membaca,” kata Rahman.

“Butuh kesabaran ekstra untuk membina mereka, meski sempat suatu ketika semuanya melarikan diri dan kembali ke hutan karena merasa diperlakukan tidak baik, tapi akhirnya kembali lagi ke perkampungan,” kata Rahman.

Setelah mengenal dan dapat berbahasa Indonesia, mereka akhirnya tertarik untuk masuk agama Islam dan memakai hijab. Dari sini diajarkan tata cara berwudhu, baca tulis Al Quran hingga shalat.

“Sekarang mereka sudah hidup bermasyarakat di Galela (KabupatenHalmahera Utara), bahkan ada yang mengikuti lomba azan. Dan, setiap dua bulan sekali dikunjungi oleh Ustaz Nurhadi dari yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Ternate,” kata Rahman lagi.

Nurhadi mengaku, sudah ada sekitar 80 orang Togutil yang masuk Islam. Sebagian besar dari mereka saat ini kembali ke hutan, dan ada yang tinggal di pinggir hutan Kabupaten Halmahera Timur. Di sana mereka terbagi dalam beberapa titik lokasi dan hidup berkelompok.

“Meski kembali ke hutan tapi kami masih melakukan pengawasan dengan mengunjungi mereka setiap bulan dalam rangka pembinaan secara berkelanjutan. Mereka yang kembali ke hutan, paling tidak sudah mengetahui gerakan shalat dan setiap hari Jumat turun ke kampung untuk melaksanakan shalat Jumat di masjid,” kata Nurhadi.

Baca: Hasil MotoGP Argentina 2019 - Marc Marquez Jawara, Valentino Rossi Runner Up, Nasib Jorge Lorenzo?

Baca: Ariel Noah dan Luna Maya Terciduk Ngobrol di Belakang Panggung, Ini Bocoran Percakapan Mereka

Baca: Lion Air Group Turunkan Harga Tiket Pesawat, Ini Tarif Termurah untuk Berbagai Rute Favorit

Baca: Sejarah April Mop yang Misterius hingga Fakta Unik April Fools Day, Bencana yang Tewaskan 156 Orang

Baca: Perjuangan Nelayan Tangkap Ikan Raksasa 140 Kilogram, Dijual Ternyata Laku Segini,

Nurhadi mengakui di awal-awal memperkenalkan mereka budaya hidup bersih, baca tulis Al Quran, tata cara berwudhu dan sebagainya, mengalami banyak kendala, terutama bahasa.

“Awalnya itu mereka marah dengan pulpen karena tulisannya tidak seperti yang di papan, tapi lama-lama akhirnya mereka berdaptasi dan mau belajar hingga bisa,” kata Nurhadi lagi.

Artikel ini telah tayang di tribun-bali.com dengan judul VIDEO! Kondisi Suku Togutil Terekam Kamera Berteriak di Atas Tebing, Begini Penampilannya, http://bali.tribunnews.com/2019/04/01/video-kondisi-suku-togutil-terkeman-kamera-berteriak-di-atas-tebing-diduga-pelaku-penyerangan?page=all.

Berita Terkini