TRIBUNJAMBI.COM -Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah memiliki pilot andalan yang terkenal 'ganas' dan perhatian dengan prajuritnya.
Singkat cerita, sosok ini juga pernah berjuang memperjuangkan kesejahteraan prajuritnya saat menjalankan misi berat.
Dia adalah Marsekal Muda Leo Wattimena. Pilot jagoan sepanjang sejarah TNI AU.
Ya, sosok pendek dan kekar itu merupakan pilot andalan TNI AU dalam setiap misi di dalam perang.
Baca Juga:
Diduga Menghina TNI, Lewat Orasinya yang Viral, Robertus Robet, Dosen UNJ Ini Ditangkap Polisi
Taggar #BebaskanRobet #BebaskanRobertusRobet Trending Twitter,Robet Klarifikasi Tak Berniat Hina TNI
Dhomber, Putra Asli Suku Dayak Pengusir Belanda dari Kalimantan & Jadi Pasukan Payung Andalan TNI AU
KKB Berulah Lagi, Sebar Hoax Kabarkan Kepung Prajurit TNI, Terjadi Kontak Senjata di Nduga Siang Ini
Leo berjasa besar membangun kekuatan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) di era 1950 dan 1960an.
Saat itu AURI adalah Angkatan Udara terkuat di belahan bumi bagian selatan.
Jauh lebih kuat dari Australia, apalagi Singapura dan Malaysia.
Sosoknya dikenal disiplin dan punya kemampuan keras. Dia tak malu bekerja di pelabuhan supaya bisa tetap sekolah.
Kesempatan emas untuk Leo muda datang di tahun 1950.
Pemerintah Indonesia mengirim 60 penerbang untuk dididik di Trans Ocean Airlines Oakland Airport (Taloa) di Amerika Serikat. Leo membuktikan kelasnya.
Dia jadi lulusan terbaik di Taloa hingga kemudian dipercaya untuk mengikuti pendidikan lanjutan sebagai instruktur.
Setelah pulang ke Indonesia, Leo segera menerbangkan pesawat pemburu P-51 Mustang.
Dia jadi legenda karena kepiawaian dan kenekatannya. Teman sesama pilot di dalam dan luar negeri sampai geleng-geleng kalau lihat Leo menerbangkan pesawat tempur.
Sebutan 'orang gila', 'pilot handal', 'jenius', 'G-Maniac' disematkan pada Leo saat dia beraksi di udara. Demikian dikutip dari Dinas Penerangan TNI AU.
Pria kelahiran Singkawang, Kalimantan Barat 3 Juli 1927 itu kemudian dikirim berlatih menjadi pilot tempur pesawat 'pancar gas' di inggris tahun 1954.
Indonesia membeli de Havilland DH-115 Vampire yang merupakan pesawat tempur bermesin jet pertama AURI. Lagi-lagi Leo jadi yang paling jago.
Dua tahun kemudian dia kembali dikirim ke Rusia untuk mempelajari jet tempur MiG 15 dan 17.
Baca Juga:
4 Hari Hilang di Hutan Kerinci, Tim Gabungan Belum Temukan tanda-tanda Warga Pentagen yang Hilang
UPDATE SKOR! Manu Dzalilov Cetak Gol Kedua Persebaya Surabaya vs Persib Bandung Skor 2-1
8 Pelaku Illegal Drilling di Batanghari Divonis Delapan Bulan
UPDATE SKOR! Laga Persebaya Surabaya vs Persib Bandung, Skor Terkini 3-1, Persib Masih Tertinggal
Aktivis HAM Robertus Robet Dipulangkan Kamis Sore, Ungkap Permintaan Maaf Bila Dirasa menghina ABRI
Pesawat terbaik pada masa itu. Lalu dia ke Mesir untuk mempelajari aneka teknik pertempuran.
Karir Leo melesat secepat pesawat jet yang dikemudikannya. Mulai dari komandan skadron pesawat pancar gas hingga menjadi Panglima Angkatan Udara Mandala dengan pangkat Komodor Udara tahun 1962.
Usianya saat itu baru 35 tahun dan sudah menjadi jenderal bintang satu.
Komodor Leo Wattimena juga dikenal egaliter dan selalu memperhatikan para prajuritnya lebih dulu. Saat mempersiapkan misi penyerbuan Irian Barat,
Leo melihat para prajurit cuma diberi makan tempe. Padahal mereka akan diterjunkan di belantara Irian dan belum tentu pulang dengan selamat.
Sementara itu, Leo melihat para jenderal yang cuma duduk-duduk di belakang meja enak-enak makan daging ayam.
Leo marah besar. Dibuangnya jatah makanannya sebagai bentuk protes untuk anak buah yang mau bertempur.
Itulah Leo, pilot dan komandan jagoan yang sangat peduli pada prajurit rendahan.
Baca Juga:
Fahri Hamzah Sebut Robertus Robet Lawan Debat yang Berat Usai Kabar Penangkapan Dosen UNJ Itu
Gollll Live Score Live Streaming Persib vs Persebaya Nonton Via HP, Erwin Ramdani Cetak Gol
Erwin Ramdani Cetak Gol, Persib Bandung Unggul Sementara dari Persebaya di Piala Presiden 2019
Lelaki Berpakaian Preman Ini Jaga Jokowi saat Naik KRL, Ternyata Sosok Itu Adalah Danpaspampres
Setelah Presiden Soeharto berkuasa, satu per satu Jenderal yang dianggap sebagai saingan atau membahayakan dikirim sebagai Duta Besar. Istilah Orde Barunya Didubeskan.
Mayjen Hartono, komandan Kko TNI AL (kini Marinir), dikirim sebagai Duta Besar di Korea Utara. Sementara Marsekal Muda Leo Wattimena menjadi Duta Besar di Italia.
Mayjen Sarwo Edhie Wibowo awalnya juga hendak dibuang ke Moscow, namun tidak jadi. Belakangan Sarwo didubeskan di Korea Selatan.
Semangat Leo langsung hilang. Menjadi Dubes berarti harus berpisah dengan pesawat tempur kesayangannya.
Seumur hidup yang dicita-citakan Leo hanya menjadi pilot tempur bukan diplomat berdasi.
Setelah masa dinasnya habis, Leo kembali ke Indonesia.
Kondisi kesehatannya terus memburuk. Dia meninggal dunia dalam usia 47 tahun. Jenazah Marsekal Muda yang berani itu dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Nama Leo Wattimena diabadikan sebagai nama Lapangan Udara di Moro.
Baca Juga:
Debut di Liga Champions, Ini Profil Mason Greenwood, Pemain Termuda Dalam Sejarah di Liga Champions
Siapa Mason Greenwood? Profil Pemain Termuda Man United Ukir Sejarah Saat Debut di Liga Champions
Penyamaran Komandan Paspampres Bagai Copet, Naik KRL Bareng Jokowi Tapi Tak Terdeteksi
Profil Leo Wattimena
Dikutip dari Wikipedia, Marsekal Muda TNI (Anumerta) Leonardus Willem Johanes Wattimena (lahir di Singkawang, Kalimantan Barat, 3 Juli 1927 – meninggal di Jakarta, 18 April 1976 pada umur 48 tahun) adalah seorang perwira dan penerbang AURI yang terkenal di era 1950-1960-an.
Ia adalah anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan HL Wattimena dan UR Wattimena.
Karier di AURI dimulai bersama calon-calon kadet penerbang yang dikirim untuk mengikuti pendidikan Sekolah Penerbang Taloa selama satu tahun di California, Amerika Serikat pada tahun 1950.
Pendidikan penerbang tersebut diikuti 60 kader yang dikirim pemerintah Indonesia untuk mengikuti pendidikan penerbang "Trans Ocean Airlines Oakland Airport" (TOLOA).
Selama mengikuti pendidikan penerbang di Taloa, Leo Wattimena menjadi lulusan terbaik dari 45 kadet yang menjadi penerbang, dan selebihnya menjadi navigator.
Dari hasil yang sangat membanggakan itu membuat dirinya mendapat kesempatan bersama 18 rekannya untuk melanjutkan pendidikan instruktur selama tujuh bulan di TOLOA.
Sesampainya kembali di tanah air selanjutnya ditempatkan di Skadron 3 Lanud Halim Perdanakusuma sebagai penerbang pesawat tempur merangkap instruktur Pesawat P-51 Mustang.
Pendidikan Leo Wattimena:
Pendidikan
- Sekolah Rakyat (1940)
- SMA (1950)
- Pendidikan Terbang Trans Ocean Airlines Oakland Airport (TOLOA), California, Amerika Serikat (1950)
- Pendidikan Instruktur di Royal Air Force (RAF), Inggris (1955)
Karier Leo Wattimena
- Penerbang Skadron 3 Lanud Halim Perdanakusuma (1952)
- Pimpinan Armada Vampire Skadron Udara 11 Lanud Kemayoran (1957)
- Instruktur Sekolah Penerbang Lanjutan (SPL) Kalijati (1958)
- Wakil II Panglima Komando Mandala/Panglima AU Mandala (1958)
- Panglima Komando Operasi AURI (1963)
- Panglima Komando Pertahanan Udara (1966)
- Anggota MPRS (1966)
- Deputi Operasi Menteri/Panglima AU
- Duta besar RI di Italia (1969)
- Staf Ahli KSAU
Pesawat yang pernah diterbangkan
- L-4J Piper Cub
- P-51 Mustang
- de Havilland DH-115 Vampire
- MiG-17
- MiG-21
Operasi Tempur
- Penumpasan Permesta (1958)
- Perebutan Irian Barat (1962)
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: