Laporan Wartawan Tribun Jambi, Wahyu Herliyanto
TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Persoalan lingkungan tercemar antara masyarakat Kelurahan Gunung Kembang, Kecamatan Sarolangun dengan dua perusahaan batu bara, PT Karya Bumi Baratama (KBB) dan PT Charitas Energi Indonesia, akan dilanjutkan ke jalur hukum
Itu terjadi karena sidang mediasi yang ke-4 yang digelar Selasa (23/10) di Pengadilan Negeri Sarolangun, tidak ditemukan titik terang dan dinyatakan gagal.
Gagalnya mediasi tersebut karena pihak perusahaan tidak mau melanjutkan mediasi, setelah pihak penggugat meminta mediasi dimaksimalkan atas saran hakim pengadilan setempat.
Dua perusahaan batu bara yang menjadi tergugat, melalui kuasa hukumnya Ahmad Zulfikar, menanggapi hal tersebut.
Dia mengatakan pihaknya mengajukan dalam mediasi terhadap satu persamaan persepsi terlebih dahulu, terhadap persoalan hukum yang sedang dihadapi. Sebab kalau persepsinya tidak biasa disatukan berarti tidak mungkin perdamaian itu bisa dijalankan.
“Karena kita bertahan pada prinsip kita masing-masing, nah itu yang kita minta, kalau perlu datangkan ahli-ahli didalam mediasi itu,” katanya.
Ia menyebut supaya tahu, penggugat tau dimana posisi dia, tergugat juga tau posisi dia. Karena jelas yang namanya perusahaan tidak mungkin tanpa seizin bisa masuk ke daerah itu.
Bahwa itu merupakan hak, hak yang diberikan negara kepada perusahaan untuk mengolah tambang, itu hak konsesi pihak tergugat untuk menggali tambang itu.
“Artinya mediasi menemui jalan buntu, karena yang kita minta satu persepsi dulu dalam menghadapi persoalan ini, tetapi yang dimintakan perdamaian, apa yang mau didamaikan, iya kan,” kata Ahmad Zulfikar.
Ia menjelaskan kalau orang bersengketa masalahnya tidak tahu apa yang disengketakan, apa yang telah dia gugat dari gugatan itu.
“Dari gugatan itukan kita juga punya persepsi terhadap gugatan itu, makanya saya ingin satu pandangan dulu terhadap hal tersebut, baru kita bisa cerita berapa ganti rugi, berapa sepantasnya,” katanya.
Karena hukum tidak hanya bicara tentang kepastian hukum saja, kalau bicara masalah kepastian hukum berarti akan bicara tentang bukti-bukti hak. Dan itu akan terjadi menang dan kalah.
“Tetapi kita minta supaya, saya selaku lawyer menyampaikan apa azas manfaatnya, itu yang coba kita satukan baik penggugat maupun tergugat. Intinya setelah ini pihak tergugat siap masuk ke pokok perkara,” katanya.
Ahmad Zulfikar selaku pengacara dari pihak perusahaan mengaku siap pasang badan berjuang jika kasus itu naik lebih lanjut ke jalur hukum nantinya.
Hanya saja, dia menginginkan adanya kesamaan persepsi dalam menyelesaikan masalah tersebut,
”Saya mengajukan persamaan persepsi. Sebab perusahaan tidak akan bisa masuk kesini jika tidak ada izin, ” Kata Zulfikar.
Dia mengaku, pihak perusahaan bukan tidak mau melakukan mediasi hanya saja butuh kesaman pandangan dan unsur yang terlibat dalam mediasipun harus lengkap seperti adanya Tim Ahli dan lain sebagainya.
”Mereka minta damai, jadi apa yang mau didamaikan dari gugatan itu, yang kita inginkan kesamaan persepsi soal ganti rugi ini dan pertimbangan berapa sepantasnya, sebab bicara hukum tidak hanya bicara kepastian hukum saja tapi ada kajian lain yang harus dipertimbangkan. kalau tidak iyaa akan terjadi itu menang dan kalah,” Katanya.
Dengan adanya hal ini, Pemerintah Kabupaten Sarolangun, kecewa dengan menilai sikap arogansi dua perusahaan batu bara di daerah itu, yakni PT Caritas Energi Indonesia dan PT Karya Bumi Baratama.
“Mediasi itu bisa 30 hari dan bahkan bisa diperpanjang 40 hari. Tetapi kita lihat dari pihak perusahaan, yaitu dua perusahaan Batubara PT Karya Bumi Baratama dan PT Charitas Energi Indonesia. Kami melihat mereka menawarkan saja tidak, orang kalau mediasi itu kan ada tawaran,” kata kuasa hukum Pemkab Sarolangun, Erick Abdillah, Kamis(25/10)
Erick menerangkan harusnya pihak perusahaan menyampaikan inginnya dari gugatan yang dipinta para penggugat masyarakat, misalkan dalam gugatan itu masyarakat dalam materilnya menggugat Rp 10 miliar, ini materilnya Rp 10 miliar itu terhadap dampak pencemaran lingkungan, bukan sengketa lahan.
Pencemaran lingkungannya dari limbah stokpile yang mengalir ke kebun-kebun masyarakat, nah dari pihak perusahaan dengan tegas dan angkuh mengatakan tidak mau mediasi, inilah yang disayangkan oleh pihak pemerintah.
“Karena yang menggugat inikan masyarakat kita, keinginan kita hadirnya perusahaan, pemerintah butuh tapi hak-hak masyarakat sekitar ini harus terjamin. Terutama dampak dari pada lingkungan,” katanya.
Makanya kemarin waktu sidang mediasi pihaknya menyarankan kepada para pihak, pihak penggugat yang langsung kepada dua perusahaan tersebut untuk mencari win-win solution.
“Tentu dalam mediasi ini kita tidak bicara gugatan, tidak bicara angka puluhan miliar. Tetapi kelayakannya seperti apa,” ujarnya.
Baca: Ayah dan Anak Kompak Bunuh Mantan Istri yang juga Ibu Kandung, Vonis 15 Tahun
Baca: Pemkab Tanjab Barat Urung Raih WTP, Temuan BPK Rp 59,6 Miliar Terkait Aset
Baca: Kisah Sukses BUMDes Galang Negeri di Dusun Kumun Hilir, Kembangkan Sayap Pijakan Beras