Pertama Kali Terjadi di Sarolangun, Penambahan Anggaran Rp 85 Miliar Urung karena APBD-P Tak Dibahas

Penulis: Wahyu Herliyanto
Editor: Fifi Suryani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan Wartawan Tribunjambi.com Wahyu Herliyanto

TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Ombang ambing ditiadakannya pembahasan Rancangan APBD-Perubahan Kabupaten Sarolangun tahun anggaran 2018 sebesar Rp 85 Milyar oleh DPRD Sarolangun, sangat disesalkan Bupati Cek Endra.

Nilai tersebut atas kesepakatan penandatanganan Nota Kesepakatan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) dan Prioritas Plafon anggaran Sementara Perubahan (PPAS-P) dari eksekutif dan legislatif pada Selasa (18/9) lalu dengan nilai tambahan sebesar Rp 85,82 miliar.

Baca: Diskon 40 Persen Untuk Alat alat Fitness di Gramedia, Bisa Dicicil Mulai 500 Ribuan

Bupati merasa prihatin atas dampak ditiadakannya penambahan APBD-P Kabupaten Sarolangun 2018. Ia menilai kejadian ini merupakan yang pertama kali terjadi di Kabupaten Sarolangun. Pasalnya, pemerintah daerah dan masyarakat dirugikan dari kejadian ini, semestinya dengan adanya APBD-P bisa dimanfaatkan untuk pembangunan, tapi tahun ini tidak, malah sebaliknya.

“Saya sangat prihatin, kejadian ini sangat luar biasa dan akibatnya menggangu ekonomi masyarakat,”kata Cek Endra.

Menurutnya, Pemkab Sarolangun sudah berupaya semaksimal mungkin agar APBD-P dibahas dan disahkan secara tepat waktu. Malah, jauh hari sebelumnya Pemkab sudah mengajukan Raperda ke DPRD untuk dibahas. Lantaran adanya masalah pemberhentian 7 anggota DPRD, sehingga muncul beberapa penerjemahan dalam menganalisa surat edaran Mendagri.

“Ada yang menerjemahkan harus berhenti otomatis, harus pakai SK sehingga pada akhirnya kami mengurus pemberhentian 7 anggota dewan dengan menggunakan SK,” jelas Cek Endra.

Baca: Dituntut Enam Tahun dan Denda Rp 1 Miliar, Hasanudin dan Asnawi Mohon Keringanan

Baca: Habib 70 Tahun Nikahi Santriwati Usia 18 Tahun Tanpa Izin Ortu, Ini Pernyataan MUI Kab. Batanghari

Selain itu, kata Cek Endra, paripurna Raperda APBD-P merupakan kewenangan DPRD. Dan Pemkab Sarolangun sudah berupaya agar DPRD melaksanakan paripurna, tapi tak pernah kourum. Semua SKPD sudah siap malah stand by sampai malam hari, tapi kewenangan itu terbatas pada Pemkab untuk menentukan paripurna, karena itu kewajiban DPRD.

“Mudah-mudahan ada hikmah, dan masyarakatpun bisa menilai sendiri, dampak ditundanya pembangunan hingga tahun depan,” ucapnya.

Sementara, Mantan Ketua DPRD kabupaten Sarolangun, M Syaihu, yang saat ini menacalonkan dirimya sebagai caleg 2019 mendatang, sempat menyebutkan alasan yang terjadi terkait pembatalan pengesahan APBDP Kabupaten Sarolangun tahun 2018.

Ia menyebut, dirinya bersama enam mantan anggota DPRD Sarolangun yang pindah partai tidak pernah menghalang-halangi ataupun menghambat proses pengesahan APBD-P Sarolangun 2018.

Baca: Terdapat Lima ASN Diketahui Nonjob di Pemkab Batanghari

Baca: Pasar Sengeti Gagal Dibangun Tahun Ini, Ini Penjelasan ULP

Baca: Tak Lakukan Pemulihan, Lahan Perusahaan Terancam Diambil Pemerintah

“Kami tidak pernah menghambat. Malah saya sebagai ketua DPRD resmi saat itu telah berupaya sekuat tenaga untuk melakukan paripurna. Kami tidak membela diri, karena kami tidak salah. Saya menyampaikan ini agar masyarakat tahu kejadian yang sebenarnya,” katanya.

Menurut Syaihu, saat ini tercipta opini di tengah masyarakat, bahwa dibatalkannya APBD Perubahan Kabupaten Sarolangun karena polemik proses pemberhentian tujuh anggota DPRD yang pindah partai. Padahal tahapan-tahapan paripurna tetap bisa dilakukan tanpa tujuh anggota DPRD tersebut.

“Kalau memang seluruh anggota DPRD Sarolangun punya komitmen untuk mementingkan masyarakat paripurna tetap bisa dilakukan tanpa kami angota DPRD yang tujuh orang,” tandasnya.

Dijelaskan Syaihu, sebelum pengesahan APBDP ada sejumlah tahapan paripurna yang dilakukan, yakni Paripurna Pengantar, Paripurna Pandangan Umum Fraksi, Paripurna Jawaban Eksekutif dan terakhir Paripurna Pengambilan Keputusan.

Halaman
12

Berita Terkini