Tumpang Tindih Sertifikat di Jambi

Sejarah Terbitnya Sertifikat di Kawasan Zona Merah Pertamina di Jambi, Ada 5.500 SHM Warga

Polemik tumpang tindih sertifikat milik warga dengan Pertamina di Kota Jambi masih terus berlanjut.

Penulis: M Yon Rinaldi | Editor: Suci Rahayu PK
Tribunjambi.com/M Yon Rinaldi
ZONA MERAH - Suprayitno, sesepuh di kawasan Kenali menceritakan awal mula terbitnya sertifikat hak milik (SHM) warga di wilayah yang kini di-klaim masuk kawasan zona merah Pertamina, Jambi. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Polemik tumpang tindih sertifikat milik warga dengan Pertamina di Kota Jambi masih terus berlanjut.

 Dimana ada 5.500 sertifikat milik warga yang masuk zona merah Pertamina.

Ironisnya, warga telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) untuk tanah mereka yang diklaim milik Pertamina sudah cukup lama, bahkan sebagian warga telah empat generasi tinggal di kawasan tersebut.

Lalu bagaimana di kawasan yang di klaim Pertamina tersebut bisa keluar sertifikat bahkan sejak tahun 60-an.

Suprayitno, sesepuh di kawasan Kenali ada yang telah 4 generasi tinggal disana menceritakan memang di beberapa kawasan Kenali Asam atau Pal 10 Kota Jambi, dulunya ada tanah milik perusahaan minyak pada masa penjajahan Belanda.

Setelah kemerdekaan, kawasan pal 10 masuk ke wilayah Batanghari, baru sekitar tahun 80-an pindah ke wilayah Kota Jambi dengan nama Kelurahan Kenali Asam, saat ini terpecah menjadi beberapa kelurahan.

Dimasa masih masuk wilayah Kabupaten Batang Hari (dulunya Batanghari, red), tepatnya pada tahun 1968, Pemkab Batang Hari menangi Pajak Bumi dan Bangunan kepada Pertamina, namun Pertamina tidak sanggup membayar seluruh PPB yang masih masuk dalam peta perusahaan belanda tersebut.

Baca juga: Ketua DPRD Kota Jambi Nilai Aneh, Sertifikat Sah Warga Malah Diragukan Pertamina

Baca juga: Kekayaan Darmadi, Wakil Ketua DPRD Bungo periode 2024-2029, Hartanya Rp717 Juta

Sehingga Pertamina kala itu bersurat ke Pemkab Batang Hari yang isinya hanya mampu membayar kawasan yang produktif seperti perkantoran hingga sumur minyak yang masih aktif, sementara itu kawasan yang tidak aktif di kembalikan ke Pemkab Batang Hari.

Setelah itu, Pemkab Batang Hari membentuk tim  A untuk menentukan mana tanah milik Pertamina dan mana tanah yang bisa di kelolah masyarakat.

Tim tersebut terdiri dari berbagai instansi mulai dari Agraria (sekarang BPN, red), TNI, hingga Kejaksaan.

Setelah dilakukan pengukuran, tanah yang tidak produktif tersebut dan dilepas pertamina di berikan ke masyakat yang bersedia mengelola tanah tersebut serta diberikan sertifikat SHM.

"Biaya pembuatan untuk SHM itu Rp 2.100 belum termasuk jasa ukur dan lain-lainya," ujar Suprayitno Jumat (15/8/2025)

Lebih lanjut ia mengatakan hingga saat ini masih memegang salinan surat yang dikirimkan Pertamina.

"Suratnya kita simpan hingga saat ini," ujarnya 

Untuk itu lah, Suprayetno dan warga yang rumahnya masuk zona merah mempertanyakan legalitas Pertamina mengkalim tanah mereka.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved