Pelecehan Siswa SMP di Jambi

Oknum ASN Jambi yang Lecehkan Siswa SMP Dihukum 6 Tahun Penjara, Ibu Korban: Setimpal

Kasus pelecehan terhadap siswa SMP oleh ASN Pemprov Jambi, Rizky Aprianto alias Yanto, telah diputus di tingkat banding oleh Pengadilan Tinggi Jambi

Tribunjambi.com/Rifani Halim
NAIK BANDING - Perkara pencabulan yang menjerat Rizky Aprianto alias Yanto, oknum ASN Pemprov Jambi, naik ke tingkat banding, Selasa (8/7/2025). Yanto akhirnya dihukum enam tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara. 

Upaya Ibu Korban Cari Keadilan

Sebelumnya, Imelda telah melayangkan surat pengaduan kepada Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), Gubernur Jambi, serta sejumlah lembaga negara lainnya.

Langkah itu diambil untuk menuntut keadilan bagi anaknya, A (14), yang menjadi korban pelecehan oleh ASN Pemprov Jambi, Rizky Aprianto alias Yanto.

Surat tersebut merupakan bentuk protes atas vonis ringan dari majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi yang hanya menghukum terdakwa dua tahun penjara.

“Iya, karena hakim itu tidak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Kami minta Pengadilan Tinggi memutuskan sesuai hukum perlindungan anak,” kata Imelda.

Ia juga mempertanyakan profesionalisme hakim dan menilai putusan sebelumnya tidak mencerminkan keadilan.

Dalam suratnya, Imelda mengadukan dugaan pelanggaran kode etik serta pedoman perilaku hakim atas putusan nomor 157/Pid.Sus/2025/PN Jambi.

Ia menyoroti bahwa putusan tersebut cenderung menguntungkan terdakwa dan mengesampingkan kondisi psikologis anak korban.

Imelda juga keberatan atas pernyataan majelis hakim dalam persidangan yang dinilainya tidak layak diucapkan kepada korban anak.

Kalimat seperti “kamu suka melawan orang tua ya, Le” dan “kamu buta warna ya”, menurutnya sangat tidak pantas di tengah kondisi korban yang masih trauma.

Tak hanya itu, ia juga mencatat adanya perbedaan antara amar putusan yang dibacakan di persidangan dan isi salinan tertulis.

Dalam persidangan disebutkan terdakwa dijatuhi hukuman dua tahun penjara dengan masa percobaan, tetapi pada salinan tertulis tidak tercantum frasa "dengan masa percobaan".

Kekecewaan Imelda bertambah karena hakim hanya memakai dakwaan kedua dari jaksa, yakni Pasal 6 huruf A UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan bukan dakwaan pertama yang lebih berat, yaitu Pasal 82 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Sebagai orang tua tunggal, Imelda harus berjuang sendiri mengurus proses hukum demi keadilan bagi anaknya.

Kronologi Kejadian

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved