Berita Nasional

Global Tiger Day, Ternyata Jumlah Harimau Sumatera Tinggal 600-an Ekor

Menurut data dari Forum Harimau Kita, jumlah Harimau Sumatera yang tersisa di alam diperkirakan kurang dari 600 individu. 

Editor: asto s
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Seekor Harimau Sumatera atau Panthera tigris sumatrae. 

TRIBUNJAMBI.COM - Tanggal 29 Juli merupakan momen peringatan Hari Harimau Sedunia atau Global Tiger Day.

KKI WARSI menyerukan perlindungan yang lebih serius terhadap habitat Harimau Sumatera ( Panthera tigris sumatrae ) yang semakin terdesak. 

Harimau Sumatera adalah satu-satunya subspesies harimau yang tersisa di Indonesia dan kini berada dalam kondisi sangat mengkhawatirkan.

Menurut data dari Forum Harimau Kita, jumlah Harimau Sumatera yang tersisa di alam diperkirakan kurang dari 600 individu. 

Populasi ini menjadikan harimau Sumatera masuk dalam kategori terancam kritis ( critically endangered / CR) dalam daftar merah IUCN ( International Union for Conservation of Nature ). 

Artinya, harimau Sumatera berada di ambang kepunahan jika tidak ada tindakan nyata untuk melindungi dan memulihkan habitatnya.

Berdasarkan analisis tutupan hutan yang dilakukan KKI WARSI, hingga akhir tahun 2024, Provinsi Jambi hanya memiliki 969.322 ha, atau hanya 19,78 persen dari total daratan Provinsi Jambi. 

Angka ini masih di bawah angka ideal keseimbangan ekosistem.  

Untuk menjamin keseimbangan ekosistem, kelestarian keanekaragaman hayati, dan keberlanjutan jasa lingkungan (seperti air, udara bersih, dan iklim lokal), berdasarkan sejumlah perundangan di era sebelum 2014 sebuah wilayah idealnya mempertahankan tutupan hutan minimal 30 persen. 

Di Provinsi Jambi, kehilangan hutan ini, sebagian besar terjadi di wilayah dataran rendah yang merupakan jalur jelajah utama harimau. 

Kondisi ini jugalah yang memicu terjadinya konflik antara manusia dengan harimau. 

Adi Junedi, Direktur Eksekutif KKI WARSI, menyatakan konflik antara manusia dan harimau yang meningkat beberapa tahun terakhir bukan terjadi karena perubahan perilaku harimau, tetapi karena ruang hidup harimau yang terus menyempit.

“Harimau adalah penjaga ekosistem dan penanda keseimbangan hutan. Jika harimau mulai muncul di kebun-kebun itu mendakan ruang jelajanhnya telah berubah. Harimau sejatinya konsisten dengan home rangenya, ketika aktifitas manusia memasuki wilayah jelajahnya, tentu dapat menimbulkan konflik,”kata  Adi Junedi.

Dikatakan Adi, harimau harus beri ruang, bukan hanya untuk harimau itu semata, tapi untuk masa depan ekosistem yang menopang kehidupan kita bersama.  

Sebagai predator puncak, harimau menjaga populasi mangsa tetap terkendali, mencegah membeludaknya populasi mangsa harimau, seperti babi. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved