Pemuda Tewas di Sel
Kronologi Kasus Tewasnya Ragil yang Menyeret Bripka Yuyun ke Meja Hijau
Sidang putusan Bripka Yuyun dan Brigadir Faskal digelar Kamis siang (24/7/2025) di PN Sengeti, Muaro Jambi.
Penulis: Srituti Apriliani Putri | Editor: Heri Prihartono
Hasil autopsi justru membongkar fakta berbeda. Ragil diketahui meninggal bukan karena gantung diri, melainkan akibat luka di bagian belakang kepala yang menyebabkan pendarahan hebat.
Fakta ini menjadi dasar kuat bahwa Ragil diduga mengalami kekerasan sebelum meninggal dunia.
Penyelidikan mendalam dilakukan oleh Polda Jambi, yang akhirnya menetapkan dua oknum polisi, Bripka Yuyun Sanjaya dan Brigadir Faskal Wildanu Putra, sebagai tersangka.
Keduanya sempat menjalani rekonstruksi di lokasi kejadian dan kini menjalani proses peradilan sebagai terdakwa. Dalam sidang tuntutan yang digelar pada Jumat (18/7/2025), Jaksa Penuntut Umum Kejari Muaro Jambi menuntut hukuman berat terhadap keduanya.
“Sesuai fakta persidangan, menuntut hukuman 15 tahun penjara untuk keduanya,” ujar Angger Pratomo, Kasi Intelijen Kejari Muaro Jambi. JPU juga meminta agar masa tahanan yang telah dijalani dikurangkan dari pidana pokok dan meminta majelis hakim agar kedua terdakwa tetap ditahan selama proses hukum berlangsung.
Ibnu Kasir, ayah almarhum Ragil, hingga kini masih memendam kesedihan mendalam. Dalam kesempatan menjelang sidang putusan, ia berharap agar hakim dapat memberikan keadilan setimpal atas kematian anak laki-laki satu-satunya itu.
“Harapan kami hukumlah setimpal, meskipun hukuman yang dijatuhkan masuk pasal 338. Saya minta hakim bijaksana melihat kasus ini,” ujarnya dengan suara berat.
Ibnu Kasir juga mengatakan bahwa tuntutan 15 tahun penjara terhadap kedua terdakwa dirasa masih kurang.
Menurutnya, kehilangan Ragil adalah luka seumur hidup yang tak tergantikan. “Almarhum Ragil ini satu-satunya anak laki-laki kami, harapan kami,” katanya sambil menunjukkan foto mendiang putranya.
Ragil adalah anak bungsu dari empat bersaudara dan dikenal dekat dengan orangtuanya.
Ibnu Kasir menambahkan, jika memang anaknya bersalah, ia bersedia menerima jika Ragil harus dihukum. Namun, ia tidak pernah menyangka bahwa anaknya justru meninggal dunia tanpa kesempatan untuk dibela atau dibuktikan kesalahannya. “Kalau dia salah, kami tidak apa-apa dia dihukum. Minimal kami bisa lihat dia. Tapi ini, anak kami sampai meninggal,” ucapnya lirih.
Kematian Ragil Alfarisi bukan hanya menyisakan duka bagi keluarga, tetapi juga menjadi alarm keras terhadap praktik kekerasan dalam institusi penegak hukum.
Sidang putusan siang ini menjadi momen penentu, apakah keadilan benar-benar bisa ditegakkan untuk seorang pemuda yang meregang nyawa dalam tahanan, dan apakah aparat yang semestinya melindungi rakyat bisa benar-benar dimintai pertanggungjawaban.
Baca juga: BREAKING NEWS Terbukti Bunuh Ragil, Bripka Yuyun divonis 15 Tahun Penjara
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.