Wawancara Eksklusif

Wawancara Eksklusif Novel Baswedan: Potensi Penerimaan Negara Banyak Hilang di Bea Cukai

Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara ini dipimpin langsung oleh Herry Muryanto selaku kepala dan Novel Baswedan selaku Wakil Kepala Satgassus.

Editor: asto s
Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti
PENERIMAAN NEGARA - Wakil Kepala Satgasus Optimalisasi Penerimaan Negara, Novel Baswedan (kiri) saat wawancara esklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra di Kantor Redaksi Tribunnews.com, Kamis (3/7/2025). Ia menyoroti penerimaan negara di sektor sumber daya alam, memang banyak sekali potensi yang tidak optimal. Baik itu di sektor ekspor maupun pajak. 

Jadi, penerimaan negara ini kan sebetulnya kita bisa klasterkan. Yang pertama, pajak, kedua bea cukai, ketiga PNBP dan penerimaan lain.

(T): Jadi, fokusnya tiga saja? Pajak, bea cukai, penerimaan negara bukan pajak?

(J): Penerimaan negara bukan pajak pun banyak sekali. Saya lupa jumlah totalnya, tapi itu luar biasa banyak. Sehingga kami coba kerjasama dengan Ijen Kementerian Keuangan. Karena yang monitoringnya mereka. Dan mereka membuat pola kerja dengan secara bertahap. Sekarang ini kami sedang masuk ke sektor ESDM, KKP, dan Perhubungan. Itu pun adalah poin yang dijadikan fokus dari Itje  Kementerian Keuangan.

Dan kami kerjasama dengan mereka. Di masing-masing kementerian itu, kami kerjasama dengan Irjen Kementeriannya dan Dirjen-Dirjen Pelaksana. Sehingga kita lihat apa sih permasalahannya. Terus beberapa hal yang mungkin ada persoalan-persoalan. Kita membuat kajian-kajian untuk memfokuskan permasalahan. Untuk bisa dirapikan dalam konteks regulasi dan tata kelola.

(T): Apa benar selama ini Bea Cukai adalah instansi yang kurang kooperatif terhadap Satgas ini?

(J): Memang Bea Cukai ini challenging. Karena kalau kita lihat, potensi penerimaan yang banyak hilang itu salah satunya di Bea Cukai, dan Bea Cukai itu bayangkan, kita bukan hanya bicara penerimaan negara, tapi kedaulatan.

Ada tiga hal terkait dengan Bea yang pertama, Cukai ada juga. Kedua terkait upaya negara untuk membatasi. Yang ketiga adalah upaya negara melarang barang-barang tertentu masuk. Kalau pengawasannya itu tidak dilakukan dengan baik, atau tugas-tugas kewajibannya tidak dilakukan dengan baik, dampaknya kedaulatan ini nggak akan tercapai.

Bayangkan, ketika negara berkepentingan menjaga produktivitas dalam negeri. Sektor pangan, kita bicara petani, yang harus dijaga ketika jangan sampai ketika panen itu impor masuk. Tapi kemudian praktik barang masuk itu tidak bisa atau dibiarkan.

(T): Maksudnya barang ilegal? 

(J): Iya, ilegal. Dan itu biasanya ilegal itu, ada yang benar-benar ilegal, ada yang kongkalikong dengan pejabat terkait. Nah ini yang persoalan. Hal-hal begitu menjadi permasalahan dan tentunya bukan hanya sektor pangan, tapi kita lihat beberapa waktu yang lalu tekstil kita hancur-hancuran gara-gara masalah itu. Masalah besi, besi baja.

Di Indonesia banyak perusahaan-perusahaan tekstil, sementara di China juga banyak produksi tekstil yang mereka mendapatkan insentif dari negaranya. Kalau kemudian dibiarkan barang dari sana bersaing secara langsung dengan produksi dalam negeri, habislah. Kenapa? Seandainya mereka mau jual harga pokok produksi pun, mereka sudah dapat untung. Kenapa? Karena ada insentif.

Di Indonesia, ketika kemudian dibiarkan, mau bersaing mau jual harga berapa? Belum lagi dari bahan baku, dari mesin, banyak lagi hal lain yang membuat kita akan kalah. Dampaknya kalau kalah, ini bukan sekadar usaha atau produksi kita turun, tapi masalahnya PHK yang luar biasa banyak.

Jadi banyak hal yang kemudian dampaknya itu efek dominonya luar biasa. Maka memang menurut saya, hal ini perlu mendapatkan pengawasan yang lebih baik. Tentu kita bersyukur, sekarang Dirjen Bea Cukainya baru. Kita berharap dirjennya baru, semangat baru.

Dan mesti kooperatif lah. Dan kami juga hadir, kalaupun kami nanti beberapa waktu ke depan akan hadir, tentunya dalam konteks membantu dan mendukung agar bisa kepentingan negara benar-benar bisa dilaksanakan dengan pelaksanaan tugasnya di Bea Cukai 

(T): Hal terakhir yang ingin disampaikan terkait Satgassus ini?

(J): Di postur APBN kita, pajak dan bea cukai itu sekitar 82,5 persen. Dan 17,5 persen PNBP. Bayangkan kita punya sumber daya alam yang begitu luar biasa, ada BUMN-BUMN, semua ada di situ tuh sektornya tuh, dan kita hanya 17 sekian persen dari penerima. Kecil sekali. Jadi kita harus bisa meningkatkan.

Walaupun fakta yang terjadi di pajak dan bea cukai juga masih banyak ruang mestinya digunakan walaupun di tengah segala permasalahan. Dan memang sudah menjadi rahasia umum lah terkait penerimaan negara ini pasti akan sedikit banyak intervensi atau benturan dengan orang yang punya pengaruh, orang-orang kuat, gitu ya. Tapi mesti kita sadar bahwa kepentingan negara ini mesti harus diperjuangkan.

Karena pada dasarnya ketika kita berbuat untuk kepentingan penerimaan negara, juga termasuk upaya memberantas korupsi di antaranya, maka kita sedang memikirkan atau berpihak kepada kepentingan negara, kepentingan masyarakat secara luas.

Sebaliknya, orang yang berbuat korupsi, berbuat curang, dan segala macam, itu tuh mereka pada dasarnya orang yang sedang menzalimi diri sendiri. Jadi kita tolong. Caranya tolong apa? Hentikan.

Dengan begitu, kita akan semangat untuk bekerja dan tidak perlu takut dengan siapapun. Karena pada dasarnya semua orang-orang itu adalah sama-sama dengan kita, sama-sama manusia dan kita punya Tuhan yang Maha Kuasa. Sepanjang kita melakukan dengan kejujuran, dengan baik, dan profesional, pastilah kita sendiri yang untung. Oleh karena itu, kita perlu melakukan dengan semangat dan terus meningkatkan kolaborasi dan kerjasama agar upaya kebaikan yang kita lakukan bisa berhasil.(tribun network/abd/dod)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved